7 Tahun Kirab Kebo Bule di Gunung Rogo Kusumo Silurah

Batang226 Dilihat

Batang, medianasional.id Meski diguyur hujan lebat tidak mengurangi antusias warga Desa Silurah Kecamatan Wonotunggal dalam melestarikan ritual budaya kirab Kebo Bule Ki Ageng Rogo Kusumo Kamis (24/1).

Dan selian kirab budaya Kebo Bule, masyatakat juga mengarak hasil bumi dan seni tradisional mengelilingi desa. Dalam rangkaian Nyadran Gunung Silurah 2019 yang berlangsung selama empat hari di gelar.

Giat gelar tradisi budaya ini sudah di mulai sejak (23/1) yang dipertunjukan seni Tradisi kontemporer berupa Gamelan Silurah, tarian Jaran Gribig, Jatimrajak, Musikalisasi Puisi, tari Kontemporer, dan Musik Bambu.

“Ini merupakan ritual budaya rutin tahunan, namun kali ini berbeda kalau setiap tahun hanya kambing yang disembelih, karena setiap tujuh tahun sekali menyembelih Kebo Bule setelah diarak keliling desa yang selanjutnya di larung di Gunung Rogo Kusumo,” kata Kepala Desa Silurah Kodirin.

Masih menurutnya, larungan sesaji ini memiliki tujuan yang konon dulunya secara turun temurun dipercaya dapat menambah keberkahan warga masyarakat desa, sehingga rezekinya lancar, warganya sehat dan menolak bala bencana.

“Ini adat tradisi budaya yang setiap tahunya kita uri – uri dan dilestarikan oleh masyarakat Desa Silurah, untuk mendukung tahun kunjungan wisata di Batang,” jelas Kodirin

Diterangkan juga bahwa disetiap tahunya menyembelih kambing kendit yang berwarana putuh tapi ada lingkarang warna hitam di badan Kambing. Yang filosifinya hitam itu langeng untuk meneriskan naluri dan putih itu suci. Dan setelah tujuh tahun ditutup dengan memotong Kebo Bule.

Sementara itu Dosen Sejarah Universitas Negeri Semarang Dr. Ufi Saeaswati, M Hum Peneliti Situs Sejarah Batang yang juga hadir dalam kegiatan tersebut mengatakan, tradisi budaya ini sebagai penguatan kehidupan sosial untuk menyadarkan masyarakat universal yang tidak membicarakan tentang agama, akan tetapi upaya jawabanan manusia dalam memberikan rasa terimakasih atas keselamatan selain gunung menimbulkan bencana tapi juga menimbulkan keberkahan.

“Kemajuan kebudayaan yang telah diatur dalam regulasi di Undang – undang No.5 tahun 2017 harus direspon oleh semua warga. Karena dengan budaya memberikan suatu penguatan nilai insan manusia sebagai hamba Tuhan,” ujar Ufi Saeaswati.

Di sisi lain Camat Wonotunggal Himawan juga mengatakan bahwa tradisi ini merupakan aset Pemkab yang harus dilestarikan dan harus ada keperpihakan dari pemerintah.

“Ini adat bukan syirik, guna mendukung visit Batang 2022 sebagai surganya Asi yang menjadi Program Bupati Wihaji dan Wakilnya Suyono,” jelas Himawan

Sementara Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Wahyu Budisantoso mengatakan Pemkab selalu mensupport segala bentuk kegiatan seni dan budaya asi masyarakat Batang. Karena seni dan budaya tidak bisa dilepaska dari wisata.

“Makanya dari rangkaian kegiatan ini kita terus memberikan pembinaan dan pendampingan dari bedah budaya, bedah situs yang nantinya akan menjadai daya tarik wisata,” kata Wahyu Budisantoso.

Demi Untuk membesarkan nama Batang di Pariwista akan kita kemas bersama dengan semua komunitas, agar tradisi ini menjadai sebuah kebanggan dan kita juga akan menggali potensi tradisi yang ada di Kabupaten Batang.

Reporter : Puji_Leksono

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.