Ironis, Indonesia Negara Agraris Namun Tata Kelola Pangan Kurang Baik

NTB234 Dilihat


Sumbawa, Merdianasional.id- Anggota Komisi IV DPR RI, H Johan Rosihan mengungkapkan, beberapa persoalan mendasar sector pangan pada momentum refleksi 1 tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, diantaranya persoalan ketahanan pangan. Dimana berdasarkan Indeks Ketahanan Pangan(IKP) global, posisi Indonesia masih berada di peringkat ke-62 dari 113 negara.

Padahal menurut Johan, negara Indonesia merupakan negara agraris yang merupakan pusat produksi pangan namun memiliki tata kelola pangan yang kurang baik sehingga berakibat kurang mandiri dan selalu tergantung dengan impor pangan.

“Maka setahun pemerintahan Jokowi Ma’ruf memiliki catatan khususya itu harus memperbaiki manajemen pangan yang berorientasi pada kemandirian pangan Indonesia,” jelas Johan dalam siaran persnya, Rabu (22/10) malam.

Politikus PKS ini juga menyoroti persoalan distribusi pangan yang kurang baik, yang telah berakibat terjadinya defisit pangan di berbagai provinsi di Indonesia. Johan menyebut stok beras pernah difisit di 7 provinsi, stok jagung defisit di 11 provinsi, stock cabe pernah mengalami defisit di 23 provinsi, stok telur ayam defisit di 22 provinsi dan lain-lain.

Menurut anggota DPR RI Dapil NTB ini hal tersebut juga berakibat fluktuasi harga pangan yang tidak terkendali di pasaran dan tidak terserapnya hasil panen petani karena tata kelola pangan yang buruk pada setahun ini.

Legislator dari Dapil NTB 1 ini menilai walaupun pada masa pandemi ini sector pangan mampu tumbuh dan berkontribusi besar terhadap PDB nasional, namun tidak ada pemerintah yang memprioritaskan pangan dari sisi anggaran dan stimulus ekonomi untuk menggerakkan petani agar lebih bergairah untuk meningkatkan produksi pangan dalam negeri.

Di samping itu, satu tahun pemerintahan ini belum mampu menuntaskan daerah rentan rawan pangan yang masih sangat banyak, yakni terdapat 88 kabupaten yang terdiri dari 956 kecamatan yang sangat membutuhkan intervensi pangan dari pemerintah.

“Kami juga mengkritisi jalannya satu tahun pemerintahan Jokowi ini belum mampu merealisasikan amanat dari UU pangan untuk segera membentuk Badan Pangan Nasional agar tata kelola pangan semakin baik dan terkoordinasi demi kesejahteraan petani,” kata Johan.

Johan juga menggaris bawahi agar pemerintah melakukan pemenuhan kebutuhan pangan harus memprioritaskan produksi dari dalam negeri dan tidak tergantung dengan impor serta melakukan pengembangan potensi pangan lokal dan terus menggalakkan diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal.

Johan juga mengingatkan pemerintah untuk selalu mewaspadai kondisi ketersediaan pangan pokok karena pola konsumsi masyarakat yang terus berubah dan permintaan pangan juga semakin tinggi. Johan mencontohkan permintaan beras pada tahun 2020 ini secara agregat diperkirakan mencapai 16,1 juta ton, permintaan gula pasir mencapai 2,6 juta ton dan bahkan kebutuhan daging sapi bisa mencapai 90,2 ribu ton.

Anggota Legislatif dari Dapil Sumbawa ini memberi catatan kritis pada terjadinya penurunan produksi pangan pokok seperti beras pada tahun 2019 dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS, produksi beras tahun 2019 sebesar 31,31 juta ton yang hal ini menurun dibanding tahun sebelumnya yakni sebesar 33,94 juta ton.

Johan berharap pemerintah lebih serius untuk meningkatkan nilai produksi pangan dalam negeri dan selalu memperhatikan kondisi kesejahteraan petani dalam proses tata niaga pangan. (herm)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.