Opini : Islamophobia sebagai Tantangan Soliditas Keumatan dan Kebangsaan

Artikel455 Dilihat

Opini : Islamophobia sebagai Tantangan Soliditas Keumatan dan Kebangsaan

Penulis: Hasan Maftuh., M.A
(Sekretaris Jenderal LDMI PB HMI)

Awalnya, beragam pendapat mengatakan bahwa Islamophobia muncul sebagai proyek negara-negara Barat terutama Amerika Serikat. Istilah ini baru muncul pasca diskursus mengenai radikalisme dan terorisme mencuat menjadi bahan kajian yang cukup serius. Kehadiran term islamophobia di ruang publik cukup memunculkan perdebatan, khususnya pasca peristiwa WTC 11 September 2001.

Tuduhan dan sikap memojokkan terhadap Islam secara keseluruhan barangkali menjadi tema yang hangat untuk di bahas para sarjana barat. Sementara, Islam sendiri sesungguhnya bermakna salam yang diartikan damai. Islam tidak membenarkan tindakan kekerasan. Islam menjadi agama damai dan rahmat bagi sekalian alam.

Islamophobia merupakan perasaan takut terhadap Islam, bahkan mayoritas umat muslim. Adanya tindak kekerasan di dunia, seperti perang, kekerasan dan kerusakan selalu dikaitkan dengan Islam. Peranan media yang sesungguhnya objektif, selalu diperlakukan tidak adil dan selalu dipengaruhi, serta diintervensi Barat sehingga menggaburkan fakta yang sesungguhnya.

Jika dibiarkan, hal demikian akan menjadi tantangan bagi soliditas-solidaritas keumatan dan kebangsaan. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan suku yang sangat potensial mengalami gesekan. Ditambah lagi agenda politik Barat dengan beberapa istilahnya seperti ekstimisme, terorisme, radikalisme, bahkan terkait islamophobia akan menambah tantangan besar umat Islam.
Berbagai fenomena mengejutkan yang kini menunjukkan keberagaman tren berfikir di masyarakat. Dewasa ini, orang semakin terbuka menyudutkan Islam serta memunculkan stereotip negatif. Misalkan seperti Islam adalah agama penjajah, agama perang bahkan berani menghina nabi Muhammad SAW, dengan berbagai julukan buruk, dan lain sebagainya.

Berbagai macam fenomena lainnya menunjukkan sikap islamophobia. Paham ketidaksukaan terhadap Islam ini dieskpresikan melalui media massa. Selanjutnya, barulah memunculkan perdebatan, pro-kontra dan kegaduhan melalui ruang digital.

Mungkin tidak itu saja, memberikan label terhadap Islam sebagai agama radikal, teroris, ekstrem dan lainnya menjadi perbincangan hangat diberbagai media cetak ataupun online. Pandangan terhadap Islam yang demikian cukup apologis.

Bagaimana titik awal munculnya pandangan ini? Menurut kajian Derya Iner sikap ini muncul atas penafsiran yang berlebihan atas pandangan-pandangan terorisme dengan menempatkan orang muslim yang patut dicurigai. Terkadang menimbulkan gesekan-gesekan dan mengancam persatuan.

Sikap islamophobia selalu ditampilkan terdiri dari 4 hal, yakni menyalahkan, memfitnah dan melakukan kecaman terhadap pihak lainnya. Pandangan ini tentunya menjadi masalah besar dan tantangan moderasi beragama.

Di Indonesia, kasus ledakan bom sebagaimana dikutip dari Public Virtue Research Insitute antara lain: Bom Bali I (2022), Bom JW Marriot (2003), Bom Bali II (2005), Bom Ritz Carlton (2009), Bom Masjid Az-Dzikra Cirebon (2011), Bom Sarinah (2016), Bom Mapolresta Solo (2016), Bom Kampung Melayu (2017) dan lainnya.

Deretan peristiwa ini, semakin memunculkan paradigma islamophobia yang semakin kuat. Bayang-bayang ini secara psikologis dapat memunculkan perasaat takut yang menimbulkan spekulasi orang luar untuk semakin tidak suka dengan Islam.

Sebab-sebabnya secara historis mungkin sudah cukup jelas, bagaimana munculnya kelompok-kelompok Islamis yang terus merubah namanya, dimulai dari gerakan Darul Islam (DI) di era Orde Lama, selanjutnya berubah menjadi Jamaah Islamiyah (JI), di era presiden Soeharto.

Pandangan atas kedatangan kelompok ini dapat merusak citra Islam sebagai agama damai, sekaligus dapat merusak keharmonisan umat dan bangsa. Perlu upaya ekstra baik internal maupun eksternal. Menanamkan nilai-nilai toleransi perlu sekali untuk dilakukan, disatu sisi terus berupaya untuk mencegah maraknya aksi-aksi ektremisme dan terorisme. Tentunya hal demikian menjadi tantangan seluruh elemen masyarakat.
Pemikiran akan kesadaran akan ilmu dalam konteks interdisciplinary studi Islam sangat penting dilakukan. Disatu sisi, kesadaran akan proyek negara-negara Barat terhadap Islam perlu sekali direspon dengan sikap sebagai umat muslim yang mampu menampilkan perilaku harmonis demi keutuhan, selanjutnya menjadi cita-cita bersama seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.