Penegak Hukum Dinilai Lamban Menangani Kasus Dugaan Reklamasi Ilegal yang Dilakukan Jhonson Topan

Lampung101 Dilihat
Syech Hud Ismail, S.H. (Div. Adovokasi dan Penegakan Hukum LBH PAI Prov. Lampung)

Lampung, medianasional.id – Dugaan reklamasi ilegal yang dilakukan oleh Jhonson Topan (salah satu pengelola RM. Jumbo Sea Food), yang saat ini masih dalam proses tahapan penyelidikan oleh Dirkrimsus Polda Lampung. Institusi penegak hukum ini sepertinya belum berani mengambil langkah untuk menaikkan status tahapan ke penyidikan, padahal menurut LBH PAI Provinsi Lampung apa yang dilakukannya oleh terduga sudah memenuhi unsur pidana melakukan kejahatan terhadap lingkungan.

Saksi-saksi yang diminta oleh Dirkrimsus Polda Lampung selalu dihadirkan dan secara hukum acara pidana mereka sudah menggugurkan syarat-syarat ini sebagai saksi.

ADVERTISEMENT

Bahkan dokumen-dokumen sebagai barang bukti serta alat bukti berupa keterangan dari pihak Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan melalui Ka. Bid. Pengawasan dan Sumber Daya Kelautan yang memiliki kewenangan terkait perizinan reklamasi pun sudah 2 (Dua) kali menerbitkan dan mengirimkan teguran secara tertulis Nomor. 523/133/V.19-PSDKP.1/2018 Tanggal 8 Februari 2018 dan Nomor. 523/219/V.19-PSDKP.1/2018 Tanggal 8 Maret 2018, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Lampung sangat bisa dan harus segera mengambil langkah hukum dan segera berkoordinasi dengan Dirkrimsus Polda Lampung atas perbuatan kejahatan lingkungan ini.

Adapun terkait perihal tersebut di atas bahwa keterangan dari Jhonson Topan pada saat RDP di Komisi I DPRD Kota Bandar Lampung secara hukum sudah sah dan bisa dijadikan alat bukti bahwa dirinya hanya mengantongi SKPTN yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam hal ini Lurah Pesawahan yang isinya bukan dan menjadi alas hukum yang bersangkutan untuk mereklamasi pantai dimaksud.

Ditambah lagi berani membangun pagar beton pembatas dilahan yang diduga bermasalah ini. Hal ini juga jadi perhatian serius bagi warga masyarakat karena sangat berbahaya bagi mereka dikarenakan secara fisik tidak layak bahkan bisa roboh dan menimbulkan korban jiwa. Kendati DPRD Kota Bandar Lampung sudah menerbitkan dan mengirimkan Rekomendasi kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung yang berisi 2 (Dua) Poin penting dan tegas pada tanggal 30 September 2021 kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung yang sampai saat ini belum diljalankan yakni :

1. Merekomendasikan pembongkaran pemagaran yang dilakukan oleh Jhonson Topan selaku salah satu pengelola Rumah Makan Jumbo Seafood yang bukan merupakan lahan milik pribadi.

2. Mengembalikan dan merehabilitasi fungsi lahan yang dipakai oleh Jhonson Topan kembali milik Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Dirkrimsus Polda Lampung juga sejatinya sudah harus segera mengambil langkah hukum secara berani dan kongkrit menetapkan Jhonson Topan sebagai tersangka, salah satu Pengamat Hukum Tata Negara Unila berharap perkara ini segera disusut secara tuntas dan terbuka jangan hilang begitu saja jika nantinya tidak masuk pidana harus disebutkan alasannya apa, jadi harus jelas biar masyarakat tahu.

Pihak pihak seperti kepolisian dan pemda untuk bisa meneruskan ke tingkat lebih lanjut. Adapun terkait dasar hukumnya sudah dijelaskan secara gamblang oleh Dr. Budiono, S.H.,MH di beberapa media beberapa waktu lalu, menurutnya pelaku reklamasi ilegal harus diproses hukum menggunakan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) No 32 tahun 2009.

Jika dilakukan dengan sengaja, ancaman pidananya, berdasarkan Pasal 98 ayat (1) berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 M dan paling banyak Rp10 M.

Sementara jika karena kelalaian diatur dalam Pasal 99 ayat (1) yang berbunyi setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp1 Milyar dan paling banyak Rp3 Milyar.

Persoalan ini, lanjutnya, bisa menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak lain agar selalu taat prosedur dan mengikuti peraturan yang berlaku sesuai standar.

Penulis : Syech Hud Ismail, S.H.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.