Lampung Peradaban Pesagi Seminung Pendahulu Sriwijaya

Lampung648 Dilihat
Oleh : Diandra Natakembahang.

Lampung, medianasional.id – Perpindahan Rumpun Suku Bangsa Lampung atau Rumpun Pesagi Seminung dari dataran tinggi Sekala Bekhak terjadi secara periodik dari waktu kewaktu, namun terutama migrasi dan penyebaran secara masif dan signifikan terus terjadi dari abad ke 6 hingga abad ke 14 Masehi. Sebaran entitas atau suku bangsa yang beradat dan berbahasa Lampung ini terutama ada di Provinsi Lampung saat ini, Provinsi Sumatera Selatan, bagian selatan Provinsi Bengkulu, kemudian sebaran dan migrasi terakhir menempati pantai barat Provinsi Banten. Dataran tinggi Sekala Bekhak daerah mana yang dinaungi oleh Gunung Pesagi dan Gunung Seminung ini memiliki rekam jejak pada setiap era, dengan peninggalan dari masa Animis Dinamisme, era Hindu Buddha dan tentunya era Islam.

Rekam jejak dan tinggalan sejarah dataran tinggi Sekala Bekhak ini mengisahkan peradaban, pola hidup dan proses penyebaran Peradaban dan Kebudayaan Lampung. Beberapa Ilmuwan dan Sejarawan yang menjabarkan tentang awal sejarah peradaban dan kebudayaan Lampung ini adalah seperti Wang Gung Wu dalam Journal Of Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society, W.P. Groeneveldt dalam Historical Notes On Malay Civilization From Chines Sources. Kemudian Resident Inggris William Marsden dalam History Of Sumatera, lalu L.C. Westenenk, O.L. Helfrich, O.W. Wolters hingga Lawrence Palmer Briggs dalam The Origin Of Syailendra Dinasty.

Dapatlah kami nyatakan bahwa Peradaban Pesagi Seminung didataran tinggi Sekala Bekhak yang merupakan Rumpun Suku Bangsa Lampung adalah pendahulu dari Kedatuan Srivijaya, imperium yang dibangun oleh Jurai Syailendra, sebuah dinasti yang disebut dengan Syailendravarmsa yang berarti Raja Pegunungan. Sepertimana yang digambarkan oleh Lawrence Palmer Briggs [1950: 70] sebagai Sebelum tahun 683 Masehi Ibu Negeri Srivijaya terletak didaerah Pegunungan agak jauh dari Siguntang Palembang, tempat ini dipayungi oleh dua Gunung dan dilatari oleh sebuah Danau.

Data dan informasi ini juga selaras dengan fakta bahwa selepas dari bermastutin dari dataran tinggi ini, Puyang Jayanaga atau Dapunta Hyang Cri Jayanasa menetap di Minanga Komering untuk kemudian melakukan ekspansi dan ekpedisi militernya ke Mukha Upang pada 605 tahun Saka dan memulai kejayaan Srivijaya siddhayatra sempurna, sebagaimana tertatah pada Prasasti Kedukan Bukit. Pada Prasasti Kedukan Bukit menyebutkan secara gamblang tentang ekspedisi militer yang dilakukan oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang berlepas dari Minanga Komering menuju Mukha Upang setelah kepindahannya dari Ranau Sekala Bekhak. Komering sendiri seperti kita ketahui secara Antropologi, Geopolitik, Bahasa dan Kesejarahan adalah bagian dari Suku Bangsa Lampung selepas migrasi para Puyang dari Pesagi Seminung.

Aksara yang awalnya digunakan pada Rumpun Pesagi Seminung atau Rumpun Suku Bangsa Lampung adalah Aksara Pallawa dan Aksara Kawi dengan Bahasa Melayu Kuna. Aksara ini sebagaimana tertatah dalam berbagai Prasasti peninggalan Srivijaya seperti Prasasti Hujung Langit, Prasasti Tanjung Raya, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, Prasasti Sojomerto, Prasasti Batu Bedil, Prasasti Ulu Belu, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Batara Guru Tuha.

Sementara dalam Prasasti Hujung Langit disebutkan tentang salah satu Raja dan Penguasa didataran tinggi Sekala Bekhak pada era Srivijaya adalah Punku Aji Ywa Raja Sri Haridewa berdasarkan pembacaan dari Louis Charles Damais dalam Epigrafi dan Sejarah Nusantara [1995: 26-45]. Prasasti Hujung Langit yang terletak didekat Pekon Bawang, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat berdasarkan penelitian Binsar D.L Tobing dijelaskan tentang sebuah daerah bernama Hujung Langit yang seluruh hutan dan seluruh tanahnya diperuntukkan bagi bangunan suci dalam hal ini adalah Vihara. Jika kita tarik garis lurus, 13 km dari Prasasti hujung Langit juga terdapat wilayah yang bernama Hujung, daerah ini yang disebut dengan Pekon Hujung di Kecamatan Belalau.

Pada Prasasti Hujung Langit terdapat juga sebutan Ywa Raja untuk Baginda Sri Haridewa, sebutan ini pernah tercantum dalam Prasasti Telaga Batu, didalam prasasti ini disebutkan kategori dan tingkatan Pangeran. Ada tiga kategori Pangeran atau Putra Mahkota, masing masing adalah Ywa Raja [Putra Mahkota Utama], Prati Ywa Raja [Putra Mahkota Kedua] dan Raja Kumara [Putra Mahkota Lainnya] demikian dijabarkan oleh De Casparis [1956: 17]. Ini berarti Punku Aji Ywa Raja Sri Haridewa adalah Putra Mahkota Utama atau pewaris kerajaan dalam Jurai Syailendra.

Selepas perpindahan dari Ranau Sekala Bekhak ke Minanga Komering, Srivijaya mengalami masa kejayaannya dengan Ibu Negeri Palembang. Setelah beberapa periode karena berbagai faktor Ibu Negeri Srivijaya akhirnya berpindah pindah mulai dari Darmasraya, Kalingga, Kedah, Chaiya hingga Malaka yang didirikan Parameswara juga dari Dinasti Srivijaya. Diantara mahakarya Jurai Syailendra Srivijaya adalah dengan dibangunnya Mahastupa Borobudur yang memiliki Langgam Buddha Mahayana pada era Samaratungga yang diselesaikan pembangunannya pada masa Pramudawardhani. Menarik bahwa instrumen xilophone dari Lampung dalam hal ini Gamolan Pekhing juga terpahat pada Candi Borobudur yang notabene juga dibangun oleh Jurai Syailendra Srivijaya.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.