Rahasia Medis Pasien Covid-19 Tetap Harus dilindungi

Makassar132 Dilihat

Makassar, Medianasional.id – Suatu pagi, dalam konsultasi via aplikasi WA, seorang pasien menyampaikan kepada saya bahwa dirinya sedang isolasi mandiri di rumahnya karena sedang terpapar virus covid-19 dengan test PCR swab positif. Pasien tersebut meminta advis testing apa saja yang harus dilakukannya selama isolasi mandiri dan obat-obatan apa saja yang harus di konsumsinya. Setelah menjelaskan semuanya dengan baik, diakhir percakapan tersebut, pasien memohon dengan sangat agar statusnya sebagai orang yang terkonfirmasi positif untuk dirahasiakan.

Tentunya sebagai seorang dokter yang professional, rahasia medis pasien tersebut harus saya jaga dan saya lindungi sebagai hak pasien yang harus di hargai dan dihormati. Dalam hubungan medis dokter-pasien, maka menjadi kewajiban seorang dokter untuk menghargai segala sesuatu yang menjadi hak pasien yang termasuk didalamnya adalah hak atas rahasia medis. Hak atas kerahasiaan medis ini sering juga disebut sebagai hak privacy.

Kerahasiaan medis pasien menjadi tanggung jawab dokter, tenaga kesehatan ataupun fasilitas pelayanan kesehatan tempat pasien tersebut mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal tersebut diatur dengan sangat jelas di dalam lafal sumpah dokter, kode etik kedokteran dan berbagai ketentuan perundang-undangan seperti dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit, Permenkes No. 36 Tahun 2012 Tentang Rahasia Kedokteran, Permenkes No. 269/2008 Tentang Rekam Medis.

Dalam Lafal Sumpah dokter butir ke empat mengatan bahwa “Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan dan keilmuan saya sebagai seorang dokter”. Kemudian dalam kode etik kedokteran pasal 12 Tentang kewajiban dokter mengatakan “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan sampai pasien telah meninggal”. Selanjutnya dalam UU nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek kedokteran Pasal 48 mengatakan, “setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokterannya wajib menyimpan rahasia kedokteran.

Kewajiban simpan rahasia medis pasien merupakan sebuah kewajiban moral yang dilandasi oleh karena kepercayaan pasien kepada dokter sebagai mana yang terdapat dalam Lafal Sumpah dokter dan kode etik kedokteran, juga merupakan sebuah kewajiban hukum sebagai mana yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengingkaran atas wajib Simpan rahasia medis dapat berakibat sanksi moral berupa hilangnya kepercayaan terhadap seorang dokter yang seharusnya bertindak bijak Sana dan sanksi hukum baik hukum administrasi, perdata dan pidana, jika tindakan pembukaan rahasia medis tersebut tidak sertai dengan alasan pembenar yang mengakibatkan gugurnya kewajiban dokter untuk menyimpan rahasia medis tersebut.

Beberapa alasan yang menyebabkan rahasia medis tersebut dapat dibuka diatur dalam ketentuan Pasal 48 ayat (2) UU No. 29 / 2004 yaitu antara lain oleh karena ; demi untuk kepentingan pasien, untuk kepentingan penegakan hukum, atas persetujian pasien dan atas ketentuan sebagai mana yang diatur dalam perundang-undangan. Pembukaan rahasa medis selain yang diatur dalam ketentuan Pasal 48 ayat (2) JU Nomor 29/2004 Tentang praktek Kedokteran adalah perbuatan melawan hukum baik karena kesengajaan ataupun karena kelalaian.

Demikian halnya terhadap pasien atau orang yang terkonfirmasi covid-19 kerahasiaan ini harus tetap terjaga, dihormati dan dilindungi oleh dokter, tenaga kesehatan tertentu dan Rumah sakit. Tidak boleh karena dengan alasan pandemik (wabah) , maka status pasien ini boleh dengan mudah dibuka ke publik Pembukaan rahasia medis pasien dalam keadaan wabah tentunya dapat dibuka kepada pihak-pihak sebagai mana yang diatur melalui ketentuan perundang-undangan dengan Cara yang etis dan bertanggung jawab misalnya dengan menyamarkan nama asli pasien dengan memggunakan nama initial.

Beberapa waktu lalu beredar di media sosial bukti Rekam medis pasien terkonfirmasi Covid-19 bahkan dengan diagnoasa penyakit lain yang dianggap aib dalam masyarakat yaitu penyakit HIV. Sungguh sangat disayangkan dengan beredarnya Rekam Medis pasien tersebut. Terlepas dari benar atau tidaknya Rekam Medis tersebut, sangat bertentangan dengan nilai moral, etika dan hukum yang berlaku. Hal ini dapat berdampak stigmatisasi, pengucilan dan diskrimasi terhadap pasien dan keluarganya.

Sehubungan dengan hal tersebut kepada dokter tenaga kesehatan tertentu , Rumah sakit dan Tim gugus covid-19 untuk tetap menjaga kerahasiaan medis pasien covid-19 yang jika terpaksa harus dibuka untuk kepentingan um um dalam rangka pencegahan dan pemutusan rantai penularan covis-19 sangat diharapkan menggunakan nama inisial. Jika tidak dapat berpotensi terhadap gugatan atau tuntutan hukum. (Nimbrod Rungga)

 

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.