Opini : Dakwah Kontekstual dan Pentingnya Membangun Kesadaran Moderasi Beragama

Artikel421 Dilihat

Dakwah Kontekstual dan Pentingnya Membangun Kesadaran Moderasi Beragama

Penulis: Hasan Maftuh., M.A (Sekretaris Direktur LDMI PB HMI)

Moderasi beragama sebagai aktifitas dakwah yang lebih kontekstual, begitu penting untuk dilakukan. Hal ini menjadi tanggung jawab semua pihak dalam membangun kesepahaman berpikir. Jika yang demikian dapat tercapai, maka menjadi modal awal untuk membangun masyarakat yang lebih maju.

Secara mendasar moderasi sebenarnya sudah di ajarkan agama Islam dan tertuang di dalam Al Qur’an. Istilah moderasi disebut dengan Al washatiyyah. Al washatiyyah secara istilah erat yang artinya suatu karakteristik terpuji, menjaga seseorang dari kecenderungan bersikap ekstrim. Sementara, dipahami dengan istilah toleransi yang dalam bahasa Inggris sering disebut dengan istilah tolerance.

Moderasi dari sudut pandang bahasa arab disebut dengan istilah tasamuh yang berarti bermurah hati. Islam sangat menganjurkan umatnya agar menerapkan cara berfikir tasamuh atau moderat. Tindakan yang diambil adalah dengan menerapkan sikap atau tindakan dengan batasan-batasan tertentu.

Sebetulnya, sikap tolerasi tidak semata-mata untuk sesama manusia, tetapi terlebih lagi untuk alam semesta. Hal semacam ini menjadikan istilah toleransi mengalami perluasan makna. Pentingnya menerapkan toleransi, maka Islam menempatkan hal demikian pada implementasi konkrit di dalam beragama.

Jika tidak terkendali, maka akan menyebabkan sensitifitas, sikap primordial dan begitu mudah menyebabkan konflik. Islam dalam perspektif teologis menjamin tidak ada paksaan memeluknya. Islam dengan sikap yang toleran dan harmonis ini menjadi bukti sejarah Islam yang diabadikan para sejarawan dalam tulisan-tulisannya. Maka sudah semestinya tidak ada lagi sikap memaksa kehendak kita kepada orang lain supaya mereka sama dan mau mengikuti keyakinan kita, selanjutnya ini merupakan suatu sikap a historis.

Tolerasi beragama dalam Islam dipahami bukan pada tataran meleburnya dua keyakinan menjadi satu. Tidak juga untuk saling bertukar keyakinan dengan sebuah kelompok agama yang berbeda. Toleransi di sini adalah dalam pengertian muamalah atau interaksi sosial sehingga adanya batas-batas bersama yang boleh maupun tidak boleh dilanggar. Inilah yang menjadi esensi mendasar dari toleransi tersebut di mana masing-masing pihak mampu mengendalikan diri serta menyediakan ruang untuk saling menghargai keunikannya. Selanjutnya, tanpa merasa terganggu ataupun terancam keyakinan maupun hak-hak nya.

Moderasi beragama adalah kepercayaan diri terhadap pentingnya ajaran agama yang dianut, dengan tetap berbagi kebenaran sejauh terkait tafsir agama. Dengan kata lain moderasi agama menunjukkan adanya penerimaan, keterbukaan, dan sinergi dari kelompok keagamaan yang berbeda. Karakter moderasi Islam digambarkan dengan sikap-sikap yang berlebih-lebihan atau sikap meremehkan terkait berbagai permasalahan agama maupun duniawi. Sehingga timbul isu-isu intoleransi terhadap pihak lainnya. Maka dari itu, dalam menyikapi moderasi beragama dibutuhkan kemampuan berpikir secara objektif dan komprehensif terkait berbagai permasalahan yang ada, utamanya dalam memandang isu-isu pluralitas agama.

Revolusi mental dalam mengubah karakter dari masyarakat yang plural harus dilakukan secara intensif, dimulai dengan merubah pola pikir, pola keyakinan serta pola spiritualitas yang dapat menciptakan suatu perilaku yang berkaitan dengan revolusi mental. Mental yang berkarakter akan mempengaruhi beberapa faktor, diantaranya lingkungan, pendidikan, hereditas, dan budaya global.

Keanekaragaman ras, suku serta agama merupakan suatu cirikhas dari Indonesia, tak dapat dipungkiri banyak isu-isu intoleransi yang terjadi di Indonesia termasuk isu-isu pluralitas agama. Pluralitas agama adalah sebuah fakta atau keadaan agama yang sifatnya majemuk. Kemajemukan agama adalah sesuatu yang wajar terjadi termasuk di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain pun demikian, bahkan pada zaman Rasulullah juga demikian, dan mereka bisa hidup berdampingan secara damai.

Dalam mengantisipasi serta meminimalisir terjadinya isu-isu pluralitas agama maka seluruh penganut agama yang ada di Indonesia harus menerima kemajemukan tersebut, jika ingin menciptakan harmonisaasi dan kedamaian meskipun memiliki konsep teologis yang berbeda, itulah salah satu cerminan dari moderasi beragama dengan sikap inklusifistasnya. Ajaran agama Islam adalah ajaran yang inklusif, baik dari aspek kemanusiaan, maupun kehidupan beragama, oleh karena itu pemahaman yang mendalam terhadap konsep moderasi beragama dan pluralitas agama menjadi sangat penting.

Khususnya dalam merawat perbedaan keutuhan negara republik Indonesia dengan beberapa keanekaragaman di dalamnya. Di Indonesia sering terjadi masalah terkait dengan pluralitas agama, akibat dari ketidak dewasaan dalam beragama, juga disebabkan kurangnya pengetahuan tentangnya. Dengan demikian, moderasi beragama sangat berkaitan dengan kedewasaan individu dengan mengedapankan sikap bijak. Konsep moderasi jika ingin berjalan dengan lancar maka individu harus bergerak dalam revolusi mental. Konsep moderasi beragama harus diprioritaskan dan dipahami secara general maupun secara spesifik, karena Indonesia merupakan negara pluralitas.

Keanekaragaman merupakan ciri khas dari negara ini. Revoluasi mental harus segera dipahami dan di implementasikan oleh masyarakat guna memberantas sikap intoleran. Dalam upaya memahami moderasi agama dibutuhkan kemampuan berpikir secara objektif dan komprehensif terkait berbagai permasalahan yang ada, utamanya dalam memandang isu-isu pluralitas agama. Maka, pengetahuan mengenai keagamaan harus selalu dipelajari dan diterapkan guna dalam mencegah terjadi kegiatan-kegiatan yang ekstrim dan radikal terhadap agama.

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.