Tim Kuasa Hukum Djoko Windarto Angkat Bicara Atas Statement Kades Widarapayung Kulon

Cilacap720 Dilihat
Cilacap, medianasional.id – Menjelang eksekusi ke – 2 sengketa lahan milik Djoko Windarto di Desa Widarapayung Kulon, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, muncul statemen Warsam Kepala Desa Widarapayung di media online dengan judul “Sengketa Tanah di Desa Widarapayung Kulon Cilacap 5 KK Terancam Kehilangan Rumah”.
.
Menanggapi hal tersebut, tim kuasa hukum Djoko Windarto, yakni Charles Sinaga, S.H, M.H, Amsir Sapernong, SH dan Firlyanta Sapernong, S.H angkat bicara.
.
Amsir Sapernong, SH menyampaikan, bahwa sengketa tanah tersebut terjadi sudah lama.
.
“Semula tanah tersebut milik Bapak Partareja alias Partarekat seperti yang tertera pada sertifikat, kemudian dijual ke Djoko Windarto dan pada tahun 2004, dan 2005 di balik nama menjadi Djoko Windarto di notaris Kardiman Jalan Kauman No 12 Cilacap, karena Djoko Windarto tinggal di Jakarta Selatan jadi tanah tersebut tidak ditempati,” katanya, Sabtu, (07/10/2023).
.
Pada tahun 2004 lanjut Amsir, Djoko Windarto melakukan gugatan perdata di PN Cilacap karena tanah yang dibeli secara resmi ditempati oleh para termohon eksekusi, sedangkan hasil putusan atas gugatan Djoko Windarto di PN Cilacap dengan no putusan 34/pdt G 2005/pn.cilacap, Pengadilan Tinggi Semaramg dengan no 274/pdt/2005 pt smg. tingkat kasasi Mahkamah Agung dengan No putusan 2.266k/ptt 2006 dinyatakan menang.

Baca Juga : Tidak Kondusif, Eksekusi Tanah dan Bangunan di Desa Widara Payung Ditunda

Amsir menambahkan, bahwa Kades yang bernama Warsam itu tidak tahu awal mulanya.

“Dia hanya asal ngomong saja, padahal dalam persidangan pemilik tanah pertama Bapak Partareja di depan Hakim mengatakan bahwa tanah tersebut sudah dibeli oleh saudara Djoko Windarto. Itu sebelum Bapak Partareja meninggal dunia. Saya minta tolong kepada Bapak kepala desa agar memberikan informasi yang benar dan akurat, soalnya kan beliau juga sudah mendapat surat putusan inkrah dari mahkamah agung untuk eksekusi, bahkan inkrah putusan MA itu sudah 17 tahun yang lalu, pada tahun 2006,” tandasnya.

“Terkait eksekusi, itu kan sudah diputuskan oleh PN, kita tinggal mengikutinya saja. PN mengeluarkan surat eksekusi juga karena adanya surat dari MA. Kami minta kepada Bapak kepala desa agar tidak mengeluarkan statemen yang nantinya akan menimbulkan kontroversi, sehingga nantinya suasananya tidak kondusif,” pungkasnya.

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.