Faktor Efektivitas Audit Internal Syariah

Artikel149 Dilihat
Oleh: Ayu Safira (Mahasiswi STEI SEBI)

Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia mengalami perkembangan tiap tahunnya. Perkembangan tersebut seiring dengan berkembangnya ekonomi syariah di dunia. Dalam lingkup global, Indonesia menempati posisi ke-7 dengan kepemilikan total aset keuangan syariah terbesar. Posisi Indonesia meningkat signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Menurut Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia tahun 2019 yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dukungan pemerintah dan dimulainya integrasi ekosistem keuangan syariah seperti industri halal dan dana sosial keagamaan disebut-sebut sebagai faktor yang paling signifikan untuk memajukan industri keuangan syariah di Indonesia.

Salah satu bagian dari Lembaga Keuangan Syariah adalah bank syariah. Pertumbuhannya meningkat tajam meski market share-nya masih terhitung kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini dapat dipicu karena kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepatuhan syariah (sharia compliance) bank syariah. Maka dari itu, bank syariah harus membuktikan dan memastikan semua aktivitas dan transaksinya sesuai dengan syariah atau hukum islam. Audit internal syariah menjadi alat pengendalian internal untuk bank syariah. Menurut Minarni (2010), audit syariah dapat dimaknai sebagai proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah tidak melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah.

Fungsi audit syariah menurut Harahap (2002) dilakukan berdasarkan sikap kehati-hatian terhadap laporan yang disajikan perusahaan yang kemungkinan mengandung informasi yang tidak benar dan dapat merugikan pihak lain yang tidak memiliki kemampuan akses terhadap sumber informasi. Berdasarkan penelitian Yacoob dan Donglah (2012), audit internal syariah harus diterapkan di bank syariah untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu memenuhi maqashid syariah, menghindari risiko ketidakpatuhan syariah, mendapatkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan, dan lain-lain. Audit internal syariah memberikan tingkat kepastian tertentu kepada pemangku kepentingan.

Karena karakteristik dari bank syariah berbeda dengan bank konvensional, maka bentuk dan standar dalam pengawasannya juga berbeda. Pengawasan bank syariah ada dalam otoritas Bank Indonesia (BI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Disini peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) sangat penting dalam pengendalian aspek syariah, juga auditor memiliki peran utama dalam menguji penyajian laporan keuangan. Standar audit yang berlaku yaitu standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions). Salah satu standar AAOIFI menyatakan bahwa audit yang efektif harus memenuhi kriteria tranparansi, yaitu dengan memberikan bukti yang cukup yang mengarahkan auditor untuk menyimpulkan bahwa bank syariah telah memenuhi prinsip syariah dan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Menurut Khalid (2017), efektivitas audit syariah internal sebagai kemampuan auditor internal syariah dalam mencapai tujuan Lembaga Keuangan Syariah, yang dapat diperoleh dengan meningkatkan kinerjanya. Efektivitas ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kemandirian auditor dan kompetensi serta profesionalisme prestasi kerja dalam merencanakan, melaksanakan dan melaporkan hasil audit internal syariah.

Latifah dan Syed (2020) dalam penelitiannya merumuskan faktor internal dan eksternal untuk audit internal syariah yang efektif, yaitu:

  1. Faktor internal
    Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas memberikan arahan dan pengawasan bisnis untuk memastikan semua transaksi dan operasi bank syariah sesuai dengan prinsip syariah. Dewan direksi, yang memiliki tanggung jawab terhadap tata kelola perusahaan dan membangun sistem kontrol yang kuat. Dukungan manajemen, yang mendukung departemen audit internal syariah dengan memberikan tenaga profesional untuk menjalankan audit.
  2. Faktor eksternal
    Lembaga audit syariah, yang membuat regulasi nasional dan internasional untuk bank syariah. Lembaga audit syariah seperti AAOIFI dan IFSB.
    Hukum dan pedoman perbankan Islam, yang menjadi acuan utama untuk sektor perbankan syariah.
    Auditor syariah eksternal, yang berperan untuk memberikan pendapat formal dan hukum tentang kepatuhan bank syariah terhadap prinsip syariah.
    Auditor eksternal, yang bertugas selain memberikan laporan audit, juga mengkomunikasikan kepada direksi atau komite audit internal mengenai hasil audit eksternal.

Faktor tersebut yang mempengaruhi audit internal syariah lebih efektif, tetapi tidak menggantikan tugas manajemen bank syariah dan tidak menjamin bank syariah bebas dari permasalahan.

Untuk mewujudkan pengawasan yang efektif, perlu adanya dukungan penuh dari Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas pengawasan lembaga keuangan syariah, yang melibatkan Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah juga disesuaikan dengan standar audit dari AAOIFI. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat harus ada tata kelola yang dimaksimalkan agar dapat memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.