Lambat Tangani Kasus SMAN 23 Halsel, Akademisi : Pernyataan Sekda itu “Sambalado”

Maluku Utara196 Dilihat
Akademisi STKIP Kie Raha sekaligus pendiri Komunitas Literasi Dewantara STKIP Kie Raha Yusri A. Boko

Ternate, medianasional.id – Akademisi STKIP Kie Raha sekaligus pendiri Komunitas Literasi Dewantara STKIP Kie Raha Yusri A. Boko, M.Pd, kembali membijaki persoalan kasus pengangkatan PLT SMA Negeri 23 Halmahera Selatan dengan kecewa, bahwasanya Maluku Utara seakan-akan jabatan Sekda atau Gubernur tidak berpengaruh ketimbang Kadikjar.

“Kenapa saya harus mengatakan demikian? Sebab secara pribadi saya merasa Sekda inkonsiten dengan pernyataan sendiri, bahwa yang bersangkutan Kadikjar Jafar Hamisi melanggar Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 terutama pada pasal 10 dan 11. Bahkan dengan janji untuk diminta klarifikasi tetapi masi saja di diami,” Katanya, Rabu (20/11/2019).

Masalah ini berlansung sejak kurang lebih dua bulan lalu, mulai dari saat pengangkatan tertanggal 11 di SMA 23 dan 18 di SMA 29 Halsel pada bulan September 2019. Dimana surat PLT itu pertama kali dikeluarkan oleh Jafar Hamisi.

“Sekda harus bijak, karena waktu dikonfirmasikan wartawan kepada dikbud berada di luar daerah. Nah sekarang beliau sudah ada, lalu tunggu apa lagi,” Ucapnya dengan nada yang mengherankan.

Ia juga menuturkan, “apa harus ada alasan lagi? Ini logika sederhana saja, pak Sekda mungkin tersandra oleh kepentingan atasan jadi kemungkinan ada gula-gulanya. Buktinya Sekda sendiri menjelaskan isi Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018, bahwa yang berhak untuk pengangkatan dan pemberhentian penugasan guru sebagai kepala sekolah merupakan wewenang PPK dalam hal ini gubernur Maluku Utara berdasarkan rekomendasi dari tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah. Maka kepala Dinas dan Kebudayaan tidak berwenang untuk mengangkat, memberhentikan dan memindahkan kepala sekolah yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan gubernur. Ini masalah kalau tidak di cler-kan maka masyarakat akan berasumsi bahwa Sekda dan Kadikjar tidak memiliki nawaitul yang baik untuk membangun pendidikan di Maluku Utara,” Akui Mabinkom PMII Komisariat STKIP ini.

Lanjut dia, pernyataan pak Sekda seperti ini adalah gertakan “sambalado” pedas di bibir tetapi tidak sampai pada eksekusi kebijakan. Sekda lebih tinggi dari Kadikjar, maka disini dari sisi etik birokrasipun tidak bagus, atasan mengetahui bawahannya melakukan tindakan iprosudural dan sudah mengeluarkan stekmen dimedia namun tidak ditindaklanjuti oleh bawahan ada apa dengan pemerintah.

Dijelaskan, Pemerintah Provinsi Maluku Utara ini, kalau persoalan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah barulah merasa panik, tetapi kalau soal pendidikan itu lambat alias tidak diseriusi. “Bayangkan saja Worshop Kurikulum saja yang harusnya tiga hari jadinya cuman satu hari, kasus Dikjar lama yang menyita perhatian DPRD Provinsi Maluku Utara karena BOS dikembang-biakan melalui rekening Bank maupun masalah pemotongan beasiswa bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) Kepsek SMA Negeri 9 Kota Ternate yang terus disuarakan, namun tidak pernah sama sekali digubris oleh Kadikjar Imran Yakub waktu itu bahkan DPRD Provinsi pun tidak ada responnya,” terangnya

Atas masalh ini menurutnya “politic wiil” pemerintah Maluku Utara melalui pak Gubernur AGK jilid I dan II dibidang pendidikan patut untuk di pertanyakan, khususnya pada jenjang pendidikan SMA, MA dan SMK. Apabila Sekda juga sudah tidak konsisten dengan pernyataannya, maka bagaimana lagi dengan bawahan dilingkup kerjanya, harusnya memberikan contoh baik. Awal yang baik dari pak Sekda inikan memberikan pemahaman kepada pejabat dilingkup provinsi, dalam hal ini Kadikjar Jafar Hamisi bahwa beliau tidak mengikuti alias mendahului tupoksi pak Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur Maluku Utara tetapi semua ini sengaja didiamkan.

Yusri menuturkan bahwa ini tindakan fatal, karena seorang pejabat sekelas menteri membuat keputusan yang salah. Provinsi inikan dalam kategori struktur organisasi maka dia merupakan representasi dari pemerintah pusat, maka yang menjadi Sekda adalah orang yang paham aturan karena takutnya pelanggaran prosedural ASN tidak ada yang membinanya. Dan hari ini, masyarakat menyaksikan bahwa Kadikjar iprosedur, dan Sekda mengungkapnya melalui media. Namun pada akhirnya diam, berarti pak Sekda juga harus “Menolak Diam”, masa sekelas Kadis membuat orang nomor tiga dilingkup provinsi tak bertaji, alias secara tidak langsung ikut melegalkan tindakan iprosedur di jajarannya, akui Yusri.
Pertanyaan masyrakat adalah apakah pak Bambang Hermawan takut memangil Jafar Hamisi untuk menanyakan prihal surat PLT di SMA Negeri 23 dan 29 Halmahera Selatan pertama? Kedua, dasar hukum untuk pergantian adalah: (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, (2) Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 37 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, dan (3) Usulan dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Selatan Nomor 4203/204/2019. Namun dasar masalah untuk pergantian itu apa? Harus diperjelas.

“Saya kira masih banyak guru SMA di Halsel yang butuh untuk dipromosikan sebagai kepala sekolah, lah ini justru Kadikjar mengangkat guru yang bermasalah dari SMA Negeri 13 Halsel untuk jadi Kepsek di SMA, kasusnya di SMA Negeri 23 Halmahera Selatan. Ini samahalnya dengan mengkabiri asasi bapak ibu guru di SMA se-Kabupaten Halmahera Selatan yang segolongan dengan Asmar Lajiu. Sekali lagi saya tegaskan bahwa pendidikan harus dijauhkan dari politik praktis, tempatkanlah orang-orang yang memiliki kemampuan dan melalui job analisation dan job discription. Jadi sebelum angkat itu orang duduk dalam satu jabatan, maka lihat dulu profilnya, analisa job kerjanya baru lakukan penempatan,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyarankan agar Sekda secepatnya memanggil Kadikjar dan diminta klarifikasi melalui media, kedua Dikjar harus fokus pada pemerataan guru di masing-masing kabupaten/kota dan harus buat gebrakan baru. Bimtek/workshop kurikulum SMA, MA dan SMKA yang hanya dilaksanakan dalam kurun waktu satu hari harus ditiadakan (minimal3-4 hari), kemudian guru-guru yang berprestasi harus diberikan reward. Hal ini penting untuk menunjang mutu pendidikan di Maluku Utara. Dari pada mengangkat PLT tanpa dasar dan memiliki masalah yang kongkrit dan iprosedur.(Red)

Posting Terkait

ADVERTISEMENT
Konten berikut adalah iklan platform MGID, medianasional.id tidak terkait dengan isi konten.

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.