Sumpah Palapa, Satu Nusantara dan Semangat NKRI

Artikel313 Dilihat
Ketua Forum Komunikasi Pemuda (FKP) Buton, Sulawesi Tenggara, Muhammad Risman

“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Bung Karno.

Tulisan ini berawal dari keresahan anak bangsa tentang dinamika politik pengaruh Internasional menyebabkan keresahan ini menjadi buah pemikiran. Bagaimana tidak? Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimasa perjuangan para pahlawan bangsa Indonesia untuk melepaskan bayang-bayang kaum penjajah yang sudah berlangsung selama ratusan tahun, mula bangsa Eropa hingga Jepang dari Asia. Tetapi dengan keberanian dan bermodalkan kekuatan bambu runcing untuk alat perang, sudah mampu memukul mundur agresif para penjajah menguasai bumi pertiwi.

Sejak zaman kerajaan dan kesultanan, kemampuan untuk perang kekuasaan tidak diragukan. Misalkan kekuatan Gajah Mada (1334-1359) seorang panglima perang dan Tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit. Mahapati yang mengatakan sumpah palapa tersebut, tidak akan memakan palapa sebelum menyatuhkan nusantara.

Begitu hebatnya, para pahlawan bangsa ini sebagai pemersatu. Sumpah palapa menjadi perjuangan para Tokoh nusantara untuk menyatuhkan kerajaan-kerajaan diseluruh nusantara, mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua merupakan satu wilayah kepulauan nusantara.

Membahas Papua dalam sejarah nusantara, dikenal juga Labadios oleh ahli geografi bernama Klaudius Ptolemaeus pada sekitar 200 Masehi, sampai saat ini tidak ada yang tahu kenapa diberi nama Labadios? Begitu juga, bangsa Tiongkok pada 500 Masehi mulai berdatangan dan diberi nama “Tungki”, nama para pedagang dari Tiongkok untuk Papua. Lalu, Sriwijaya pada akhir 600 Masehi menyebut nama Papua dengan menggunakan nama “Janggi”. Tujuan mereka untuk mencari rempah-rempah di wilayah ini setelah melihat kesuksesan pedangang asal China.

Pada abad ke-14, kepulauan Papua dikuasai oleh kesultanan Tidore, dan baru pada abad ke-16, kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore memiliki wilayah dari Sulawesi dan Papua. Nama Papua sendiri berasal dari kata Papa-Ua, yaitu penamaannya oleh kesultanan Tidore, dimana dalam bahasa Tidore, itu berarti tidak bergabung atau tidak bersatu, yang artinya di pulau ini tidak ada raja yang memerintah.

Masuk pada abab ke-20, banyak para Tokoh nusantara yang menempuh pendidikan, sebut saja diantaranya, Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto yang merupakan guru dari Soekarno atau dikenal Bung Karno, kemudian Soegondo Djojopuspito, Sigit Abdul Syukur, Soemitro dan lain-lainnya, mereka adalah para Tokoh yang berpengaruh dikalangan pelajar dan menjadi pendiri Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, atau dalam bahasa Belanda disebut Indonesische Studentbond, yang didirikan pada bulan September 1926. Semangat para Organisasi pelajar itulah kekuatan kebersamaan dalam bingkai satu nusantara mampu melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Semangat persatuan nusantara terus digaungkan setelah sempat terlupakan, tetapi pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia Belanda yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama “Indonesia” (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia.

Semangat nusantara hingga mampu Soekarno dan Mohammad Hatta atasnama Bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun setelah itu, agresif mileter Hindia-Belanda terus digencarkan, perlawanan rakyat Indonesia lebih berkobar ketika kemerdekaan telah di proklamasikan oleh pemimpin nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta, berlangsung menyusul peristiwa ini untuk Belanda mencoba membangun kembali koloni mereka; Dengan kekuatan penuh pasukan Belanda menduduki kembali sebagian besar wilayah Indonesia, perang gerilya terjadi, dan mayoritas rakyat Indonesia serta opini Internasional, lebih menyukai kemerdekaan Indonesia sampai pada bulan Desember 1949, Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia dengan pengecualian wilayah Nugini Belanda (Nugini Barat).

Kondisi tersebut, membuat Bung Karno untuk terus melakukan komunikasi kepada kerajaan/ kesultanan diseluruh nusantara, bergabung menjadi bagian Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) dan itu dilakukan oleh Presiden Soekarno.

Terbukti, melalui pendekatan sejarah wilayah kesultanan, pada tanggal 17 Agustus 1956 Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Propinsi Perjuangan Irian Barat dengan Ibukota sementara di Soa-Sio, Tidore. Keputusan tersebut di ambil oleh Presiden Soekarno dengan alasan Papua serta pulau-pulau sekitarnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore sejak ratusan tahun lalu. Sultan Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore saat itu kemudian ditetapkan sebagai Gubernur sementara propinsi perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956.

Kepercayaan diri Bung Karno semakin kuat ketika seluruh kerajaan maupun kesultanan diseluruh nusantara menjadi bagian NKRI sebelumnya. Dengan begitu, sebagai Presiden, Bung Karno melakukan komunikasi hubungan antar-negara (Internasional) untuk memperkuat sistem pemerintahan Indonesia.

Mampu menciptakan kemerdekaan bagi seluruh bangsa-bangsa dan perdamaian dunia, Bung Karno mengajak negara-negara Asia dan Afrika sebagai negara yang tidak berpihak pada blok tertentu. Maka lahirlah Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan pada 1955 di Bandung, Indonesia. Sebanyak 29 Negara mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur tetapi Konferensi Asia Afrika dapat diharapkan mampu mengantarkan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika serta melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.

Gerakan ini sempat kehilangan kredibilitasnya pada akhir tahun1960-an ketika anggota-anggotanya mulai terpecah dan bergabung bersama Blok lain, terutama Blok Timur. Padahal dalam gerakan Non-Blok sebagai sistem politik Internasional masa Bung Karno perjuangkan 5 (lima) prinsip; 1, Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan. 2, Perjanjian non-agresi. 3, Tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain. 4, Kesetaraan dan keuntungan bersama. 5, Menjaga perdamaian. sebagaimana isi dalam pembukaan UUD 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Namun yang sudah terjadi saat ini, Indonesia tidak mampu mempertahankan sistem politik Internasional yang diperkarsai oleh Presiden Soekarno. Semangat NKRI Bung Karno yaitu BERDIKARI atau Berdiri Diatasi Kaki Sendiri yang sesuai ideologi Negara Pancasila dan UUD 1945, itu merupakan langkah-langkah yang diperkarsai dimasa Presiden Bung Karno semestinya diingat oleh para pengambil kebijakan di Republik ini. Demikian

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.