Mewujudkan Pemilih yang Berdaulat

Artikel116 Dilihat

Mewujudkan Pemilih yang Berdaulat

Oleh : Yusuf Fikar Romadhon

(Mahasiswa Universitas Peradaban, jurusan PGSD)

Hajat besar demokrasi negeri ini tinggal menghitung hari lagi yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta pemilihan Legislatif. Kontestasi pemilu yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 menjadi fokus publik dalam lingkup diskusi maupun wacana terkait kandidat calon presiden dan calon wakil presiden serta calon legislatif. Berbagai strategi dan taktik dijalankan guna mendapatkan suara yang banyak untuk memenangkan hajat mereka yang berkepentingan pada kontestasi pemilu tahun 2019 ini. Ada masalah klasik yang selalu ada di setiap momentum pemilu yaitu ihwal money politic atau politik uang. Sepertinya masalah ini sudah menjadi kultur yang mengakar pada setiap momen pemilu maupun pilkada. Tak bisa dipungkiri bahwa kesejahteraan masyarakat kita masih jauh dari harapan, mungkin ini yang membuat masyarakat mudah tergoda dengan praktik politik uang.

Berdasarkan data per tangggal 27 Juni 2018 pukul 15:00 WIB, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat dugaan pelanggaran yang terjadi pada tahapan masa tenang 24-26 Juni 2018 lalu adalah sebanyak 99 dugaan pelanggaran. Dari jumlah tersebut, 35 diantaranya merupakan kasus dugaan politik uang. Berdasarkan sebaran wilayah, kasus dugaan politik uang tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan delapan kasus, Sumatera Utara dan Lampung masing-masing tujuh kasus. Selanjutnya Jawa Tengah lima kasus, Sulawesi Barat dan Banten dua kasus, serta satu dugaan pelanggaran di Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sejatinya asas pemilu di Indonesia ialah menggunakan asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) yang sudah ada dari zaman Orde Baru.”Langsung” berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.”Umum” berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. “Bebas” berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada intervensi dari pihak manapun. “Rahasia” berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas JURDIL (Jujur dan Adil). Asas “jujur” mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas “adil” adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

Dari asas pemilu tersebut sudah jelas tujuan yang akan dicapai dari pemilu yang dilaksanakan adalah pemilu yang berkualitas dan memiliki integritas. Sudah seharusnya sebagai warga negara yang baik Kita menjalankan asas pemilu dengan baik dan kesadaran penuh guna tercapainya pemilu yang berkualitas yang akan melahirkan good government dengan asas pemilu yang sudah ada. Namun asas pemilu yang sudah dibuat dengan baik itu rupanya mulai dikotori dengan praktik-praktik politik yang kurang sehat yaitu paraktik klasik politik uang. Pemilih, peserta pemilu dan penyelenggara pemilu adalah komponen pemilu yang sangat menentukan kualitas masa depan demokrasi negeri ini. Semua komponen harus bersinergi dan berjamaah melawan praktik politik uang yang sudah kronis. Penyelenggara pemilu harus bekerja ekstra untuk menyadarkan kepada masyarakat bahwa praktik politik uang adalah sumber penyakit dan awal dari praktik korupsi maupun grativikasi yang akan menciderai sistem demokrasi yang sudah ada. Peran pemilih juga sangat penting guna menciptakan demokrasi yang bersih dan sehat dengan tidak mudah tergiur karena ditawari uang dengan nominal yang tidak seberapa, harga diri jauh lebih mahal ketimbang harga sembako yang dikemas rapih dalam bentuk praktik politik uang yang rapih, karena ini berbicara tentang lima tahun ke depan dan masa depan negri ini, maka pemilih harus berpikir progresif bahwa uang yang diterimanya tidak memiliki nilai yang lebih jika dibandingkan dengan lima tahun kedepan dan masa yang akan datang.

Peserta pemilu harus memberikan edukasi politik yang baik kepada masyarakat, politik yang santun dengan menampilkan komunikasi publik yang baik tanpa memecah belah, serta tampilkan pula kesan politik yang menggembirakan tanpa menyudutkan pihak lawan. Komitmen bersama membangun sistem demokrasi yang sehat perlu diinternalisasikan dalam setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat Kita. Cita-cita mewujudkan pemilih yang berdaulat adalah tekad bulat yang harus dicapai demi kemaslahatan bersama agar negara sehat tanpa praktik-praktik politik kotor serta menjadikan negara kuat dengan asas pemilu LUBER JURDIL.

Editor : Abu Bakar Sidik

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.