Pemilik Rumah Makan Mbok Berek Pertanyakan Keabsahan Eksekusi Yang Dilakukan PT. KAI

Pekalongan98 Dilihat

Kajen, medianasional.id
Penertiban bangunan Rumah Makan Mbok Berek yang diklaim milik PT. Kereta Api Indonesia, yang dilaksanakan sejak hari senin 2 Desember, hingga pada hari selasa 3 Desember belum selesai, masih nampak dilokasi alat berat yang bekerja merobohkan bangunan Rumah Makan Mbok Berek. Rabu, 4 Nopember 2019.

Aldila Yoga Yinogian S.H pengacara pihak PT. Kereta Api Indonesia, mengatakan bahwa kronoligisnya berawal “Bu Neneng menempati tanah atas dasar kepada PT. Kereta Api Indonesia DAOP IV Semarang, karena tanah disini milik PT. Kereta Api Indonesia. “Kontrak bu neneng habis ditahun 2016, ditahun 2018 bu Neneng sepakat menandatangani kontrak sewa perpanjang, namun henta alasan apa bu Neneng gak mau membayar,”ucap Aldila Yoga Yinogian S.H kepada awak media.

“Sebelum penertiban di mulai kami sudah memberikan speer waktu 3 tahun ke bu Neneng terhitung tahun 2016, dengan langkah pesuasif, kekeluarga namun gak berhasil. Akhirnya kami mengambil langkah penertiban,” kata Aldila Yoga Yinogian S.H kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia.

Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia menambahkan, “untuk kerugihan, dasarnya ini tanah kereta api, saat ini sewa gak lagi berjalan dan kami juga melakukan upaya terbaik buat bu Neneng seperti negosiasi dan lain sebaginya.

“Bahkan setelah bu Neneng sudah menandatangani perpanjangan sewa pada tahun 2018, namun kenapa bu Neneng ingkar dan gak mau membayar. “tepatnya ditahun 2019 kami juga melakukan musyawarah keluargaan, karena PT. KAI prinsip awalnya musyawarah keluargaan, dengan cara kami kirimkan surat peringatan satu, dua sampai tiga kali tidak diindahkan oleh bu Neneng.

Kami selaku pengacara memperingatkan agar bu Neneng segera membayar hak PT. Kereta Api Indonesia. “kami juga memberikan tempo tidak ujuk – ujuk kegiatan ini dilaksanakan,”jelas Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia

Sedangkan surat peringatan terakhir kami kirimkan kepada bu Neneng pada tanggal 2 Nopember, namun juga tidak ada itikad baik dari bu Neneng maupun kuasa hukumnya, hal itu yang akhirnya mendasari PT. KAI mengambil langkah penertiban. Langkah ini kami laksanakan sudah sesuai dengan SK Direksi dan ada juga surat dari Kementerian BUMN dan juga KPK terkait penertiban aset kepemilikan PT. Kereta Api Indonesia secara menyeluruh,”ujar Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia .

Terkait kerugihan bu Neneng pihak PT. Kereta Api Indonesia menyampaikan bahwa justru PT. KAI yang sudah dirugikan selama 3 tahun ini. “Sebelumnya kami juga saat mengirim surat bertemu Bu Neneng dan juga kuasa hukum dan LSM yang kala itu mendampingi bu Nenen, kita diskusi, kita juga menanyakan apa yang menjadi kendala bu Neneng ini sehingga setelah menandatangani kontrak perpanjang sewa malah justru gak mau membayar,”terang Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia

Sebelum penertiban kami juga minta agar bu Neneng melihatkan hak atas tanah dalam bentuk sertifikat, namun juga gak ada. “kami juga selaku lowyer sudah koonfirmasi ke Kantor Pertanahan namun juga tidak ada keterangan kepemilikan tanah dan kami juga mendatangi Kecamatan juga gak ada keterangan leter c tanah, dan juga gak ada tanah adat. Berarti hak tanah ini merupakan milik PT. Kereta Api Indonesia, dan juga diindahkan oleh bu Neneng,” tandas Rizal Arif Marfito kuasa hukum PT. Kereta Api Indonesia.

Kronologis kejadian pada hari Senin tanggal 2 Desember datang ratusan orang memakai kaos biru dan hitam menggunakan bis dan angkutan dengan plat AD, spontan memporak – porakan bangunan tanpa menunjukan surat tugas eksekusi maupun penertiban,”ucap suami Neneng Setyawati Lustiningsih

Rasa kemanusiaan yang tidak dimunculkan pihak pengeksekusi bangunan tanpa mereka ketahui di dalam rumah ada cucu – cucu saya yang masih kecil. “untungnya besan saya langsung datang dan membawa keluar lokasi. Bayangkan kalau saja cucu saya yang tidak tau apa – apa harus menimpa
dampaknya,”kata suami Neneng Setyawati Lustiningsih.

“Sebelum eksekusi saya sempat tanyakan kepada kerumunan orang yang berada dilokasi, ini yang bertanggung jawab siapa? tidak ada satupun dilokasi yang menjawab! dan saya juga tanya kepada mereka yang berada dilokasi kalau bekerja mbok menggunakan prikemanusiaan apa tidak takut dosa, saat itu dijawab salah satu petugas dilokasi saya tidak takut dosa,” tutur suami Neneng Setyawati Lustiningsih menuturkan kepada awak media disaat ditemui dikediamannya.

