Opini : Kegagalan Drama Politik Ratna Sarumpaet

Artikel215 Dilihat
Ade Irmanus Sholeh (Mahasiswa Universitas Peradaban)

Belum lama ini publik dihebohkan dengan terkuaknya dusta politik yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet, seorang aktivis perempuan yang sebelumnya menjadi tim pemenangan salah satu kandidat Capres-cawapres (Prabowo-Sandi). Kebohongan itu terkuak setelah Ratna Sarumpaet mengklarifikasi sendiri terkait pemberitaan bahwa dirinya telah mendapatkan perilaku penganiayaan atau persekusi.

Dari pemberitaan tersebut, opini liarpun tumbuh dengan subur di tengah-tengah masyarakat. Kabar terkuaknya dusta politik Ratna Sarumpaet menjadi sebuah gorengan politik yang sangat gurih di tengah-tengah proses kampanye pilpres 2019 nanti, nampaknya kasus ini sudah diskenario serapih mungkin dengan manajemen konflik yang sistematis dan masiv diberitakan untuk dikonsumsi publik dalam menggiring opini masyarakat terkait pilpres, mengingat Ratna Sarumpaet adalah anggota tim pemenangan Prabowo-Sandi.

Kasus kebohongan ini menjadi catatan hitam tersendiri bagi proses pendewasaan dalam proses kontestasi pemilu di Indonesia. Penyebaran berita hoax begitu cepat dan seolah-olah tak dapat dibendung. Kampanye hitam seolah-olah menjadi cara yang ampuh dan strategis untuk dilakukan demi menjatuhkan lawan politik. Dalam perkembangannya, setelah Ratna Sarumpaet mengklarifikasi kebohongannya, langkah cepat diambil oleh Prabowo dengan memecat Ratna Sarumpaet dari tim pemenangan, dan langkah hukum juga ditempuh oleh Prabowo untuk membersihkan nama Prabowo-Sandi dari jerat opini yang merusak citra nama Prabowo-Sandi.

Suhu politik semakin memanas dengan adanya kasus ini, semua pihak harus menanggapi dengan kepala dingin dan bisa menyejukkan, jangan menambah panas dengan kondisi yang sudah ada.

Dampak permainan drama politik yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet menyebabkan tokoh-tokoh penting seperti Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang Wakil Ketua DPR, Amien Rais, Rizal Ramli, Dahnil Simanjuntak, bahkan Prabowo dan Sandiaga Uno selaku pasangan yang akan berkontestasi dalam pilpres ikut terperangkap dalam dusta politik yang dilakukan oleh seorang Ratna Sarumpaet.

Melalui kasus ini, publik disadarkan betapa kejinya individu maupun kelompok dalam memproduksi berita hoax yang bertujuan untuk membuat kegaduhan politik demi kepentingan kelompok tertentu. Sudah banyak energi dan pikiran terkuras hanya untuk mengurus masalah ini. Ada semacam kesengajaan dalam memproduksi berita hoax penganiayaan Ratna Sarumpaet untuk kepentingan black campaign dan upaya pendiskreditan kepada pihak ataupun kelompok tertentu.

Motif politik sangat terasa dalam kasus dusta seorang Ratna Sarumpaet. Kegagalan skenario drama politik Ratna Sarumpaet mengingatkan semua pihak agar selalu tabayun (cermat) dalam memperoleh kabar ataupun berita yang belum jelas muaranya. Segala bentuk provokasi dan distorsi opini kini menjadi tren baru dalam kontestasi pemilu, namun cara tersebut tidak dibenarkan sama sekali dan sangat bertentangan dengan nilai dan prinsip demokrasi yang jujur dan adil. Semua pihak harus bersama-sama melawan hoax yang dapat menimbulkan perpecahan dan kegaduhan politik khususnya, masyarakat harus mendapatkan edukasi yang komprehensif ikhwal bahaya berita hoax yang kian masiv tak terbendung utamanya menjelang kontestasi pemilihan presiden 2019.

Drama politik Ratna Sarumpaet yang menjadi sorotan dan konsumsi publik saat ini adalah strategi mempolitisasi kasus kekerasaan secara sepihak dan ini dirasa sangat janggal karena tidak adanya bukti laporan ke polisi serta keterangan resmi dari rumah sakit tempat Ratna Sarumpaet dirawat. Jangan sampai kasus ini menguras semua energi dan pikiran masyarakat di tengah duka yang masih menyelimuti saudara-saudara Kita di Palu, Sigi dan Donggala.

Oleh : Ade Irmanus Sholeh (Mahasiswa Universitas Peradaban)

Editor : Abu Bakar Sidik

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.