Robin Linton : ” Kalau Demikian Yang Terjadi, Berarti Kami Telah Kecolongan “
Mukomuko, medianasional.id – Hampir sebulan Nelayan Pantai Indah Mukomuko (PIM), terganggu mata pencariannya. Karena aktivitasnya dalam melaut secara drastis, penghasian tangkapan ikan yang diperolehnya berkurang, dikala mengais rezeki. Dikarenkan diduga limbah dari pabrik pengolahan minyak mentah kelapa sawit, masih menggenangi didaerah perairan laut kabupaten Mukomuko.
Kedatangan aktivis LSM-KRM kabupaten Mukomuko, akhirnya disambut oleh Kepala Dinas (Kadis) LH-K setempat Robin Linton, diruang kerjanya Kamis (05/04), setelah kemarin tak dapat bertemu. Oleh KRM ditunjukan sample berupa dugaan limbah pabrik, yang diambilnya pada jaring atau pukat para nelayan PIM. Namun menurut Robin dirinya, mengetahui hal tersebut baru pada hari ini. Tetapi menurut hematnya, dari tekstur sample itu, bukanlah merupakan limbah cair buangan dari pabrik pengolahan minyak mentah.
Akan tetapi Barang Bukti (BB) itu, berbentuk serabut (Ampas Cacahan Kecil, red) yang diduga cacahan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Perihal itu diyakini Robin, bukanlah merupakan limbah cair, yang hal hal itu dilakukan secara ruting pengawasan oleh pihaknya. Tetapi sesui BB tersebut, itu merupakan limbah padat. Yang dinyatakannya, secara ketentuan tidak dibenarkan dilakukan pembuangan. Katanya lagi, perihal tersebut tentunya belum bisa dipastikan berasal dari mana sumber datangnya. Karena perihal itu, belum dilakukan penelusuran oleh pihaknya.
“ Kalau dari bentuk sample, ini merupakan limbah padat. Karena berserat dan berserabut. Limbah ini, jelas-jelas tidak dibenarkan dilakukan pembuangan. Kalau memang benar-benar demikian yang terjadi, berarti kami juga telah kecolongan.” Akunya.
Menurut Robin, dalam satu atau dua hari mendatang, pihaknya akan meminta kepada seluruh pihak pabrik CPO, yang ada di kabupaten Mukomuko. Berkaitan untuk membawakan sampel, apa yang dikatagorikan dengan limbah pabriknya. Serta dalam waktu dekat, pihaknya juga akan melakukan investigasi. Terkait persoalan yang membuat resah para nelayan tersebut. Karena mengancam “ Cupak Berasnya “. “ Akan tetapi menyakut pembentukan tim investigasi, tentunya kita akan terlebih dulu bekoordinasi kepada bapak bupati,” katanya.
“ Dalam satu dua hari ini, kita akan melayangkan surat kepada seluruh perusahaan-perusahaan pengolahan minyak mentah yang ada. Dan meminta agar mereka membawakan sample limbahnya. Terkait pembentukan tim investigasi, kita akan menunggu kepulangan bapak bupati. Apa yang menjadi arahan dari beliau nantinya, tentunya akan kita laksanakan. Yang jelas, kalau limbah padat dari pabrik sawit itu, tidak boleh dilakukan pembuangan. Perlu diketahui, limbah pengelahan pengelahan minyak mentah itu, ada dua macam. Ada limbah cair dan ada limbah padat. Kalau berdasarkan sample ini, saya pastikan adalah limbah sawit, bukan limbah pabrik sawit.” Kilahnya.
Sementa itu, sebagai lembaga kontrol sosial, KRM mendesak agar dinas LH-K setempat, cepat mengambil sikap terkait permasahan yang telah terjadi terhadap lingkungan, pada saat ini, dan menimpa para nelayan PIM khususnya. Karena kata Junaidi, dan Muhammad Isbowo serta Yuliasman Sidi, ditemukan berupa serat yang diduga berasal dari limbah pabarik TBS kelapa sawit, tentunya membuat para nelayan kewalahan dan minim penghasilan. Sementara hal yang telah terjadi itu, memasuki pada minggu ke tiga. Yang pada kenyataannya, pihak LH-K terkesan tidak cepat tanggap.
“Hal inikan sudah ramai diberitakan media, bahkan sudah ada yang melapor dan membawa sampel serabut itu langsung ke LH. Kenapa sampai hari ini belum ada juga tindakan secara konkrit dilakukan. Tunggu apa lagi ?.” Kata anggota KRM, Yuliasman Sidi, yang disertakan tiga rekan sejawatnya.
KRM menyarakan kepada LH-K, harus bertindak sesegera mungkin. Agar masyarakat tidak berasumsi lebih buruk lagi terhadap pemerintah daerah ini. Jikalau limbah berupa serabut itu, sudah diketahui asal muasalnya, agar pihak LH-K bisa mengambil langkah tegas, terhadap pihak yang berbuat dosa kapada para nelayan tersebut.
“ Yang kami pinta, jangan ada kesan pembiaran, atau menunda-nunda dalam mengambil tindakan. Kalau dilakukan pembiaran, tentunya masyarakat bisa saja berasumsi negatif terhadap LH-K. Masa sudah berhari-hari belum juga ada tindakan yang dilakukan. Dan bisa saja timbul anggapan di tengah-tengah masyarakat, bahawa pengambil kebijakan dikabupaten ini, terkesan tidak ada perhatiannya untuk berbuat baik pada negeri ini.” Tandas Junaidi, diamini M. Isbowo dan Yuliasman Sidi(Aris)