Tentang Sastra, dalam Pusaran Zaman

Artikel203 Dilihat

Tentang Sastra, dalam Pusaran Zaman


Oleh : Wahyu Syaefulloh
(Presiden Mahasiswa Universitas Peradaban Periode 2017/2018/ Pengurus DPD KNPI Kab. Tegal 2019-2022)

ADVERTISEMENT

Pada pekan lalu tepatnya pada tanggal 18 Januari bertempat di pelataran Hj. Itiningsih Piek Ardianto Supriyadi di jalan cereme no. 4 kelurahan mangkukusuman Kec. Tegal Timur Kota Tegal kedatangan Bapak Dr. Ir. H. Abdul Fiqri Faqih M.M Anggota DPR RI Komisi X bidang pendidikan, pemuda , olahraga dan ekonomi kreatif  dihadiri pula pegiat literasi Kota Tegal, mahasiswa dan masyarakat. ada beberapa pernyataan yang di catat penulis salah satunya adalah kata dari Bapak Nindra yaitu Sastra sebagai penghalus Budi, pandangan beliau selaras apa yang di katakan oleh Plato dalam buku karya dari sang maestro Kang Narudin, dalam karya sastra ada 3 hal yang akan mendapatkan penilaian yakni Pertama mengandung moral, memiliki etika atau kesantunan kedua memberikan kenikmatan bisa dikategorikan keindahan, atau membuat pembaca terbawa oleh isi tulisan, ketiga ketepatan daya ungkap, analisis yang tajam dan juga kritis.

Disambung oleh ibu Hj. Itiningsih Piek Ardianto tentang kemirisan generasi muda yang kurang tertarik terhadap kesastraan, beliau berpendapat tidak cukup banyak generasi muda disekitar kita yang sudah mulai meningalkan dunia sastra, bahkan untuk mengenal sastrawan senior pun kurang memahami, seperti Chairil Anwar,  Taufik Ismail ,Supardji Djoko D, Goenawan Muhammad, Ahmad Tohari ,dll. Jika Penulis di izinkan untuk berpendapat di Tegal sendiri seperti Dr Maufur, Atmo Tan Sidik, Lanang Setiwan,B Priyono Soediono, Yono Daryono ,kang Andi, Igho Joshua, M. Esage dll, kurang di baca khususnya oleh generasi muda dan dinikmati karya sastranya.

Bukan berhenti sampai disitu penulis yang cukup kontroversial dan Fenomenal yaitu bapak Ahmad Thoha Faz berpendapat kehidupan kita dalam sehari-hari tidak terlepas dari sastra, sependapat dengan kang Narudin dalam bukunya yang berjudul kata, makna dan komunikasi sastra secara harfiah berarti huruf, namun ada pula sastra lisan karena disini manusia sebagai pencipta dan penikmat sastra tidak terlepas dari pergulatan hiruk pikuk secara pribadi (Psikologis) maupun antar pribadi (Sosiologis), begitu menariknya peran sastra dalam mempengaruhi kehidupan sehari-hari.

Dari berbagai penelitian banyak yang mengkaji keterkaitan sastra , moral dan karakter, seperti buah karya dari HISKI (Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia) banyak memuat tentang peran sastra dalam pendidikan moral dan karakter, seperti karya Ninawati Syahrul M.Pd yang berjududul “Menumbuhkan Pendidikan Karakter Kepada Siswa Melalui Sastra” dalam isi tulisan tesebut menjelaskan tentang peran sastra sebagai character building artinya, sastra diyakini mempunyai andil dalam usaha pembentukan dan pengembangan kepribadian siswa dengan cara yang menyenangkan Maka, sastra boleh dikatakan mampu menunjang pembentukan karakter siswa yang masih dalam tahap perkembangan melalui teladan kehidupan. Krisis moral dapat diatasi dengan pembinaan watak. Dalam lingkup sekolah pembinaan watak dapat diterapkan melalui pengajaran sastra yang berdimensi moral. Sejatinya, pengajaran sastra mampu dijadikan sebagai pintu masuk dalam penanaman nilai moral. Dalam teori pendidikan dikatakan, terbentuknya karakter seorang siswa sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang dilihat, didengar, dan dirasakannya. Adapula karya Purwati Anggraeni S.S M. Hum yang berjudul “Peran Karya Sastra Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa” Isi pesan yang terkandung dalam tulisan menjelaskan Pendidikan karakter dipandang sangat penting, karena karakter berfungsi sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan dinamis di antara bangsa-bangsa lain. Karya Sastra diharapkan dapat menjadi media pembentukan karakter, dalam kegiatan apresiasi sastra, diantaranya pentingnya memupuk imajinasi, pentingnya amanah dalam karya sastra, dan tentu saja dampak negatif karya sastra yang perlu diminimalisasikan. Begitu juga dengan pendapat Bung Karno jika ingin menghancurkan suatu bangsa salah satunya dengan meruntuhkan karakter bangsanya.

Keprihatinan pegiat literasi sudah mulai menunjukan kekhawatiran, karena jumlah pemuda yang suka membaca kurang dari setengahnya , secara data tahun 2015 jumlah pemuda di Indonesia mencapai 61,68 juta jiwa atau 24,2 % dari seluruh total jumlah penduduk. Dalam statistik pemuda tahun 2015 hanya 43,5 % pemuda di Indonesia yang melakukan kegiatan membaca dalam seminggu terakhir, tidak mengherankan jika Indonesia menempati posisi 113 dari 188 Negara menurut Indeks Pembangunan Manusia (UNDP : 2016). Berdasarkan Andina (2017) kurangnya kontribusi pemuda yang disebabkan minimnya literasi berdampak terhadap moralitas, dapat meningkatkan kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, premanisme meskipun pemuda yang berkontribusi di bidang sosial tanpa di barengi kuatnya literasi cenderung terjerumus dalam politik praktis, seperti Pesan dari Presiden Amerika John F Kennedy mengatakan “Ketika politik kotor, sastra (seni) yang akan membersihkannya”. Sebegitu pentingkah sastra dalam kehidupan sehari-hari, biarkan nuranilah yang berkehendak beserta jawabannya.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.