Seksinya BLT- Dana Desa Ditengah Pandemi Covid-19

MS.Nijar, Penggiat Desa

Ditengah negara yang saat ini sedang berjuang keras mengerahkan segala kekuatan dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan rakyatnya dari bahaya pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Muncul berbagai dinamikasosial yang ramai di diskusikan pada forum – forum kelas sendal jepit hingga kalangan para elit. Salah satu dari sekian banyak dinamika yang sangat menarik perhatian publik saat ini adalah “ Si nona manis yang seksi” bernama Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD).  Dari ulasan ini, Penulis hendak menawarkan pikiran sederhana yang sedikit berbeda ditengah riuhnya presepsi negatif yang muncul terhadap program BLT-DD ini, tentunya dengan melakukan penelusuran secara komprehensif, kita dapat mengetahui apa urgensi dan landasan filosofis yang mendasari sehingga Pemerintah harus menetapkan dan melaksanakan program BLT-DD.

BLT-DD dimasukan kedalam program prioritas Pemerintah, sebagai bentuk antisipasi terhadap dampak ekonomi pada masyarakat miskin di desa- desa seluruh Indonesia akibat penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Ikhtiar Pemerintah ini menyusul pernyataan resmi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang menyatakan bahwa Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemi pada sebagian besar negara – negara diseluruh dunia termasuk Indonesia yang menunjukan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, kerugian material yang semakin besar sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Implikasi pandemi Corona Virus Disease 19 (COVID-19) ini telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak.

Kondisi negara sebagaimana dijelaskan diatas telah memenuhi parameter sebagai suatu “kegentingan memaksa” yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka atas dasar pertimbangan itulah kemudian pada tanggal 31 Maret 2020 Presiden Jokowidodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitasi Sistem Keuangan.

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang ini, maka seluruh besaran belanja wajib (madantory spending) yang terdapat pada berbagai undang – undang  dapat disesuaikan oleh Pemerintah, dan atas klausul inilah sehingga seluruh Kementerian Lembaga (KL) termasuk Kementerian Desa PDTT RI wajib hukumnya melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing). Salah satu pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu didalam lingkup Kementerian Desa PDTT RI yaitu Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD). Maka untuk melaksanakan dan mengamankan kebijakan nasional inilah kemudian Menteri Desa PDTT RI mengambil langkah – langkah untuk malakukan penyesuaian program prioritas dengan menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Selain itu, program BLT-DD juga diatur secara rigit melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa. Bahkan didalam PMK No. 40/2020 ini secara istimewah memposisikan BLT-DD sebagai program yang bersifat wajib yang harus dilaksanakan oleh seluruh pemerintah desa di Indonesia sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan dalam petunjuk teknis dan regulasi yang mengatur khusus tentang BLT-DD. Kementerian Keuangan Republik Indonesia tidak tanggung – tanggung menetapkan sanksi tegas bagi desa – desa yang tidak menganggarkan BLT-DD dalam APBDes tahun anggaran 2020. Pasal 47A ayat (1) dan (2) PMK No. 40/2020 menyebutkan bahwa dalam hal pemerintah desa tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT-DD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2), dikenakan sanksi berupa penghentian penyaluran Dana Desa tahap III tahun anggaran berjalan, dan pemerintah desa berstatus desa mandiri yang tidak menganggarkan dan tidak melaksanakan kegiatan BLT-DD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (2), dikenakan sanksi berupa pemotongan Dana Desa sebesar 50% (lima puluh persen) dari dana Desa yang akan disalurkan pada tahap II tahun anggaran berikutnya. Sampai pada posisi ini tentunya sudah sedikit membuka pikiran kita bahwa betapa pentingnya keberadaan program BLT-DD ini bagi keluarga miskin yang sekedar bertahan hidup ditengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dinamika Dalam Praktik Penyaluran BLT-DD

Menurut Kapusdatin Kementerian Desa PDTT RI, pada Minggu (26/4/2020) Desa Lele Kecamatan Mandioli Selatan, Maluku Utara, telah berhasil menyalurkan BLT-DD sebesar Rp.600.000 per – kepala keluarga kepada 60 keluarga miskin untuk bulan pertama. Berikut disusul oleh sejumlah desa di daerah Jawa Barat, Jawa Timur dan desa – desa di ujung utara wilayah Indonesiadi Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara.Tentunya hambatan bagi desa – desa yang belum berhasil menyalurkan BLT-DD sangat variatif sesuai iklim birokrasi pemerintahan daerah, karakteristik kewilayahan dan komitmen serta kerja keras pemerintah desa dan BPD serta seluruh stakeholder di desa dalam hal mempercepat proses Musyawarah Desa Khusus/Insidentil guna mengalokasikan BLT-DD dalam dokumen APBDes. Memang pada prakteknya penyaluran BLT-DD ini tidaklah berjalan mulus dan justru sedikit menuai masalah dan protes akibat dari presepsi liar dan penafsiran terhadap regulasi yang keliru. Lebih ironisnya, diantara protes tesebut justru banyak  yang datang dari kalangan Kepala Daerah Kabupaten/Kota, dan hampir rata – rata materinya sama yaitu seputar sayarat calon penerima BLT-DD. Padahal mengenai kriteria calon penerima BLT-DD telah diatur secara eksplisit dan sangat jelas di dalam Pasal 8A ayat (3) Permendes PDTT No. 6/2020 yang menyebutkan bahwa keluarga miskin yang berhak menerima BLT-DD merupakan keluarga yang kehilangan mata pencahrian atau pekerjaan, belum terdata menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Kartu Pra Kerja, serta yang mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis. Mengenai syarat dan kriteria calon penerima BLT-DD ini juga diatur hal yang sama dalam Pasal 32A ayat (3) huruf (a) dan (b) PMK No. 40/2020, yang menyebutkan bahwa keluarga calon penerima manfaat BLT-DD paling sedikit memenuhi kriteria keluarga miskin atau tidak mampu yang berdomisili di desa bersangkutan, dan tidak termasuk penerima bantuan sosial Porgram Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako dan kartu Pra Kerja.

