AUD : Proses Pembangunan Kantor DPRD Raja Ampat Diduga Terjadi KKN

Raja Ampat592 Dilihat

Raja Ampat, medianasional.id- Salah satu tokoh pemuda pemerhati pembangunan Kabupaten Raja Ampat, Abraham Umpain Dimara (AUD) menduga telah terjadi Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) berjamaa dalam proses pembangunan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Raja Ampat.

Foto Progres Pembangunan Gedung DPRD Raja Ampat saat ini.

Menurutnya , awal dianggarkan tahun 2017 sebesar Rp 15 Miliyar guna menentukan lokasi pembangunan gedung DPRD Raja Ampat. Aroma dugaan KKN tercium berawal dari besarnya anggaran Rp 15 Miliyar untuk pembayaran ganti rugi.

ADVERTISEMENT

“Pertanyaannya adalah lahan mana yang menghabiskan anggaran rakyat sebesar itu, tentu harus ada Kejelasannya kepada Publik sesuai  Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP),” ujar AUD.

Dijelaskan,  untuk hal tersebut pihak DPRD Raja Ampat telah memanggil Kepala dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU), Samad Wajo dalam rangka  menanyakan terkait mekanisme pembangunan kantor DPRD  Raja Ampat, pada Selasa (30/5/2017) sore.

“Saya kutip melalui  website resmi DPRD Raja Ampat, yaitu  dprd.rajaampatkab.go.id, dimana sejumlah anggota DPRD Raja Ampat memberikan pertanyaan dan pernyataan,” kata AUD kepada kasuaritv.com dan medianasional.id, dikediamannya, di Waisai Raja Ampat, Kamis, (16/3/2023). 

Lanjutnya, bunyi kutipan dimaksud sebagai berikut :

1. Anggota DPRD jabatan Ketua Komisi A Vera Watem  saat itu dengan kutipan kalimat di bawah ini : Vera menanyakan terkait proses pembangunan kantor DPRD yang saat itu belum direalisasikan Pemerintah, karena lokasinya belum ada. Menurutnya, dengan total anggaran yang besar Rp 15 Miliyar yang ditangani dinas PU.  Pembangunan kantor DPRD diharapkan bisa terealisasi.“Saya harap Dinas PU bisa menyelesaikan pembangunan, jangan sampai ada anggapan dari masyarakat kalau DPRD hanya mengurus ganti rugi saja tetapi kantor tidak pernah dibangun,” jelas Watem.

2. Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris komisi C, Tidoris J. Kapisa dan Wakil ketua II (dua) DPRD Raja Ampat, Yuliana Mansawan. Dimana mereka berharap persoalan penentuan lokasi pembangunan dan pembebasan lahan bisa segera dilakukan.  “Jika ada masyarakat yang sudah menawarkan tanahnya untuk pembangunan, sebaiknya ada respon dari pemerintah,” tutur Kapisa.

3. Ada beberapa lokasi yang diusulkan oleh DPRD sebagai masukan bagi pihak pemerintah tentang lokasi pembangunan. “Yang pertama, lokasi milik bapak Slamet, sebelah pelabuhan Waisai. Yang kedua didepan perumahan 10. Lokasi ini sudah kami usulkan sejak tahun 2015 lalu,” ungkap Mansawan.  Ia berharap pembangunan kantor DPRD dapat terlaksana sebelum masa akhir jabatan anggota DPRD periode 2014 – 2019.

4. Sementara anggota komisi C DPRD Kabupaten Raja Ampat, Ismail Saraka menanyakan tentang penyerapan anggaran dinas PU sampai dengan bulan Mei perencanaan pembangunan kantor DPRD Raja Ampat. Ia menyarankan agar dinas PU secepatnya melakukan proses kegiatan pembangunan, sehingga penyerapan anggaran bisa berjalan dengan baik. “Jangan sampai kegiatan pembangunan tidak selesai di tahun 2017 dan meninggalkan SILPA. Jika banyak SILPA akan berimbas pada pengurangan anggaran ditahun berikutnya,” tegas Saraka.

5. Lain lagi dengan ketua komisi B DPRD Kabupaten Raja Ampat, Charles Imbir yang menayakan tentang gambar master plan kantor DPRD dan proses pelelangan yang dilakukan. “Dengan dana sebesar 15 Milyar kami ingin tahu gambar bangunannya seperti apa, dan bagaimana mekanismenya dalam hal pelelangan?, “ tutur Imbir.

