Muhasabah di Akhir Tahun Pandemi

Banyumas97 Dilihat

Banyumas, Medianasional.id – Tahun baru masehi sudah di depan mata. Dua belas bulan di tahun 2020 sudah penuh terlewati dan akan berganti bulan-bulan di tahun 2021. Tahun 2020 menandai sejarah baru dunia menhadapi wabah yang mengobrak-abrik tatanan dan kemapaman. Dunia yang tengah gagah mendewa-dewakan science dan kemajuan teknologi informasi, di uji dengan datangnya virus maha mikro yang melumat hampir seluruh negara-negara di dunia.

Dalam situasi pandemi, akhir tahun dijelang dalam suasana penuh keprihatinan dan waspada. Virus covid-19 sudah mengelilingi orang-orang di sekitar kita. Dalam situasi saat ini, Masih relevankah memperdebatkan haram halal perayaan tahun masehi? Alih-alih bagaimana prihatin dengan suasana pandemi dan menghidmahinya, keributan wacana tahunan terasa tidak peka dengan pesan semesta yang di bawa covid-19.

Pergantian Tahun adalah Tanda Kekuasaan Tuhan

Meski kejadian setiap waktu tidak sama, sejatinya waktu, berjalan secara linier dan terus merepetisi. Tahun merupakan satuan hitungan waktu yang bisa dipergunakan manusia untuk mengetahui perjalanan masa dalam kehidupan mereka. Dengan perhitungan tahun, manusia dapat membuat petanda dalam hidupnya, merencana dan menjangkau capaian-capain hidup dalam rentang masa.

Dalam menghitung waktu, para ahli astronomi berpedoman kepada matahari dan bulan. Penetapan ini didasarkan pada keduanya dalam waktu yang cukup lama. Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa keduanya merupakan benda langit yang bergerak dalam orbitnya secara pasti dan dalam kurun waktu yang tetap. Oleh karena itu, menjadikan bulan dan matahari sebagai pedoman waktu merupakan bagian dari ijtihad yang berdasar dan disepakati secara umum. Sejak penetapan ini, sebagian besar manusia di bumi sepakat menggunakannya sebagai hitungan waktu, yang disebut kalender, seperti yang ada saat ini.

Al-Quran pun mengatakan bahwa keduanya, baik matahari maupun bulan diciptakan sebagai tanda perhitungan waktu bagi manusia yang mengamatinya dari Bumi. Dalam al-Qur’an Surat Ar-Rahman (55): 5, di sebutkan : “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan”. Kemudian dalam al-Qur’an Surat Yunus (10): 5, juga pada al-Quran Surat Yasin (36): 38-39.

Penetapan kalender masehi ditetapkan oleh Kaisar Roma Julius Caesar yang memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM dengan kalender Gregorian. Tahun baru Masehi, yang pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM ini. Dalam mendesain kalender baru Masehi, Julius Caesar juga dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, Mesir.

Awal tahun Masehi ditetapkan merujuk kepada tahun yang dianggap sebagai tahun kelahiran Nabi Isa al-Masih, karena itulah kalender ini dinamakan Masihiyah atau Yesus dari Nazaret. Sistem penanggalan ini, mulai diadopsi di Eropa Barat selama abad ke-8. Penetapan berdasarkan kelahiran nabi Isa adalah dipilih sebagai penanda lahirnya pemimpin besar, bukan keyakinannya.

Artinya, siapapun dari berbagai latar agama biasa merayakannya. Lalu bagaimana dengan tahun Hijriyah? Juga adalah penanda dari tokoh besar, yaitu dari sosok Nabi besar umat Islam, Muhammad SAW.

Dikisahkan, saat Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhan bin Ubaidillah. Mereka bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad Rasulullah saw.

Ketika itu, usul tercerdas yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah). Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a., dan ditetapkanlah tahun pertama dalam kalender Islam pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Jadilah tahun baru Hijriyah pertama dimulai pada tahun 622 Masehi.

Cukup jelas bahwa tahun baru Masehi maupun Hijriyah, adalah penanda lahir atau penanda aktifitas tokoh panutan yang berpengaruh. Tahun baru Saka yang dirayakan umat Hindu juga berangkat dari nama seorang raja ternama dari India bagian selatan, Saliwahana. Penanggalannya dimulai saat Saliwahana mengalahkan kaum Saka pada tahun 78 M.

