Merefleksikan Kembali Nilai-nilai Keindonesiaan dalam Dinamika Pilpres 2019

Artikel71 Dilihat

Oleh : Alfiah
(Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Universitas Peradaban Bumiayu)

ADVERTISEMENT

Pasca debat kedua Capres beberapa hari lalu nampaknya meninggalkan sebukit pertanyaan dan segunung benturan kisah masa lalu yang masih penuh tanda tanya. Tak hanya itu, polemik dan adu argumen serta “saling lapor” yang digaungkan para relawan masing-masing kandidat semakin gencar dilakukan demi memudarkan elektabilitas lawan politiknya.

Ada yang terlupakan oleh sekian banyak orang, baik masyarakat maupun elite karna saking euforia nya merayakan pesta demokrasi besar 5 tahunan ini, yaitu moral politik warga negara yang katanya menganut demokrasi dalam menjalani dunia perpolitikannya. Sikap kekanak-kanakan dalam berpolitik nampaknya masih saja melekat pada politikus yang hendaknya sudah selesai dalam masalah moral politik pra ia masuk dalam dunia yang sarat akan kamuflase dan penuh tipudaya ini.

Kampanye sehat seolah hanya menjadi harapan semata saja, bagaimana tidak? Hampir disetiap pemberitaan baik media cetak, media online sampai pada pemberitaan di televisi tak pernah luput dari berita bohong/ hoaks, ujaran kebencian,saling tuduh, hingga fitnah memfitnah pasti ada setiap harinya.

Mari kita berkontemplasi sejenak, Indonesia merupakan bangsa yang besar. Bukan hanya wilayahnya saja, akan tetapi jumlah manusia yang ada didalamnya merupakan populasi manusia terbesar ke 4 di dunia setelah China, India, dan Amerika. Puluhan bahkan ratusan suku, ras, budaya dan bahasa terbesar pun telah diakui dunia sebab karna perbedaan yang sebegitu banyaknya namun tetap hidup beriringan lah yang membuat Indonesia menjadi besar dan mampu bersanding dengan negara besar lainnya yang ada dibawah naungan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Kondisi bangsa Indonesia yang amat sangat majemuk, sarat dengan multikulturalisme dan pluralisme menjadi tantangan tersendiri bagi siapa saja yang memiliki niat baik untuk memimpin negara sebesar ini. Jadi, tak perlu gusar dan tak perlu memaksakan kesempurnaan dalam waktu yang singkat untuk membenahi, apalagi membawa perubahan yang massif dan instan menjadi Indonesia yang akan mampu dan setara mengungguli negara adidaya seperti Amerika dan China.

Sikap optimisme terhadap kemampuan negara sendiri memang sangat penting, namun kembali lagi kita harus sadar, terbuka, dan penuh suka cita untuk bergerak maju dan melangkah bersama, bahu-membahu saling membagi semangat nasionalisme untuk negeri tercinta. Salah satu langkah paling sederhana dalam ranah politiknya adalah dengan tidak golput pada saat pesta demokrasi berlangsung dan tidak mengklaim pilihan politik masing-masing lah yang paling benar dan paling pas untuk memimpin Indonesia.

Perlukah ada pelatihan, kursus, les atau semacamnya untuk meningkatkan sikap dewasa dalam menyikapi perbedaan pilihan? Tentu tidak pikir penulis. Karena jika melihat umur Indonesia terhitung pasca proklamasi tentu sudah bukan negara yang muda lagi dalam urusan politik. Penting kiranya kita kembali menjadi warga negara Indonesia yang sebenar-benarnya warga Indonesia. Warga yang penuh toleransi, menerima perbedaan sebagai fitrah dari Tuhan tanpa menggugat adanya persamaan.

Dinamika dalam kontes politik dan demokrasi salah satunya memang berbeda pilihan itu sendiri, namun tidak harus menihilkan sikap kedewasaan dan meniadakan sikap legowo menerima perbedaan yang ada sebab fanatisme yang sudah terlanjur menjamur di hampir setiap kubu. Karena siapapun yang terpilih nanti itulah pemimpin yang dikehendaki Tuhan untuk memimpin negara ini 5 tahun kedepan entah dengan apa, bagaimana dan mau seperti apa jadinya negeri ini tentu biarlah sesuai kemampuan sang pemimpin nantinya. Tugas kita sebagai warga negara yang baik tentu harus senantiasa mendukung, memberikan semangat dan doa untuk kemaslahatan bersama dan kemajuan bangsa tercinta dengan menunaikan hak dan kewajiban kita dengan sebaik-baiknya agar kondisi dan roda kehidupan dalam berbangsa dan bernegara senantiasa berjalan sehat, selalu lancar dan baik sebagai mana mestinya.

Sebagai bangsa yang besar, sudah seharusnya tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keindonesiaan dengan tidak lagi mempermasalahkan perbedaan pandangan politik dan perbedaan pilihan politik yang hanya akan menimbulkan perpecahan antar golongan dikalangan masyarakat. Pesta demokrasi adalah pesta bersama, hilangkan sekat pembeda dan hal-hal yang membuat pesta ini menjadi kacau dan menghasilkan sesuatu yang sia-sia. Momentum demokrasi adalah salah satu ajang pendewasaan suatu bangsa dalam menentukan pandangan dan arah perpolitikan negaranya. Pemilu damai 2019, terpilihlah pemimpin ideal untuk Indonesia yang diharapkan oleh semua mampu membawa NKRI menuju arah yang lebih baik, membawa perubahan nyata dalam segala bidang sehingga terwujudlah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.

Editor : Abu Bakar Sidik

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.