Opini : Pemilih Milenial Antara Keyakinan dan Pengetahuan di Pileg 2019

Artikel124 Dilihat


Oleh : Wahyu syaefulloh
(Mahasiswa Universitas Peradaban Jurusan Manajemen)

Tinggal menghitung bulan pesta akbar demokrasi akan digelar, para pejuang-pejuang parpol akan mengeluarkan jurus-jurus jitu untuk memenangkan kursi di daerah masing-masing, baik lewat kampanye publik maupun lewat kampanye secara terselubung. Segmentasinya pun jelas dari pemilih milenial hingga pemilih-pemilih yang sudah kebal yang menalan kepahitan janji-janji manis (artinya berulang-ulang kali memilih tetap saja sama banyak susahnya). Lalu bagaimana sikap dari pemilih pemula ini? atau pemilih milenial ini mengenal caleg-caleg yang terpampang di bukit hingga di pinggir jalan, di hulu hingga hilir dari di angkot-angkot sampai di becak-becak.

ADVERTISEMENT

Kejenuhan masyarakat akibat penyalahgunaan kekuasaan pemimpin-pemimpin kita ini terasa semakin kuat, hasil survey Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pimpinan Denny J.A kala itu, level ketidak percayaan publik terhadap elit politik terus meningkat dari tahun ketahun. Survey terakhir 3-5 Juli 2013, ternyata 51,5% publik tidak percaya dengan elit politik di Indonesia. artinya masyarakat sudah mulai cerdas tidak terlalu terbawa oleh janji-janji manis, namun yang menjadi pertanyaan apakah pemilih milenial ini mengenal kriteria, ide dan gagasan dari caleg yang disumbangsihkan untuk negara? atau mungkin pileg ini hanya menjadi ajang kemenangan parpol (golongan elit) untuk meraih suara terbanyak dan menduduki kursi parlemen, jika tidak memiliki implikasi kepada kesejahteraan masyarakat, siapa lagi wakil-wakil masyarakat.

Kabar yang menggembirakan generasi milenial dipercayai lebih rasional dan kritis dalam memilih, menurut Han dan Nasir dalam Syahreza (2017) menyebutkan prefrensi politik mereka lebih rasional, mempertimbangkan rasio, logika dan mempunyai keluasaan mengakses informasi secara mandiri, seperti melalui dunia maya untuk menentukan pilihan politiknya. ini menjadi poin penting pula untuk generasi milenial, dampak seperti apa nanti pada gelaran pileg 2019, dari beberapa sumber jumlah pemilih di tahun 2019 di dominasi pemilih dari generasi milenial. Menurut Direktur (Perludem) Titi Anggraeni menyebutkan pemilih muda lebih dari 50% jika di kategorisasi hingga 35 tahun maka jumlahnya 79 juta, tetapi jika sampai 40 tahun jumlahnya mencapai 100 juta (Kontan 15/08). Hitung perbandinganya jika pada di 2019 jumlah pemilih total 196,5 juta, generasi milenial menjadi penentu di Pileg nanti.

Dalam lingkup dunia Indonesia menjadi negara urutan ke 6 pengguna internet, dibuktikan riset pasar e-Marketer, populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Pada 2017, e-Marketer memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban. (Kompas 2014). Populasi netter urutan pertama di Indonesia diduduki oleh generasi milenial ini menjadi pandangan kita semua, dengan keadaan seperti ini diprediksi akan berdampak banyak pemilih milenial terhadap pileg nanti, pasalnya generasi milenial ini lebih banyak menggunakan waktunya untuk di dunia maya (akses internet), dan di ahir-ahir ini isu politik paling asik di perbincangkan di media sosial. Pertanyaannya dengan meluasnya dan terbukanya informasi seperti kampanye calon legislatif, apakah pemilih milenial mengenal sosok caleg-caleg yang akan di pilih? berdasarkan pengetahuankah atau keyakinan, penting kiranya harus korektif memilih wakil-wakil masyarakat karena menentukan dalam lima tahun kedepan, kita ketahui bersama tugas dari Dewan Perwakilan Rakyat begitu urgent, entah itu terkait pembuatan regulasi, anggaran negara, pengawasan terhadap pemerintah dan baik menampung maupun menyalurkan aspirasi masyarakat.

Dalam pertarungan politik yang dinamis kadang sering menjumpai praktek-praktek distorsi politik seperti politik uang, Black campaign dan pelanggaran-pelanggaran lainya sebagai bagian proses politik, masyarakat harus lebih cerdas dalam pemilihan umum khususnya pemilih milenial yang menurut berbagai sumber bahwa lebih mengedepankan (Rasional) pengetahuanya ketimbang keyakinanya. Menurut (Keraf 2001) pengetahuan maupun keyakinan sama-sama merupakan sikap mental seseorang dalam hubungan dengan objek tertentu yang disadarinya sebagai ada atau terjadi. yang membedakan pengetahuan dan keyakinan pengetahuan di tunjang oleh bukti-bukti, yang beracuan ada fakta, saksi, memori dan catatan historis. Berbeda jika keyakinan memang apatis terhadap obyek dan bertumpu pada lebih kedekatan emosi. Contohnya dalam melihat sosok caleg yang akan di pilihnya, generasi milenial lebih melihat sosok yang memiliki kredibilitas dan di buktikan dengan catatan historisnya, ide dan gagasanya agar bisa mematahkan politik sensasional, yang di butuhkan masyarakat bukan terkenal tapi ide dan gagasannya.

Menjadi bagian penting di pileg 2019 generasi milenial harapannya bisa berpartisipasi penuh dalam pesta demokrasi yang berlangsung, banyak masyarakat menginginkan perubahan dari aspek ekonomi, sosial dan budaya. Politik generasi milenial ini harapan masyarakat setelah sekian lama tumbuh dari kelamnya sejarah, dari zaman orde baru, reformasi hingga sekarang, ada kata-kata bijak dari seorang sahabat nabi yaitu Ali bin Abi Thalib dan yang mungkin sering kita dengar kira kira bunyinya seperti ini “Kezhaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang baik”, kata kata ini mengajak untuk orang-orang baik bergerak jangan sampai memberikan ruang kepada elit politik yang hipokritis.

Editor : Dian

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.