Penetapkan KPK Tersangka Kasus OTT, Politisi PDIP dan Pakar Hukum Angkat Bicara

Tulungagung, medianasional.id – Setelah adanya kekegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh team Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada hari rabu (06/06) sore terhadap kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno dan 3 kontraktor dari kabupaten Tulungagung dan blitar kota, yang menyeret nama Syahri Mulyo (mantan Bupati Tulungagung), yang kebetulan peserta pilkada 2018 – 2023 di kabupaten Tulungagung dan Wali Kota blitar Saman Hudi yang masih aktif menjabat. Keduanya sama – sama diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang diduga menerima suap proyek di daerahnya masing – masing dengan bukti uang dalam 2 kardus total Rp 2,5 milyar pecahan ratusan ribu dan lima puluhan ribu.

Dalam kegiatan OTT yang dilakukan oleh KPK berlangsung secara bersamaan di Tulungagung dan di Blitar dengan cara paralel. Saat itu keberadaan Syahri Mulyo dan Saman Hudi tidak ada di lokasi ataupun di rumah.

Dalam operasi senyap yang dilakukan KPK di kedua wilayah di Jawa timur itu pihak KPK sudah menyatakan enam tersangka yang ditetapkannya, satu PNS, tiga swasta (kontraktor) dan satu mantan Bupati / cabup Tulungagung Syahri Mulyo serta satunya lagi Wali kota Blitar Saman Hudi. Pada hari Jum’at (08/06) di Kantor KPK Jakarta selatan.

Wakil KPK Saut situmorang dalam jumpa persnya menghimbau kepada mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo dan Wali Kota Blitar Saman Hudi untuk bisa kooperaktif menyerahkan diri ke KPK. Karena pada saat OTT berlangsung Syahri mulyo dan Saman Hudi tidak ada di tempat kejadian maupun di rumahnya.

Dengan adanya OTT yang menyangkut nama Kader PDIP mantan Bupati dan Cabup Tulungagung Syahri Mulyo dan juga Walkot Blitar Saman Hudi, DPR RI dari PDIP Alteria Dahlan angkat bicara.

Alteria mengatakan, dirinya sangat mendukung KPK dalam melakukan kegiatan Pemberantasan Korupsi, tapi Alteria menyayangkan langkah KPK dalam Operasi Tangkap Tangan yang menyeret Syahri Mulyo dan Saman Hudi dinilai kurang pas dengan kata OTT yang dikatakan oleh wakil KPK Saut situmorang. Karena pada pelaksanaan operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK, kedua kader PDIP itu tidak ada di TKP dan tidak ada di rumah.

“Wong namanya OTT kok di suruh menyerahkan diri, kan aneh ya. Karena saat ini momenya pilkada masih berlangsung,” ucapnya di depan para relawan Sahto dan kader PDIP di kediaman Syahri Mulyo Ngantru Jawa timur pada hari Minggu (10/06).

Di tempat yang sama juga hadir di kediaman Syahri Mulyo, Sekjen PDIP Hasto mengatakan pada awak media, “PDIP akan memberikan bantuan hukum kepada Syahri Mulyo dan Samun Hudi”, ujarnya.

Hasto menilai terseretnya Syahri Mulyo dan Saman Hudi dalam kasus OTT diindikasi ada nuansa politik pilkada yang berlangsung di Tulungagung, yang menyeret nama dari kader PDIP itu dalam tersangka OTT.

Di tempat yang berbeda, dengan adanya Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK di Tulungagung dan Blitar, pada hari Rabu (6/6) kemarin, H. Hery Widodo, SH, CLA dari HW And Partner’s Law Firm juga angkat bicara terkait kasus yang menimpa dan ikut terseretnya kasus OTT calon bupati Syahri mulyo, saat dikonfirmasi via pesan whatsapp oleh medianasional.id, Senin (11/06).

Heri widodo mengatakan, menurutnya dalam hal tersangka TERTANGKAP TANGAN, menurut Pasal 1 angka 19 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi:

“TERTANGKAP TANGAN adalah tertangkapnya seorang pada waktu SEDANG MELAKUKAN tindak pidana, atau dengan segera SESUDAH BEBERAPA SAAT tindak pidana itu dilakukan, atau SESAAT KEMUDIAN DISERUKAN oleh khalayak ramai sebagai orang yg melakukannya, atau apabila SESAAT KEMUDIAN padanya ditemukan benda yg diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yg menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”, katanya.

Heri Widodo juga menambahkan, menurut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP, dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak dibenarkan dalam Hukum Acara Pidana menetapkan seseorang subjek hukum selaku tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan calon tersangka menjadi syarat mutlak sebelum penetapan tersangka.

Heri Widodo juga menjelaskan, “ada beberapa unsur ikut terseretnya Syahri Mulyo diduga ada muara politik pilkada, dan juga termasuk kecerobohan KPK dalam pemberian nama OTT yang menyeret nama calon bupati Syahri Mulyo yang juga ditetapkan oleh KPK menjadi tersangka yang tidak ada di lokasi dan sekitar lokasi kejadian perkara. KPK dalam penetapan tersangka pada kasus OTT kepada syahri mulyo dinilai terlalu terburu – buru dan kurang profesional,” ungkap Heri widodo.

Beberapa fakta yang kami dapat menurut Heri widodo, di antaranya:

1. Syahri Mulyo terakhir kali menjabat sebagai Bupati Tulungagung, tertanggal 25 April 2018

2. OTT terjadi tanggal 6 Juni 2018

3. Locus OTT di Blitar

4. Saat OTT, Syahri Mulyo tidak berada di Lokasi OTT

5. Pengertian OTT, lihat di Pasal 1 Angka 19 UU No. 8 Tahun 1981;

6. SM dijadikan Tersangka tanggal 8 Juni 2018

7. Syahri Mulyo dijadikan Tersangka ‘tanpa melalui Pemeriksaan’ terlebih dahulu, padahal berdasar Keputusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, penetapan Tersangka “harus berdasar minimal 2 alat bukti” sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP DAN DISERTAI dengan Pemeriksaan Calon Tersangka.

8. Syahri Mulyo tidak bisa dikatakan melarikan diri, karena tidak pernah ada Surat Penangkapan dan atau Surat Panggilan yang datang di kediaman Syahri Mulyo.

9. KPK meminta Syahri Mulyo menyerahkan diri, hanya berdasar Konferensi Pers, padahal hal tersebut tidak dibenarkan dalam KUHAP”. jelas Heri.

Berikut Vidio OTT KPK di Dinas PUPR Tulungagung

Reporter : Arsoni

Editor : Dian F

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.