Warga Mengaku Tanahnya Diserobot, Pemkab Raja Ampat Segera Bentuk Tim dan Libatkan Semua Stakeholder

Papua122 Dilihat
Tanah Yang Terletak di jalan Frans Kaisepo, Sapordanco, Waisai Kota, Raja Ampat, Papua Barat yang saat ini menjadi persoalan. (Foto Zainal)

Raja Ampat, medianasional.id- Unjuk rasa sejumlah warga di Mapolres Raja Ampat pekan lalu, kamis (13/9) siang, menjadi perhatian berbagai pihak.

Pasalnya, puluhan warga yang berunjuk rasa mengaku tanahnya telah diserobot oleh Pemerintah kabupaten (Pemkab) Raja Ampat.

ADVERTISEMENT

Sehingga pengunjuk rasa mendatangi Mapolres Raja Ampat untuk meminta pihak Kepolisian (Polres Raja Ampat) agar mengusut pelaku penyerobotan tanah yang mereka pinjamkan kepada Pemerintah kabupaten (Pemkab).

Menurut pengunjuk rasa, dua objek tanah yang terletak di jalan Frans Kaisepo, Sapordanco dulunya hanya dipinjamkan sebagai fasilitas sarana olahraga sepak bola. Sama dengan tanah yang ada, di jalan Moh Saleh Taesa, kelurahan Sapordanco yang mana saat ini tanah itu digunakan sebagai kantor DPRD Raja Ampat, dan kantor distrik (kecamatan) Waisai Kota.

“Namun, anehnya tanpa sepengetahuan pemiliknya, tanah tersebut sudah bersertipikat. Tolong kembalikan hak kami, pemkab Raja Ampat jangan menipu masyarakat,” kata pengunjuk rasa, sembari membentangkan benner.

Warga saat unjuk rasa

Terkait hal tersebut, kepala distrik (camat) Waisai Kota, Apolos A Bedes saat ditemui media ini, di kantornya hanya membungkam.

“No comment, saya masih mempelajari hal tersebut, karena saya masih baru jadi camat. Silahkan konfirmasi kepala bagian pemerintahan setda Raja Ampat,” ujar Apolos A Bedes, saat dikonfirmasi media ini, senin (17/9) sore.

Sementara itu, kepala bagian pemerintahan (kabagpem) pada sekertariat daerah (setda)  kabupaten Raja Ampat, Mansyur Syahdan saat ditemui mengatakan, tanah yang dimaksud  berkaitan dengan tanah seluas 600 hektar yang diklaim milik Pemkab Raja Ampat.

Menurutnya, dua objek tanah yang dimaksud, dulunya digunakan sebagai lapangan sepak bola, dan tanah yang saat ini digunakan sebagai kantor DPR Raja Ampar, dan kantor kecamatan Waisai Kota.

Mansyur mengaku, Pemkab Raja Ampat  awalnya memang meminjam dua lokasi tanah tersebut yang saat ini sudah menjadi aset daerah.

“Namun, tiba tiba muncul sertipikat pada tahun 2007. Seharusnya terbitnya sertifikat dilandasi dengan dasar hukum yang kuat,” ungkap Mansyur, saat dikonfirmasi di kantornya, senin (17/9) pukul 16.14 waktu setempat.

Dijelaskan Mansyur, saat pihaknya menelusuri tidak ada camat yang mengeluarkan surat pelepasan hak atas tanah di lokasi tersebut. Terkait hal tersebut, Pemkab Raja Ampat juga tidak saling menyalahkan satu sama lainnya.

“Siapa yang menjabat duluan sebagai camat, dan siapa kepala bagian pemerintahan setda Raja Ampat pada saat itu. Diduga, mungkin mereka memakai dasar tanah seluas 600 hektar untuk menerbitkan dua sertipikat  tanah yang luasnya, saya belum tahu pasti,” bebernya.

Terkait persoalan tersebut, lanjut Mansyur, Pemerintah daerah juga telah berkoordinasi dengan BPKP, dan BPK. Dua instansi vertikal itu, menyarankan untuk menelusuri terlebih dahulu mengapa serifikat itu bisa sampai ada.

Untuk menyelesaikan permasalahan, pihaknya juga akan mengajukan penambahan anggaran, itupun jika disetujui.

“Dalam waktu dekat, kami juga akan membentuk tim untuk menginventarisir  kembali tanah seluas 600 hektar, dan akan melibatkan instansi teknis, badan pertanahan serta  semua stakeholder, untuk mencari solusi terbaik,” tambahnya.

Untuk menjadi dasar, acuan untuk mengetahui batas batas sesungguhnya atas tanah seluas 600 hektar yang hingga kini batasnya masih simpang siur. Kepala bagian pemerintahan setda Raja Ampat, Mansyur Syahdan, akan meli batkan para tokoh pemekaran kabupaten Raja Ampat, dan mantan mantan kepala kampung (desa) Saonek.

“Sehingga yang mengetahuinya dapat menjelaskan, batas batas tanah seluas 600 hektar yang hingga kini batasnya masih kabur,” tutupnya. (Zainal)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.