Seminar Nasional STT RMK Bahas Teologi Pantekosta

Sulawesi Utara386 Dilihat

Pantekosta Masih di Ritus belum Teologi

ADVERTISEMENT

Bitung, Medianasional.id – Sekolah Tinggi Teologi (STT) Rumah Murid Kristus (RMK) Kota Bitung, Sulawesi Utara mengadakan Seminar Nasional yang terbuka untuk umum, Selasa (03/08/2021).

Seminar bertema “Tetap Berbuah di Tengah Pandemi” yang dilakukan secara daring ini dihadiri oleh para peserta dengan latar belakang yang berbeda-beda dari berbagai daerah di Indonesia. Ada akademisi, pimpinan gereja, para pendeta, misionari, aktivis dan jemaat gereja mengikuti acara ini dengan antusias.

Seminar dimulai dengan Doa Pembukaan kemudian dilanjutkan dengan sessi 1 dengan narasumber Pdt. Fany Sondakh, M.Th yang membahas sebuah topik yang sangat kekinian yaitu “Strategi Pemuridan: Seni Memberdayakan Potensi Jemaat di Era Pandemi”.

Dalam materinya, Pdt Fany yang juga adalah salah satu dosen pengajar di STT RMK itu menekankan bahwa gereja perlu melakukan penyesuaian strategi dalam pelayanan saat ini.

“Gereja harus merancang konsep pelayanan yang disesuaikan dengan keadaan saat ini khususnya di masa pandemi”, demikian Pdt Fany menjelaskan.

Menurut Pdt Fany yang juga berstatus salah satu Gembala Sidang GPdI itu, ada 6 hal yang harus diperhatikan yaitu man, money, materials, machines, method dan market.

Selesai sessi 1, break selama 10 menit kemudian dilanjutkan dengan sessi 2 dengan narasumber Pdt Dr Elia Tambunan S.Th, M.Pd.

Sessi 2 ini mengangkat topik “Teologi Pantekosta di Ruang Publik Pada Pusaran Kontestasi Teologi Mainstream dan Karismatik di Indonesia”.

Dalam materinya, Dr Elia yang adalah dosen di STT Salatiga itu mengemukakan bahwa sejatinya sebuah teologi itu berawal dari sebuah ritus keagamaan yang masih berbasis pada teks yang kemudian menjadi sebuah movement atau gerakan dan akhirnya bertransfigurasi menjadi Social Engagement dalam bentuk teologi praksis sebagai sebuah konstribusi di ruang publik.

Menurut Dr Elia, pandangan pandangan Pantekosta pun harus menjadi sebuah Social Engagement Teology jika ingin diterima oleh masyarakat. Beliau menyoroti tentang masih banyak pandangan di Aliran Pantekosta khususnya GPdI yang masih dengan konsep apa kata leluhur atau nenek moyang, yang artinya masih tinggal dalam taraf ritus keagamaan atau taraf teks saja.

“GPdI sampai hari ini saya bisa menyatakan dan pernyataan ini bertanggung jawab, kita masih berkutat di rites, di ritus, di aktivitas yang sifatnya dibangun oleh teks. Teksnya itu bisa lisan, ‘kata pioneer’, ‘kata pendahulu’, ‘kata opa’, ‘kata oma’, ‘kata Anggaran Dasar’, kita masih ada di situ”, ujar Dr Elia.

Lebih lanjut mengenai studi teks biblika harus menjadi praksis sosial, Dr Elia mencontohkan bagaimana Hinduisme di transfigurasikan menjadi industri pariwisata yaitu ekoturisme dan konservasi keBalian plus keHinduan dalam hal SUBAK, suatu sistem irigasi pertanian tradisional warisan leluhur dikawasan terasering Ubud, Bali.

Antusiasme para peserta seminar terlihat dari banyaknya pertanyaan yang dikemukakan kepada kedua narasumber. Namun karena keterbatasan waktu, hanya beberapa saja pertanyaan yang dapat di bahas. Uniknya ada seorang peserta bernama Alfa Sondakh, seorang mahasiswa semester 5, yang mempertanyakan mengapa Teologi Pantekosta sepertinya dianggap nomor 2 dibanding dengan teologi Protestan yang dijawab oleh Dr Elia dengan mengajukan pertanyaan balik “coba kita jujur dulu deh, yang dimaksud dengan Teologi Pantekosta itu apa sih?”, tanya Dr Elia, founder of Jungle School at Salatiga itu.

Setelah selesai sessi 2, dilanjutkan dengan Sambutan dari Ketua STT RMK Dr David Araro, M.Th dan kemudian Doa penutup oleh Dr Elia Tambunan. (gml)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.