Menanggapi Situasi Keamanan Negara, Ini Kata Connie Rahakundini Bakrie

Artikel, Jakarta154 Dilihat
Connie Rahakundini Bakrie, The Lady Of Indonesia Defence And Security Infulence.

Jakarta, medianasional.id – Menanggapi situasi keamanan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kekinian, pasca terjadinya insiden penembakan di Papua yang menewaskan pekerja dan 1 anggota TNI. Media Nasional melakukan wawancara dengan Connie Rahakundini Bakrie, wanita karir yang berprofesi sebagai dosen dan pakar pertahanan militer. Sabtu (08/12).

Menurut Excellency Iskandar Hadrianto tingkat Keamanan Indonesia menempati peringkat 9 dari 142 negara (Indeks Law And Order, 2018). Untuk itu perlu dirumuskan segera indeks yang lebih detail terkait diskursus Keamanan (comprehensive security) mencakup dimensi keamanan dari bencana alam, kesejahteraan sosial, perlindungan dan pemanfaatan atas kebhineka tunggal ikaan dan keamanan dari kekerasan (baca: riots, crime against humanity,arm conflicts akibat gerakan ).Setiap dimensi keamanan harus diformulasikan secara lebih detail mencakup per individu dan kawasan dengan tingkat akurasi tinggi. Dengan demikian, negara memiliki alat ukur (yardstick) kuantitatif yang berpresisi tinggi

Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan bahwa Pemerintah tidak memberi ruang bagi kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Tanah Air. “Saya tegaskan bahwa tidak ada tempat untuk kelompok-kelompok kriminal bersenjata seperti ini di tanah Papua maupun di seluruh pelosok Tanah Air,” pada Rabu, 5 Desember 2018. Presiden kemudian memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk mengejar dan menangkap seluruh pelaku tindakan biadab termaksud.

“Menanggapi Tragedi Nduga, saya kira sudah seharusnya Kemenkopolhuklam, Kementrian Pertahanan bersama MABES TNI dan Polri memiliki (atau segera membuat) Indeks Keamanan Pertahanan Nasional sebagai alat untuk mengukur (device) seberapa aman Indonesia dari beragam rupa ancaman,” ungkap wanita kelahiran Bandung 3 November 1964 ini, Sabtu (08/12).

“Menurut saya, problematic terbesar kita dan keresahan dalam masyarakat melihat perdebatan tentang siapa yang turun dan wajib leading dalam case Tragedi Nduga terjadi karena terdapat ‘’pembiaran berlarut’’ terhadap apayang sudah saya usulkan utamanya sejak tahun tahun lalu tentang sebuah “grand design” tingkat nasional dan regional terkait arahan presiden Jokowi sejak 2014 tentang Visi beliau berkaitan pada Strategi Raya Pertahanan Keamanan Sebuah Negara Poros Maritim dan Dirgantara Dunia serta bagaimana implementasinya di wilayah rawan yang gemuruh dalam diam seperti Papua, Aceh dan juga Laut China Selatan serta Marawi misalnya”.

“Permasalahan yang saya juga sepakat pada pandangan beberapa akademisi lainnya terjadi karena belum adanya kerangka hukum komprehensif mengenai pertahananan keamanan nasional, utamanya dalam kerangka fundamental dalam UUD dengan beragam ketidak-jelasan turunan aturan memunculkan tafsir parsial yang variatif. Contoh kehebohan Panglima Gatot terkait senjata Polri menjadi contoh nyata yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Saya sepakat pada pandangan tentang diskursus Keamanan Nasional sebaiknya dikerucutkan dari 4 kategori yang diatur di dalam RUU Kamnas, menjadi 2 kategori, yaitu Keamanan Manusia (human security) dan Keamanan yang menyangkut Teritorial dan Negara. Dengan simplifiklasi melalui pendekatan ini, maka perangkat negara yang dijadikan “tulang punggung” jelas jelas adalah TNI dan Polri. Sesuai kerangka hukum yang menaungi TNI-Polri, yaitu UU Pertahanan Negara, UU TNI, dan UU Polri,” paparnya.

Perlu diketahui bahwa saat ini kerangka hukum Kamnas terpecah dalam 3(tiga) Undang-Undang (UU): UU Polri, UU TNI, dan UU tentang Pertahanan Negara. Bahkan dalam pembahasan RUU Terorisme, frasa keamanan negara memicu perdebatan panjang-lebar dan berlarut-larut pada rumusan definisi terorisme.

“Saya ingin menutup jawaban saya ini dengan dasar yang sama dari apa yang disampaikan Pak Iskandar bahwa Tragedi berdarah di Nduga menjadi momen urgensi penyusunan Indeks Keamanan Pertahanan Nasional (IKPN) secara segera sebagai alat untuk mengukur seberapa aman Indonesia dari ancaman-ancaman termasuk separatisme (KKSB) dan atau KKB,” tukasnya.

Guna menyusun kerangka berfikir yang tepat guna waktu dan sasaran maka Kementerian Polhukam Bersama sama Kemhan dan mabes TNI serta Polri perlu segera mendiskusikan dan merumuskan 4 (empat) butir (points) yakni: pertama Konsepsi Keamanan Nasional; kedua Tipe Keamanan Nasional; ketiga Tahapan Konstruksi IKPN ; dan keempat Unsur Formulasi IKPN.

Tentu saja satu stakeholders tidak bisa bekerja sendirian untuk merumuskan indeks tersebut. Perlu keterlibatan Polri, TNI dan stakeholders Pertahanan Keamanan lainnya agar mampu memperkaya tipe, dimensi, variabel dan indikator yang digunakan sebagai alat ukur (yardstick) penyusunan ‘grand design’ dimaksud di atas.

Connie Rahakundini Bakrie sendiri dengan ruang lingkup serta tingkat Pendidikan Akademiknya seringkali diberi title alanyst pertahanan. Bahkan di US serta NATO malah dijuluki sebagai The Lady Of Indonesia Defence And Security Infulencer.

Connie juga merupakan penulis buku Pertahanan negara dan postur TNI ideal (2007) dan Defending Indonesia pada tahun 2009. (Red)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.