Dalam kondisi struk dirinya meminta rasa keadilan seadil – adilnya, jangan sampai ada oknum yang diuntungkan dalam kaitan ini,”pintanya.

Neneng Setyawati Lustiningsih mengatakan dia berharap Bapak Asiip Kholbihi Bupati Pekalongan, Bapak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah dan Bapak Joko Widodo Presiden Republik Indonesia berpihak kepada rakyat kecil, karena tanah tersebut dulu saya beli dan kami juga masih ingat apa yang disampaikan Bapak Presiden RI bahwa masyarakat yang sudah menempati lebih dari 20 tahun dapat memohonkan hak keabsahan kepemilikan tanah tersebut kepada kantor pertanahan,” ucap Neneng Setyawati Lustiningsih.

Langkah pemohonan keabsahan kepemilikan tanah juga sudah kami lakukan dengan perlengkapan pemberkasan syarat sertifikasi yaitu PBB, KTP setempat dan juga KK ke kantor pertanahan Kabupaten Pekalongan.
“Sudah saya ajukan berjalan 3 tahun, terakhir 1,5 bulan yang lalu saya minta tolong kepada kawan agar menanyakan sertifikat saya kepihak kantor pertanahan, hasilnya disampaikan kepada saya bahwa proses sertifikat tinggal satu kelengkapan yaitu tanda tangan kepala desa Pancar, kec. Tirto Kab. Pekalongan.

“Mendengar berita baik itu, saya langsung menghubungi kepala desa Pacar, dan kepala desa mempersilahkan saya datang ke balaidesa untuk memenuhi tanda tangan. Namun sesampainya di balaidesa kepala desa malah minta saya menunggu, katanya dia (kepala desa Pacar) mau keluar sebentar saya tunggu – tunggu gak kembali, akhirnya sayapun pulang kerumah,”ujar Neneng Setyawati Lustiningsih sangat menyayangkan, seharusnya kepala desa memudahkan pelayanan bukan malah menghindar.

“Awalnya dulu tanah tersebut yang dieksekusi kondisinya rawa – rawa dengan kedalaman 3 meter dari permukaan jalan, akhirnya kami beli dan bangun dengan biaya yang tidak sedikit.

Saya sudah menempati tanah sejak tahun 1992, sebelumnya sewa tanah pertahun perbidang kisaran 100 ribu – 170 ribu sampai 200 ribu, dan di tahun 2008 penagihan juga pernah berhenti hanya yang datang petugas dan saya bayar langsung, tepatnya ditahun 2009 harga sewa naik signifikan mencapai 25 jutaan pertahun.

Sejak itu saya memiliki inisiatif, dengan mendatangi kantor PT. KAI pusat Bandung minta klarifikasi hak atas tanah PT. KAI, allhasil dari pihak kantor pusat memberikan penjelasan bahwa kepemilikan tanah PT. KAI hanya 6 meter sampai 9 meter dari rel kereta api,”tandas Neneng Setyawati Lustiningsih.

Bukan karena mahalnya sewa pertahun saya tidak mau membayar, namun juga pihak PT. Kereta Api Indonesia gak bisa melihatkan sertifikat keabsahan pemilikan tanah. Apakah kalau saya gak membayar sewa yang begitu mahal, saya salah!, dan berimbas eksekusi.

“Artinya tanah kami diluar dari titik koordinat kepemilikan klaim PT. Kereta Api Indonesia, karena dari rel kedepan bangunan sampai 40 meteran lebih,”terang Neneng Setyawati Lustiningsih yang penuh harap agar pihak – pihak yang telah mengeksekusi bangunan usahanya dapat bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku.

“Saya rasa hanya saya yang terlalu diintimidasi oleh pihak eksternal maupun oknum internal PT. KAI mengenai penempatan lahan, padahal saya sudah menempati lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1992, ,”terangnya.

Sedangkan saya juga sudah memiliki IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) namun apa artinya IMB kalau sewena – wena kami dieksekusi sewe – wena, dan disaat saya mendatangi kantor pertanahan juga muncul keterangan dari pihak pertanahan bahwa kepemilikan tanah semua hak negara bebas,” tandas Neneng Setyawati Lustiningsih.

“Saya mbangunnya dengan uang yang tidak sedikit jumlahnya, pertahun juga saya harus membayar biaya ukur 3 juta,”ungkap Neneng yang sangat merasa tertekan dan dirugikan atas eksekusi yang berkedok penertiban dari pihak PT. KAI.

Kalau seandainya pihak PT. KAI mau melakukan penertiban, harusnya menunjukan surat kepemilikan (sertifikat) dan juga surat tugas eksekusi atau penertiban. Kok ini tidak ada! dan kenapa yang ditertibkan hanya punya saya dengan sewena – wena, kalau masalah administrasi sewa karena klaim tanah ini milik PT. KAI.

“Padahal yang telat juga bukan hanya saya, tapi mereka gak pernah diintimidasi maupun di perlakukan seperti saya. ini ada apa? mudah – mudahan Bapak Ganjar Pranowo Gubernur dan Bapak Joko Widodo Presiden RI terpanggil untuk kami masyarakat kecil,” harapnya keadilan dapat berjalan dengan semestinya. (S. Ari).

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.