Opini : Nafsu Politik Kekuasaan Membuat KNPI Berkonflik

Artikel207 Dilihat

Opini : Nafsu Politik Kekuasaan Membuat KNPI Berkonflik

Oleh: Toenjes Swansen Maniagasi, SH (Gubernur LIRA Papua)

Setelah tumbangnya rezim orba, dalam banyak hal, KNPI belum juga berubah masih menjadi garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim. KNPI belum menjadi representasi organisasi kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan dalam berbagai isu terutama berkaitan kepemudaan

Dalam konteks seperti ini, kemurnian KNPI untuk memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil. Karena sifatnya by design, yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat desain, terutama selama rezim orba dan itu kembali muncul dalam 10 tahun ini, sekedar alat dan distribusi kekuasaan. KNPI lebih memperlihatkan watak pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai.

Konflik di tubuh KNPI sudah dimulai tahun 2008. Waktu yang cukup lama. Implikasinya, berbagai masalah dan tantangan kepemudaan diera disrupsi ini terlewatkan oleh KNPI. Peran-peran yang dijalankan KNPI tidak lagi berorientasi bagi terciptanya pemuda Indonesia yang memiliki kemampuan intelektual, berakhlak mulia, dan professional dalam ikut serta menjaga kesinambungan pembangunan nasional. Singkat kata, KNPI bukan lagi menjadi labolatorium bagi pemuda Indonesia untuk mengembangkan bakat dan minat.

Terpecahnya KNPI periode 2018-2021 adalah warisan konflik masa lalu sebagai dampak dari politisasi dari para aktivisnya yang juga mengundang pihak eksternal terutama parpol atau elite tertentu untuk cawe-cawe dalam organisasi ini. Hasilnya, dalam 13 tahun terakhir, KNPI belum menunjukan eksistensinya secara luas dan berdampak positif.

Rasio para aktivis KNPI masih didominasi berlatar politik. Celakanya bukan politisi muda yang matang dan siap saji, akan tetapi politisi yang dominan mengandalkan otot, intrik, bahkan fitnah dibandingkan politik dengan pendekatan ide-gagasan, konsepsi maupun inovasi.

Belum lagi tingkahlaku primordial. Pendekatan rekrutmen pengurus bukan dengan cara-cara meritokrasi namun lebih nepotism dan kolutif. Intinya, penyakit KNPI ada pada pragmatism, premanisme, dan krisis intelektual sehingga semua pola hubungan dan keputusan organisasi ditentukan dengan cara transaksional.

KNPI terus berada dalam pusaran konflik, politik kesejahteraan terabaikan. Pemuda-Pemuda yang ber KNPI tidak lagi menjadikan sila Persatuan sebagai ruh berorganisasi. Di KNPI sudah tidak ada lagi jiwa kstaria dan semangat gotong royong. Masing-masing kepengurusan lebih mementingkan kepentingan individu daripada bergandengan tangan untuk saling membesarkan. Padahal, pada 28 Oktober 1928, elemen-elemen pemuda seluruh Indonesia pernah mencontohkan persatuan pemuda menjadi tonggak perekat seluruh anak bangsa dan menjadi awal untuk memperjuangan Indonesia merdeka secara terorganisir.

Membunuh Jiwa Ksatria

Keinginan untuk menang dan tidak mau kalah menguat. Kadang-kadang, nasfu politik mengalahkan semangat perkawanan dan persatuan. Bagaimana tidak, KNPI hanya gaduh saja. Dengan komitmen tidak mau mengalah. Apapun jalan merebut dan berkuasa dianggap halal atas nama demokrasi dan marwah organisasi.

Obrolan di basecamp KNPI atau di warung-warung kopi hanya seputar politik. Cerita mencari pengakuan dan dukungan. Bahkan mencari cantolan ke elit, biasanya menjalin simbiosis dengan penguasa untuk mendapatkan legalitas formil dan pendanaan politik.

Jika ditelisik lebih dalam, perpecahan KNPI adalah bukti bahwa nafsu politik lebih berkuasa dari hati pemiliknya. Otak terkendali untuk berpikir bagaimana cara meraih kekuasaan. Sedangkan ego makin menguat di setiap Kongres KNPI dalam 10 tahun ini. Belum lagi, pengakuan atas kemenangan lawan telah hilang.

Sejatinya, semua yang kalah harus move on. Mengakui hasil kongres dan memberikan selamat kepada pemenang. Kemudian memberikan masukan. Itulah jiwa-jiwa kesatria pemuda. Pemberani yang tidak akan mundur dalam pertarungan meskipun satu langkah. Namun saat yang sama harus siap menerima kekalahan dengan ikhlas.

Sekarang, mana yang lebih penting? menjaga persatuan pemuda atau menghabiskan uang untuk kongres dan beradu taktik mendapatkan pengakuan? Jelas bahwa merawat pasukan dan merebut kekuasaan membutuhkan modal banyak. Dari pada ribut-ribut bagaikan anak kehilangan permen, lebih baik faksi-faksi di KNPI duduk bersama dan menemukan formula persatuan.

Perlunya Rejuvinasi KNPI

Perlu dipahami bahwa KNPI adalah wadah berhimpun pemuda Indonesia, bukan milik satu kelompok saja. Kalaupun jiwa kstaria itu telah dibutakan oleh nafsu.

Saya sebagai putra Papua mendorong untuk rejuvenasi KNPI, hal ini agar terjadi penyegaran ditubuh KNPI di tengah realitas sosial dan ekonomi politik. Hal ini penting karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan yang begitu signifikan dan mendasar.

Wacana ini juga dimaksudkan agar KNPI lebih independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis pemerintah. Hanya dengan itu KNPI bisa kembali eksis dan citranya di publik pelan-pelan akan terpulihkan. Sebab dalam 10 tahun terakhir persepsi publik kurang bagus, KNPI dianggap hanya menjadi arena permainan politik praktis.

Untuk mewujudkan penyegaran ini, maka Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Papua meminta Priseden Joko Widodo untuk turun tangan menyelesaikan konflik di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Mungkin akan ada pihak-pihak yang mengkritik Pak Jokowi mengapa ikut campur. Tetapi ini sudah sangat mendesak sebab konflik ini sudah bertahun-tahun dan Kementerian terkait tidak berhasil menjembatani berbagai pihak yang bertikai untuk duduk bersama, mencari jalan keluar untuk menyudahi konflik ini.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.