Sudah Menjadi Peserta JKN KIS, Namun Pasien Ini Masih Ditahan KTP dan STNK Oleh Rumah Sakit

Bogor498 Dilihat

Bogor, Medianasional.id — Meskipun iuran BPJS Kesehatan sudah kembali naik, namun ternyata pelayanan yang diterima peserta JKN KIS masih jauh dari harapan.

Seperti yang dialami Irsan (36) warga Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor ini, salah satu peserta JKN KIS dengan manfaat kelas satu yang terpaksa harus menyerahkan KTP dan STNK kepada pihak Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong (RSSM) sebagai jaminan karena tidak mampu membayar selisih biaya perawatan istri dan anaknya setelah melahirkan Caesar dan anaknya yang harus masuk ruangan neonatal intensive care unit (NICU).

Berawal pada saat Ny. Indriyani (35) yang mengalami pendarahan hebat pada 6 april 2020 lalu, tanpa pikir panjang, Ponakan dari Ny. Indriyani, Andin mencoba menghubungi suaminya Irsan (36) yang memang saat itu ada Tugas luar di Bogor untuk berkomunikasi masalah bahwa Ny. Indriyani harus segera dibawa ke rumah sakit yang memang ada ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) atau Tipe (B) dikarenakan istrinya haru lahiran Caesar.

Tidak pikir panjang suami dari Ny. Indriyani mencari rumah sakit tersebut dengan mencoba menghubungi Rumah Sakit yang memang Ada Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU), ternyata Suami dari Ny. Indriyani mencoba menghubungi salah satu Kepala Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong untuk menanyakan apakah ruang NICU buat Bayi Prematur ada yang kosong, dikarenakan istri dari Tn. Irsan (36) sudah pendarahan hebat. Tidak lama kemudian kepala rumah sakit memberikan arahan bahwa silakan dibawa langsung ke IGD rumah sakit, sesampainya di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSSM Cibinong pihak dokter menyatakan harus Ceasar, sempat suami dari Ny. Indriyani merasa lega karena sang istri sudah ditangani tidak lama berselang waktu Tn. Irsan pun dipanggil disuruh ke bagian administrasi, pihak administrasi menyerahkan selembar kertas untuk ditandatangani bahwa ruangan yang menjadi haknya full, tanpa pikir panjang iapun menandatangani kertas tersebut demi kelancaran persalinan istrinya.

“Pada saat istri dari Tn. Irsan di IGD sedang ditangani oleh dokter, suaminya dipanggil kembali untuk tanda tangan dibagian administrasi, pihak administrasi mengatakan kamar kelas satu tidak ada alias penuh” terang Irsan melalui pesan singkat nya, (14/9/2020).

Operasi berjalan lancar sang istri pun mendapatkan perawatan selama empat hari, namun sang anak harus masuk Ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) karena lahir prematur dan mendapatkan perawatan khusus di ruang NICU hampir satu bulan lamanya, dalam masa perawatan, banyak obat dan pelayanan yang harus dibayar cash, namun ternyata ketika anaknya sudah diperbolehkan pulang, pihak Rumah Sakit kembali meminta biaya Rp. 6 Juta, karena tidak lagi memiliki uang Tn. Irsan pun terpaksa menyerahkan KTP dan STNK sebagai Jaminan agar anaknya bisa pulang.

Lima bulan telah berlalu, kondisi ekonomi sulit akibat dampak Pendemi Virus Covid-19, KTP dan STNK pun tak kunjung mampu ditebus, akhirnya Irsan shering terkait masalah yang dihadapi nya dengan teman-temannya, temannya pun meminta menyarankan agar koordinasi dengan relawan Jamkeswatch, hingga akhirnya Irsan pun meminta bantuan dengan Relawan Jamkeswatch yang kebetulan langsung pada Heri Irawan.

Mendapatkan Informasi tersebut, Heri Irawan Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch, sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh pihak rumah sakit karena menahan KTP dan STNK pasien peserta JKN-BPJS Kesehatan.

Pria yang juga pernah menjadi Ketua DPD Jamkeswatch Bogor Raya dan Depok pada 2014-2019, sangat mengecam perbuatan Rumah Sakit di era JKN -BPJS Kesehatan ini masih menahan KTP dan STNK pasien.

“Ini udah jaman JKN -BPJS Kesehatan, kalau jaman dulu sebelum ada JKN mungkin masih wajar, takut kabur dan gak bayar, ini peserta BPJS Kesehatan, yang sudah bayar setiap bulan, masa membutuhkan pelayanan Kesehatan, KTP dan STNK masih ditahan” sesal, Heri.

Heri juga menegaskan, seharusnya ketika pasien membutuhkan pelayanan kesehatan dan ternyata ruangan yang menjadi haknya full, bisa dititipkan disatu tingkat lebih tinggi atau satu tingkat lebih rendah selama tiga hari, kalau ruangan yang menjadi haknya masih tetap penuh maka pasien dapat ditawarkan dirujuk atau tetap di rumah sakit tersebut, dan biaya ditanggung rumah sakit, hal itu sesuai Permenkes Nomor 28 tahun 2014″.

“Jadi jangan main naikan kelas saja, lalu dikenakan cost shering, oke kalau emang pasiennya mau sendiri naik kelas, iklas, karena gak mau dikelas nya, bukan karena kebutuhan seperti kasus yang terjadi, kalau kasus ini kan, dalam keadaan butuh ternyata ruangan nya penuh, seharusnya RS bertanggung jawab agar dapat memenuhi kebutuhan pasien bukan mencari kesempatan dalam kesempitan, kasian masyarakat sudah membayar iuran mahal, membutuhkan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan gak bisa penuhi kebutuhan, terpaksa naik kelas, karena gak mampu KTP dan STNK nya ditahan, terang Heri.

Heri berharap pada pihak BPJS Kesehatan dan Pemkab Bogor untuk dapat membantu memberikan solusi terkait masalah yang dihadapi oleh Irsan dan keluarganya, ia juga berharap agar pihak RSSM Cibinong dapat mengembalikan KTP dan STNK pasien, agar pasien bisa bekerja dan menjalani kehidupan dengan tenang.

Heri berharap pada semua rumah sakit agar bisa membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan, jika keinginan orang naik kelas tidak akan jadi masalah akhirnya, jika kebutuhan pasti terpaksa dan akhirnya jadi masalah, iya juga berharap agar semua rumah sakit dapat melayani dengan hati bukan hanya mengejar profit serta menjalankan regulasi sebagaimana mestinya.(Nr/AJWI)

Editor : Putri

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.