Opini : Idul Adha dan Air

Artikel673 Dilihat

Opini : Idul Adha dan Air

oleh : Adin Rizka Khakim, S. Pd
Konsultan Millenial Bupati Magelang Bidang Lingkungan Hidup

Idul Adha adalah menifestasi filantropi setiap muslim dengan implementasi keberpihakan terhadap kaum mustadh’afin dengan membagikan daging qurban untuk dinikmati setiap kalangan dan lini sosial.

Momentum idul Qurban dengan segudang hikmahnya penting untuk selalu direfleksikan dan diaktualisasikan terutama bagi kita generasi millennial yang syarat akan pergeseran nilai dan pola kehidupan. Tak hanya hikmah Nabi Ibrahim dan Ismail yang perlu kita ingat, namun juga istri Nabi Ibrahim, ibu Nabi Ismail AS yakni Siti Hajar.

Ribuan tahun silam, seorang pejuang perempuan bernama Siti Hajar, berlari-lari antara Safa dan Marwah demi menemukan air sumber kehidupan sehingga Allah SWT pun menjawab Siti Hajar dengan ditemukannya sumur Zamzam.

Secara teologis, islam telah memberikan gambaran logis bagaimana posisi manusia yang erat berkaitan dengan alam, terutama air. Sebagaimana Siti Hajar ketika ditinggal Nabi Ibrahim AS, ia menyadari bahwa ia harus mencari sumber kehidupan sebelum kebutuhan yang lain. Sumber itu ialah mata air. Ia berjuang sebagai pioneer pejuang air dipadang tandus. Bahkan sebagai wujud penghargaan sampai kini momentum itu terus diamalkan sebagai salah satu ritual ibadah haji yang disebut sa’i.

Kita harus tahu, lebih dari 75% zat penyusun tubuh manusia terdiri dari air, bahkan bumi yang kita tinggali juga lebih dari 71% mengandung air. PBB pun menyetujui 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang hendak dicapai pada 2030, salah satunya negara berkomitmen untuk memastikan akses terhadap air dan sanitasi untuk semua orang.

Untuk urusan air, menurut The United States Geological Survey Water Science School, dari 71 % bumi kita yang tertutup air, lautan berkisar 97 % dari seluruh air bumi, yang berarti hanya 3 % air yang tidak mengandung garam. Dari semua air tawar di dunia, 69 % berupa es dan gletser. Hanya 0,26 persen air dunia ada di danau air tawar, dan hanya 0,001 persen dari seluruh air kita yang ada di atmosfer. Mengapa terjadi krisis air?

Allah menerangkan dalam Al Qur’an,

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). QS Ar – Ruum 41.

Agama dan spiritualitas ditanyatakan sebagai dua elemen penting dalam Eco-healing, Menurut Lester R. Brown, agama mempunyai peran penting untuk menanggulangi isu kerusakan. Oleh karena itu harus ada sinergi yang kuat antara agama, pelaku industri, dan akademisi dalam membuat peraturan tentang etika lingkungan.

Berbagai bentuk kerusakan mata air akibat ekploitasi sumber daya air yang dilakukan oleh manusia telah menimbulkan berbagai bencana, seperti kekeringan, air tercemar, longsor, maupun turunnya permukaan tanah di kota tertentu.

Meneladani Siti Hajar

Sebagaimana penghargaan Siti Hajar dalam mencari sumber utama kehidupan, yakni air. Kita sebagai millennial harus terus mencontoh dan mengaplikasikan perilaku Siti Hajar dalam melestarikan lingkungan berupa mata air. Reboisasi di sekitar mata air harus diperhatikan dengan serius karena ia adalah amanat agama secara teologis yang tidak boleh dipisahkan, juga amanat kita sebagai “ orang dalam” yang masih memerlukan air sebagai sumber kehidupan anak cucu kita kelak.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.