Front Suara Korban Gelar Aksi “Stop Kekerasan Terhadap Perempuan” di Ternate

Maluku Utara66 Dilihat

Ternate, medianasional.id – Front Suara Korban, yang terhimpun dalam beberapa elemen gerakan perempuan, kembali menggelar aksi dengan membijaki persoalan Lawan Kebijakan Seksual dan sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).

Aksi tersebut di mulai pada pukul, 09.50 Wit, dengan rute aksi, Kampus STIKIP Kie Raha Ternate, Universitas Muhammadiyah provinsi Maluku Utara dan Universitas Khairun Ternate, dengan massa aksi berkisar 25 orang lebih.

Sementara alat peraga yang di bawah saat aksi, 2 buah corong, 1 buah spanduk, 6 buah umbul-umbul, serta selembaran-selembaran propaganda.

Kordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Dofi Dika Nae, saat di konformasi awak media di tengah-tengah aksi, menyampaikan bahwa, Indonesia saat ini sudah masuk pada darurat kekerasan seksual, kekerasan terhadap perempuan dan anak sudah sangat banyak dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun.

“Kita bisa melihat dari catatan Komisi Nasional (Komnas), perempuan pada tahun 2020 mencatat 431,471 kasus, dan tahun 2019 yang besarnya naik 65% dari tahun sebelumnya (406,178 kasus).
Dalam kurang waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 729% ( hampir 800% ) artinya kekerasan terhadap perempuan di indonesia selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat,” ujarnya.

Menurut Dofi, terkhusus di Provinsi Maluku Utara darurat kekerasan seksual yang sudah merajela dimana-mana baik di ruang publik, kampus, perkantoran dan bahkan rumah sendiri.

“Kita bisa lihat masih banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus bahkan yang menjadi pelaku adalah seorang dosen yang katanya seorang akademisi tertinggi dari pendidikan formal, ini adalah cerminan buruk dari seorang pendidik,” tandasnya.

Sambungnya. “juga kita bisa lihat kasus di desa maregam kecamatan tidore selatan kota tidore kepulauan pada tanggal 18 oktober 2019 seorang mantan kepala desa perkara yang beliau lakukan adalah bentuk pornografi dengan meletakan kamera closed circuit television( CCTV) dalam bentuk bola lampu dan merekam 7 korban yang sedang mandi tampa sepengetahuan mereka,” sesalnya.

Dikatakan Dofi, bahkan masa pandemi covid-19 saat ini di kota ternate terjadi 47 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang tercatat di LSM Keperempuanan di Kota Ternate.

Untuk itu, kata Dofi. Dengan maraknya kasus kekerasaan seksual di maluku utara sekarang ini lagi-lagi kekerasaan seksual terjadi di pulau morotai dan lebih parahnya pelaku dari kekerasan ini adalah oknum kepolisian di polres pulau morotai yang berinisial JM terhadap seorang bidan yang berinisial MH yang di katahui pelaku sudah menghamili korban dan tidak mau bertanggung jawab, bahkan korban diminta untuk menggugurkan kandunganya saat usia kandungan memasuki 8 bulan.

“Sesungguhnya ini adalah perilaku buruk yang di praktekan oleh seorang kepolisian yang katanya mengayomi dan melindungi masyarakat,” tandasnya.

Korlap pun menegaskan, bahwa ini adalah cerminan bahwa semakin hari perempuan dan anak akan selalu menjadi korban sebab hukum kita saat ini masih dalam ranah patriarki sehingga kasus kekerasan seksual masih di anggap remeh oleh pemerintah.

Padahal menurut Dia (Dofi), perempuan selalu berada pada posisi yang tidak baik-baik saja. Bahkan rumah yang kemudian di jadikan tempat yang paling aman terhadap perempuan pun sudah tidak ada lagi keamanan di dalamnya.

“Karena pelaku kekerasan seksual bisa jadi ayah kandung kita sendiri, paman, om dan orang-orang terdekat lainya perlu di tegaskan lagi oleh Uu,” tegasnya .

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.