Sebagaimana waktu, covid-19 adalah tanda kekuasaan Tuhan

Melihat keterangan di atas, rasanya naïf jika kita masih berselisih tentang pemakaian tahun masehi atau hijriah sebagai penanggalan dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya adalah dari Allah yang menjadi bagian dari tanda kekuasaan -Nya, dan merupakan ketetapan yang telah di nash bahwa dari keduanya, baik matahari ataupun bulan dapat dijadikan petanda dalam kehidupan. Perdebatanya mungkin pada penamaan dan penemuannya, Masehi adalah tahun yang dinisbatkan pada lahirnya nabi isa. Sedangkan Hijriah adalah tahun yang penetapannya dinisbatkan pada sejarah hijrah nabi Muhammad. Sampai disini pun, keduanya adalah nabi Allah, so, no problem.

Tampaknya terlalu simplitis, jika mengaitkan tahun baru masehi yang nyatanya tidak bisa kita lepaskan dalam kehidupan sehari-hari dengan akidah dan keimanan. Mengakui dan merayakan pergantian tahun baru masehi dianggap bid’ah dan kafir ataupun tidak islami. Padahal jika kita mau terbuka, menggunakan akal fikiran untuk menemukan rahasia alam yang sedemikian luas sebagai ayat kauniyah-Nya adalah perilaku islami. Maka penemuan tahun berdasarkan penetapan matahari sama islaminya dengan penetapan tahun baru berdasarkan bulan.

Sebagaimana matahari dan bulan yang menjadi tanda kekuasaan tuhan, hari ini dunia tengah di tunjukan oleh tuhan sesuatu yang teramat kecil tetapi berdampak maha dahsyat bagi kehidupan manusia melalui covid-19. Di tengah optimisme dunia dg pencapaian-pencapaian akbar melalui berbagai penemuan mutakhir dari teknologi informasi hingga intelegensi artifisial, dari era 4.0 yang tengah melesat pada era 5.0, tetiba dalam sekejap dijungkirbalikan hanya oleh satu makhluk kasat mata bernama covid-19. Dengan lensa iman, terasa benar bahwa tuhan sedang mengajarkan manusia untuk tunduk dan tidak pongah, sebab sehebat sedigdaya manusia bisa dalam sepersekian detik dibalik keadaanya oleh kuasa-Nya.

Di penghujung tahun yang diliputi wabah ini, saatnya manusia bermuhasabah. Melakukan evaluasi diri, menilik lebih dalam ke diri, untuk melahirkan jiwa-jiwa yang bersih. Membawa dunia yang semakin renta dalam berbagai pencapaianya tetap dalam koridor khalifatullah fil ard.

Mari gunakan pergantian tahun baru masehi untuk bermuasabah diri, menengok hari kemarin dari kaca mata hari ini untuk menjadi pijakan dalam melangkah di hari depan. Momen pergantian tahun baru yang biasanya ditandai dengan nyala kembang api dan tiupan terompet, saatnya kembang api kesadaran kemanusiaan dihidipkan lebih terang. Dengan tetap berada di rumah, menghidmahi pergantian tahun bersama kekuarga adalah momentum membangun kedekatan keluarga. Banyak yang bisa dilakukan, tidak harus dengan petasan dan kembang api di alun-alun. cukup dengan melakukan hal-hal kecil bersama di rumah, meluangkan waktu untuk merasakan indahnya kebersamaan.

Yang sejati dari pergantian tahun adalah petanda tentang waktu, islam mengingatkan bahwa waktu itu laksana pedang,”ál-waqtu ka saif” , waktu (pedang) memiliki ujung tajam yang bisa menjadi alat kebaikan atau sebaliknya penghantar keburukan. Waktu juga bisa tumpul jika tidak digunakan dengan baik. Sebegitu pentingnya kesadaran akan waktu, al-Qur’an mengingatkan dan mengabadikannya dalam surat ke 103, yaitu surat al-‘asr (masa) : “Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”.

Mari berupaya terhindar menjadi bagian dari kelompok orang yang merugi, dengan bermuhasabah di penghujung tahun pandemi 2020 sembari melantunkan doa pandemi ini akan segera berakhir. Dan kehidupan akan benar-benar kembali.

Oleh : Umnia Labibah (Div.Perempuan, Remaja dan Keluarga MUI Banyumas).

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.