Perempuan dan Realitas

Muh. Kasim Faisal, S.Pd, M.Pd

Oleh: Muh. Kasim Faisal, S.Pd, M.Pd Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairat Labuha

Persoalan perempuan sepertinya tak pernah usang untuk dibahas, meskipun dengan Banyaknya tulisan dalam bentuk penelitian, jurnal, dan buku yang telah diterbitkan. Telah banyak kelompok kajian tentang keperempuanan yang hidup untuk membahas persoalan perempuan, sama halnya Dengan pusat-pusat kajian perempuan. Nampaknya persoalan perempuan masih menjadi Satu fokus kajian yang mendapat perhatian untuk dibahas.

ADVERTISEMENT

Ketika isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah Diskriminasi terhadap wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan Akademisi atau dari kalangan yang menanggap bahwa Islam adalah agama yang Memicu kehadiran isu gender tersebut di dunia ini. Tentunya para orientalis yang Berbasis misionarisme ini ingin mendiskreditkan umat Islam dengan mengangkat Isu ini dalam berbagai tulisan dan buku atau artikel-artikel yang menyudutkan Dan memberikan opini secara sepihak tentang islam dan gender

Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa fenomena yang sering kali muncul pada persoalan Gender. Persoalan kesetaraan gender atau persoalan perempuan yang terjadi, sejatinya Hanya mampu teratasi ketika pembentuk nilai dalam keluarga mampu menanamkan nilai Sama antara laki-laki dan perempuan.

Dalam perspektif Islam, semua yang diciptakan Allah swt berdasarkan Kudratnya masing-masing. Para pemikir Islam mengartikan qadar di dalam Al-Quran dengan ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah swt bagi segala Sesuatu, dan itu dinamakan kudrat. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan Sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Muhammad al-Ghazali melihat GhazalPerempuan pada masanya di Mesir telah Dizalimi oleh sebagian besar bapak-Bapak mereka, yang menikahkan mereka Tanpa persetujuan dan izinnya, dan tidak Membagikan haknya dalam harta pusaka Yang telah ditetapkan Allah SWT. Begitu pula Dengan suaminya yang menzaliminya dengan Melarangnya pergi ke mesjid, bahkan lebih Dari itu, para suami melarang isterinya untuk Mengunjungi orang tuanya. Masyarakat Juga melakukan tindakan sewenang-wenang Terhadap perempuan, dan menganggap Perempuan sekedar alat pemuas nafsu laki-Laki. Sebagian orang berpendapat bahwa tugas Perempuan hanya melahirkan anak. Inilah Potret menyedihkan tentang perempuan Muslim yang menggugah kemarahan al-Ghazali.

Sistem sosial menetapkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan sehingga sistem tersebut Menyimpulkan perbedaan sebagai indikasi Dari nilai-nilai yang juga berbeda. Tidak Ada indikasi bahwa al-Qur’an menghendaki Memahami adanya perbedaan primordial Antara laki-laki dan perempuan dalam potensi Spiritual, karena itu apapun perbedaan yang Ada di antara laki-laki dan perempuan tidaklah Menunjukkan suatu nilai yang inheren.

Syariat Islam telah memberi legitimasi Kualitatif tentang kemanusiaan perempuan Itu sama dengan kemanusiaan laki-laki. Secara Kodrati Sunnatullah terdapat   Laki-laki dan perempuan tentang dimensi Hukum waris, status hakim dan imamah Serta hukum keluarga. Perbedaan laki-laki Dan perempuan dalam berbagai dimensi Hukum bukanlah berarti laki-laki lebih tinggi Derajatnya dibanding dengan perempuan.

Predikat laki-laki dan perempuan diAnggap sebagai simbol status. Laki-laki Diidentifikasi sebagai orang yang memiliki Karakteristik kejantanan (masculinity), Sedangkan perempuan diidentifikasi sebagai Orang yang memiliki karakteristik kewanitaan (femininity). Perempuan dipersepsikan Sebagai manusia cantik, langsing, dan lembut. Sebaliknya laki-laki dipersepsikan sebagai Manusia perkasa, tegar dan agresif. Laki-Laki dianggap lebih cerdas, tegar, lebih kuat Dan lebih berani dan dengan sendirinya Memberikan peran lebih luas kepada laki-laki, Dan pada saatnya laki-laki memperoleh status Sosial lebih tinggi dari perempuan.

The Tao of Islam mengulas jelas mengenai relasi gender yang tidak saja pada manusia Tetapi pada Tiga Realitas, yaitu Allah, Makrokosmos (alam semesta), dan Mikrokosmos (manusia) dengan memakai perspektif kosmologi Islam dan juga mengkomparasikannya Dengan konsep pemikiran Cina yang terkenal dengan konsep yin dan yang. Kemudian Chinese Gleams of Sufi Light membahas mengenai konsep-konsep Islam dalam bahasa Cina. Dalam Buku ini dijelaskan bagaimana pemikir Muslim Cina harus mengerahkan segala kemampuan Dan keintelektualannya untuk membahasakan konsep Islam ke dalam bahasa Cina, seperti Bagaimana menulis dan membahasakan Allah dan Muhammad dalam bahasa dan tulisan Cina.Kemudian karyanya yang berjudul The Vision of Islam berbicara mengenai Islam, Iman dan Ihsan. 

Mitos dan pemikiran Islam sering menggambarkan hubungan-hubungan dalam Pengertian pria dan wanita, langit dan bumi. Maka sangat normal jika perkawinan harus Sering digunakan untuk menjelaskan hubungan yang membawakan hasil antara kedua Belah pihak. Istilah bahasa Arab yang paling umum digunakan untuk perkawinan, nikah, Juga berarti senggama, namun hukum Islam menjelaskan perbedaan antara yang sah dan Yang tidak sah. Istilah nikah juga digunakan dalam pengertian figurative, seperti “hujan Mengawini tanah”, “penyakit mengawini orang itu”, “rasa kantuk mengawini matanya”.

Salah satu ayat yang paling terkenal, dan dalam kalangan tertentu, menyandang Nama buruk, adalah ayat al-Quran 2:228 “Kaum pria satu derajat lebih tinggi dari pada Mereka (kaum wanita)”. Bagian itu terdapat dalam sebuah ayat yang relative panjang Yang membicarakan tentang hukum-hukum perceraian. Keseluruhan ayat tersebut adalah,Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.Tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, Jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak Merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki Ishlah. Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya Menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan Kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Relasi laki-laki dan perempuan menjadi bahan kajian yang Urgen, karena konsep relasi tersebut selalu berkorelasi dengan konsep Budaya setempat, baik konsep budaya yang matrialkhal maupun Patrialkhal. Di samping itu, banyak tafsiran terhadap teks sumber Hukum Islâm (al-Qur’ân dan al-Hadîts) justru menguatkan budaya Patrilineal. Tradisi yang bias gender ini mengakar kuat dalam Masyarakat. Walaupun demikian, hal yang tidak bisa diingkari Adalah perubahan realitas. Saat ini mulai tampak bahwa peran-peran Yang secara budaya dikonsepsikan untuk laki-laki justru dilakukan Oleh perempuan. Fenomena ini merupakan wujud perubahan realitas, Yang akan memunculkan rekonstruksi budaya baru yang egaliter. Karena itu, paradigma baru dalam mengelaborasi teks al-Qur’ân dan Al-Hadîts sebagai sebuah upaya ijtihâd yang tidak bias gender perlu Dilakukan dalam merespon fenomena realitas. Wa Allâh a’lam bi al-Shawâb.

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.