IPAR dan HIPAP Geruduk Kantor Dinas PUTR, Ombudsman PB Sampaikan Hal ini

Raja Ampat1331 Dilihat

Raja Ampat, medianasional.id – Sekretaris Ikatan Pengusaha Asli Raja Ampat, (IPAR) Imanuel Guntur Watem (IGW) menyampaikan, bahwa sejumlah pengusaha Raja Ampat Orang Asli Papua (OAP) yang tergabung dalam Ikatan Pengusaha Asli Raja Ampat (IPAR) dan Himpunan Pengusaha Asli Pribumi (HIPAP) Geruduk Kantor Dinas PUTR Raja Ampat dan melakukan pertemuan dengan Kepala dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (Kadis PUTR), Abdul Hasan dalam rangka menanyakan hak pengusaha OAP Raja Ampat dalam pekerjaan proyek infrastruktur yang bersumber dari dana Otonomi khusus (Otsus).

“Kami datangi Kantor PUTR untuk menanyakan hak kami selaku pengusaha OAP Raja Ampat sesuai amanat Undang-Undang Otsus kemarin, selasa (4/4/2023) diruang kerja Kadis PUTR. Namun jawaban Kadis PUTR Raja Ampat, bahwa pekerjaan proyek sebanyak kurang lebih 41 (empat puluh satu) yang bersumber dari dana Otsus itu sudah bertuan,” kata IGW, kemarin di Waisai ibukota kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Rabu (5/4/2023).

ADVERTISEMENT

“Menurut pengakuan Kadis PUTR, 41 paket pekerjaan yang bersumber dari dana Otsus itu Pokir dewan dan sudah bertuan. Pokir dewan di Raja Ampat semua sudah bertuan, tidak ada yang tidak bertuan itu sudah seperti budaya,”sambungnya.

IGW yang biasa disapa, Guntur mengaku, bahwa Kadis PUTR sempat menyebut nama anggota DPRD Raja Ampat yang memiliki paket pekerjaan dimaksud. “Ya Kadis PUTR sempat menyebutkan nama sebagai tuan di antara 41 paket proyek yang bersumber dari dana Otsus itu, tapi saya tidak mau sebutkan disini. Sampai ada oknum DPRD yang buakan OAP menggunakan dana Otsus dalam Pokirnya itu yang kami heran disitu,” ungkap Guntur.

Ia menyoroti tata kelola pemerintahan di Raja Ampat. Pasalnya, dana Otsus yang seharusnya diperuntukan untuk OAP tapi kenyataannya berbeda. ” Hak kita sebagai pengusaha OAP Raja Ampat diabaikan, harga diri kami seperti diinjak-injak karena kekuasaan begitu,” ujar Guntur.

Ia berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun ke Raja Ampat, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI). ” Seperti yang disampaikan ketua KPK , bahwa kalau ada anggota DPRD yang bermain Pokir akan ditangkap, kemauan kami segera wujudkan, dan itu harus dilaksanakan, dan kami di Raja Ampat menanti janji KPK RI,” tandas Guntur.

Sementara Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia provinsi Papua Barat (ORI PB), Musa Y Sombuk saat dikonfirmasi medianasional.id melalui sambungan telephon seluler via WhatsApp menyampaikan, proses pembangunan itu dimulai dari perencanaan, dimulai dari Musrenbang tingkat Kampung (Desa) berjenjang sampai Musrenbang tingkat Kabupaten.

“Dari kunjungan kerja atau reses dewan itu semua termuat dalam perencanaan, harus mengikuti mekanisme, regulasi bahwa dewan itu punya usulan itu dimasukan dalam kerangka perencanaan ketika dalam pembahasan APBD misalnya,” tutur Kepala Perwakilan ORI PB.

Menurutnya, jika mekanisme, regulasi itu tidak diikuti. Tapi terkesan anggota DPRD hanya kapling-kapling proyek untuk kepentingan politiknya itu tidak boleh dan itu harus diberantas.

“Itu bermuatan, modusnya ketika ada pembahasan anggaran sudah mulai tawar menawar, jual beli disitu. Nah disitulah dibuat istilah Pokir, sebenarnya Pokir bukan itu,” ucap Musa.

“Waktu bergulir dari bawah perencanaannya, itukan sudah muncul dari bawah kan, kemudian dari atas ada rencana yang bersumber dari visi-misi program segala macam dari Bupati kan, disitu ada koordinasi. Nah nanti disusun dalam TAPD disitulah terjadi sulap menyulap, selap selip disitu,” sambungnya.

Musa membeberkan, bahwa semua perencanaan pembangunan dibahas di dewan. Nah disitulah terjadi selap-selipnya. Yang diusulkan lain yang turun lain. Itu dimana, apakah di level Pemda ketika mengajukan usulan atau usulan yang sudah benar tapi sudah sampai di DPRD terjadi tawar menawar lalu kemudian kepentingan-kepentingan anggota DPRD masuk.

“Entah itu karena Pokir istilahnya hanya kamuflase Pokok-Pokok pikiran rakyat (masyarakat). Biasa praktek-praktek ini sudah jamak ya. Jamak sehingga muncul tuduhan bahwa anggota DPR itu berprofesi ganda, satu sisi dia wakil rakyat tapi disisi lain dia calo. Bukan sekedar wakil rakyat tapi juga wakil pengusaha, dan calo-calo proyek. Yang tadi Pokir niatnya baik karena itu menyerap aspirasi kemudian dituangkan dalam program kegiatan dan kemudian itu hilang malah yang muncul kepentingan pribadi itu yang perlu sama-sama kita berantas,” terang Musa.

“Pokir itu kan nantinya bermuara pada Pengadaan Barang dan Jasa dari kacamata Ombudsmsn tidak boleh terjadi kesalahan prosedur atau melampaui kewenangan atau disitu ada suap, ada proses diskriminasi itu tidak boleh terjadi, bahkan konflik kepentingan itu tidak boleh terjadi. Kepentingan mana yang diperjuangan anggota DPRD itu, kepentingan rakyat atau kepentingannya sendiri,” imbuhnya.

Kepala Perwakilan ORI PB menegaskan, DPRD berfungsi sebagai legislasi dan pengawasan. “Jangan punya fungsi mengawasi justru dia menjadi pemain siapa mau awasi siapa. Pokir itu harus kembali pada subtansi yang sebenarnya, bukan Pokir kemudian diselewengkan untuk kepentingan golongan tertentu,” pungkas Kepala Perwakilan ORI PB. (Zainal La Adala/medianasional.id)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.