Menurut AUD, masyarakat merupakan bagian dari Kontrol Publik dan menyatakan sangat jelas dari berbagai sumber Pemberitaan dalam Rapat DPRD bertempat di Ruang Sidang.

“Dari ke 5 (lima) pertanyaan dan pernyataan sejumlah anggota DPRD Raja Ampat itu dijawab Kadis PU. Namun, tidak satupun Jawaban terarah melainkan melenceng keluar.  Persoalan lahan penyelesaiannya seperti apa tidak di jelaskan oleh pihak dinas PU Raja Ampat,” ungkap AUD.

“Sementara anggaran 15 Miliyar semestinya harus dibuktikan pada awal realisasi anggaran tersebut tentang penyelesaian lahan adalah pernyataan pelepasan hak oleh pemilik lahan yang tidak dapat di buktikan oleh dinas PU,” tambahnya.

AUD menilai, soal realisasi uang rakyat sebesar 15 Miliyar tak dapat dibuktikan dinas PU.  Penyelesaian hak ganti rugi lahan tak di Perlihatkan, ditunjukan dalam rapat tersebut. “Patut diduga kemana anggaran ganti rugi lahan tersebut, karena dinas PU tidak tepat dalam menjawab pertanyaan beberapa wakil rakyat,” imbuhnya 

AUD berharap kepada seluruh anggota DPRD Raja Ampat untuk serius menyikapi atas dugaan KKN yang terjadi dalam pembangunan kantor DPRD Raja Ampat.

“Kiranya seluruh Anggota DPRD Raja Ampat harus benar-benar serius menyikapi hal tersebut, sebab uang rakyat yang di gelontorkan bukan kecil apalagi soal lahan kalau memang Angarannya mencapai Rp 15 Miliyar banyak sekali timbul pertanyaan. Masa untuk lahan saja menelan anggaran sebesar itu. Kalau bangunannya mungkin mencapai puluhan, bahkan ratusan Miliyar,” terangnya.

Lebih jauh AUD menuturkan, proses pembangunan kantor DPRD Raja Ampat mulai dari pembebasan lahan telah di tetapkan anggarannya sejak anggota DPRD Raja Ampat periode 2015 – 2019.

Namun AUD tak menyebut besar anggaran penetapan pembebasan lahan kantor DPRD Raja Ampat pada periode dimaksud. “Tentu memakan waktu sudah 3 Tahun, terhitung sejak dianggarkan 2017, 2018 dan 2019. Sementara 2018 anggaran yang ditetapkan untuk pembangunan kantor DPRD Raja Ampat  tahap I (satu) sebesar Rp. 9.550.000.000,00 berdasarkan data LPSE, tanggal pelelangan projek tersebut pada tanggal 2 Oktober 2018, artinya selang waktu 5 (lima) bulan sebelum pemilihan Legislatif 2019,” bebernya.

Selain itu, AUD juga mempertanyakan, sampai sejauh mana progres pembangunan kantor DPRD Raja Ampat anggaran 2018 tahap I itu. ” Tidak jelas rimbanya dan kehilangan kontrol dari Lembaga Legislatif karena  disibukan dengan persiapan Pemilu tahun 2019,” Kesalnya.

Tak sampai disitu, AUD menyebut, sebelum akhir masa Jabatan anggota DPRD Periode 2015/2019, dimana pada tahun 2019 dianggarkan lagi Pembangunan Gedung  DPRD Tahap II sebesar Rp. 9.600.000.000. Artinya DPRD Raja Ampat tidak boleh serta merta menyetujui atau ikut menganggarkan tanpa mengecek realisasi progres anggaran pembangunan kantor atau gedung DPRD Tahap I (satu).

Sebagai bagian dari Masyarakat Raja Ampat, AUD menegaskan, akan terus mengawal proses pembangunan kantor DPRD Raja Ampat yang diduga sarat dengan KKN, dan berjanji tak akan masuk angin karena kepentingan pribadi. “Beritakan saya jika saya masuk angin, kita awasi bersama sesuai dengan Instruksi Presiden dan KPK tentang pengawasan bersama tentang peruntukan, pengelolaan uang rakyat. Uang negara dari rakyat untuk rakyat,” ucapnya.

Untuk itu, AUD meminta kepada BPKP RI, KPK RI dan Perwakilan Ombudsman RI untuk segera melaksanakan pengawasan, audit, penyelidikan terkait indikasi adanya dugaan kerugian negara dalam proses pembangunan kantor DPRD Raja Ampat.

Berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari pihak Pemda Raja Ampat dalam hal ini dinas PU. (Zainal La Adala/medianasional.id)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.