Terdapat sejumlah fakta menarik terkait BLT-DD ini, bahwa memang masih banyak Kepala Daerah dan Kepala Desa yang berasumsi antara BLT-DD dan bantuan Sembako itu sama saja dan untuk menentukannya mengikuti selera Kepala Daerah dan/atau Kepala Desa, mau salurkan BLT-DD ataukah bagi – bagi Sembako, padahal antara BLT-DD dan Bantuan Sembako itu merupakan dua hal yang berbeda. Asumsi – asumsi seperti inilah yang penting untuk diluruskan agar tidak membuat pemerintah desa tersesat dan salah dalam mengelola dan menggunakan Dana Desa untuk pencegahan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Sebagai contohnya Bupati Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara, melalui Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Desa Untuk Pencegahan dan Penanggulangan Darurat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), Bupati Pulau Morotai  menetapkan besaran maksimal anggaran yang harus dialokasikan oleh seluruh desa di Pulau Morotai melalui Dana Desa untuk pencegahan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yaitu sebesar Rp.60.000.000.00/desa, namun anehnya anggaran sebesar itu dikelola langsung oleh Gugus Tugas Pencegahan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang di nahkodai langsung oleh Bupati Pulau Morotai itu sendiri, sedangkan desa hanya mengelola anggaran senilai Rp.10.000.000.00, padahal anggaran tersebut bersumber dari Dana Desa dan Kepala Desa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

Fakta menarik lainnya datang dari Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sulawesi Utara, yang sempat viral di media sosial ketika dia mempersoalkan syarat dan/atau kriteria calon penerima BLT-DD yang menurutnya terlalu ruwet akibat sering berubahnya peraturan – peraturan pada level Kementerian Lembaga (KL).Sebagaiseorang leader di daerah, Bupati sejatinya tidak perlu terlalu kaku dan gegabah dalam menyikapi dinamika sering berubahnya suatu regulasi, apalagi dalam situasi negara yang sedang menghadapi keadaan darurat seperti saat ini. Bahkan yang paling ekstrim lagi peryataan Bupati Lembata di NTT yang masih juga mempesoalkan syarat calon penerima BLT-DD, karena menurut dia syarat – syarat tersebut terlalu sulit sedangkan masyarakat dibawah sudah membutuhkan bantuan Sembako, Bupati Lembata menghendaki agar tidak perlu syarat dalam membantu masyarakat miskin. Sebenarnya hal itu tidak perlu di persoalkan karena substansi dari begitu ketatnya kriteria calon penerima BLT-DD itu tidak bermaksud mempersulit siapapun, tapi itu sebagai bentuk ikhtiar Pemerintah yang justru mendisiplinkan kita semua agar dalam hal melakukan pendataan calon penerima BLT-DD harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya di desa, sehingga penyaluran BLT-DD tepat sasaran dan bermanfaat bagi ketahanan ekonomi warga miskin di desa ditengah bencana pandemik Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Entahapa sebenarnya yang menyebabkan para Kepala Daerah ini begitu berang dan bersikap dihadapan publik tanpa memperhatikan etika dan sopan santun sebagai seorang pemimpin di daerah. Sejatinya dalam situasi negara yang sedang menghadapi bencana kemanusiaan seperti saat ini, para Kepala Daerah harus tampil paling terdepan dalam memberikan pemahaman dan pembinaan kepada Kepala Desa dan masyarakat di daerahnya masing – masing dan mendukung segalah kebijakan Pemerintah, bukan justru membuat polemik diruang publik tentang sesuatu yang sudah jelas aturan mainnya. Ada apa dengan BLT-DD ini sehingga Kepala Daerah hanya fokus mengurusi BLTdan Dana Desa yang bersumber dari APBN, padahal masih ada APBD Kabupaten/Kota yang juga perlu diketahui oleh publik tentang berapa besaran yang sudah digeser dan di belanjakan untuk pencegahan dan penanaganan penularan dan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).Wallahua’lam bishawab (Red)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.