MK Soroti Kasus Perusda Ternate Soal Penetapan Tersangka Ichsan Efendi, Endingnya Semakin Memanas

Medianasional.id

Ternate – Dalam putusan perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi pada anggaran Perusahaan Daerah Kota Ternate ini, mendapat sorotan pedas dari Pakar Hukum Tata Negara, yakni Margarito Kamis (MK). Pasalnya, dengan penetapan ketiga terdakwa yang salah satunya M Ichsan Efendi dinilai ada kejanggalan.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis ketika ditemui awak media dikediamannya, Minggu (16/7/2023), mengatakan, putusan Majelis tingkat pertama dalam perkara ini, ada terdapat beberapa kejanggalan, yang pertama konfrensitas dan pertimbangan yang dalam.

“Dari kejanggalan itu sehingga menjadi dasar lahirnya kejanggalan lain, dimana ketiga terdakwa didakwa melakukan Tipikor di Perusda yang kerugian negara relatif sama yakni sebesar Rp 3 miliar lebih sedikit dan ada satu yang telah mengembalikan duit kerugian negara sebesar Rp 200 juta,”jelas dia.

Lebih lanjut kata dia yang menjadi pertanyaannya berapa kerugian negara yang terbukti dalam persidangan? Bagaimana cara hakim memperoleh rasio dari jumlah kerugian negara dan lainnya hukum.

“Sejauh yang saya ketahui, kerugian negara itu tidak sampai, tapi katakanlah yang terbukti dalam persidangan, itu sebesar Rp 3 miliar sesuai dakwaan jaksa, apakah itu rasional menghukum orang dalam hal ini Ichsan Efendi dan Ramdani selama itu,” ujarnya Margarito.

Lanjut Margarito, bagi dirinya itu tidak rasional, karena ia juga mempelajari sepintas lalu putusan pengadilan tingkat pertama itupun dirinya temukan kejanggalan lain.

Misalnya, kalau perusda tidak mengunakan audit eksternal untuk mengaudit perusahaan tersebut atas permintaan Pemda Kota Ternate selaku pemegang saham karena audit itu biaya besar, apakah itu logis fakta itu dipersalahkan atau dibebankan kepada perusda.

“Bagi saya itu tidak logis, mengapa tidak logis karena yang meminta adalah pemilik modal yang sah,” tuturnya.

Kemudian lanjut dia, kejanggalan yang kedua, siapakah yang berkewenangan membuat RUPS apakah Perusda atau Pemilik Modal, dan kalau perusda tidak membuat RUPS, apa dasar Perusda atau Dirut disalahkan.

Dan kalau ada tindak tanduk perusda dalam hal ini Ichsan Efendi dan lain-lain dalam menyelenggarakan perusahaan itu, katakanlah tidak mendapat persetujuan dari Komisaris, lalu komisaris tidak dipersalahkan, sebab komisaris tahu ada tindak tanduk yang salah tapi diam, terus apa tanggungjawab komisaris.

“Ini merupakan kejanggalan kecil yang terlihat dari putusan yang sudah dilaksanakan sekarang ini, yang mesti didalami secara detail oleh majelis tingkat Banding,” ujarnya.

Olehnya itu mengapa ia menghendaki agar majelis tingkat Banding benar-benar mendalami dan mempertimbangkan secara komprehensif semua aspek, baik aspek keadilan, Kebenaran dan Kemanusiaan, kalau tidak memperhatikan hal itu maka berhentilah menjadi orang hukum.

“Mengapa hal itu perlu dipertimbangkan, Karena sepintas lalu saya baca putusan, tidak ada intinsi atau dalam hukum pidana disebut mens rea yang nyata,” jelasnya.

Margarito juga lantas mempertanyakan, apakah tindakan Dirut mau beli ini,itu, setiap harinya harus dilaporkan ke Komisaris ya lebih baik jangan berdagang dan kalau tidak dilaporkan kenapa tidak berhentikan, ditegur atau diaudit.

“Kalau begini cara berpikir Majelis dalam putusan Ichsan dan kawan- kawan, semestinya ada orang lain yang didakwa, karena kegiatan yang tidak dilaporkan kepada Komisaris itu salah dan itu yang menyebabkan Ichsan dihukum,” terangnya.

Dia juga menegaskan, Jaksa juga harus cermat, jangan asal dakwa, kanal dulu fakta, kenal betul hukumnya baru kontruksi tanggungjawabnya, itu yang  masuk akal, dan tidak salah hukum sehingga membuat orang itu beradap dan bermartabat serta kemanusiaannya terjaga dan keadilannya terpelihara.

“Pertanggungjawaban berdasarkan fakta dari seluruh aspek hukum agar tidak menjadi instrumen penjaringan, sebab itu merendahkan anda sendiri, jadi anda harus benar -benar membaut fakta itu bersih, hukum itu bersih baru perpaduan kedua hal itu menjadi dasar anda menghukum orang, kalau anda keluar dari itu anda berhenti jadi orang hukum,” tegas Margarito.

Mantan staf Mensesneg itu juga mengatakan, dan sangat berbahaya kalau anda mengunakan sebut saja publik, korupsi itu berbahaya, dan dengan dasar itu anda main limpah saja maka anda fasis.

“Tidak begitu cara berpikir, anda tidak boleh mengadili, memutuskan membebani hukum kepada orang berdasarkan opini publik, tapi harus mengunakan fakta yang tersaji dalam hukum, yakni periksa fakta secara betul, tentukan hukumnya secara betul baru kontruksi hukum dari kasus itu selanjutnya menghitung aspek -aspek nonteknis baru keadilan bisa ada dan kalau tanpa itu semua maka bisa dibilang tanpa alasan,” sebut Margarito.

Dia juga menambah, kerugian negara yang terbukti dalam persidangan dengan terdakwa Ichsan sebesar Rp 400 juta dan divonis 7 tahun, menurut dia, hal itu kan konyol.

“Dimana letak konyolnya, coba bayangkan ada terdakwa lain yang terbukti juga merugikan keuangan negara 400 juta sekian lalu dikembalikan setengahnya itu terus hukumnya jadi 1 tahun dari 7 tahun yang dituntut JPU, orang ini terbukti  juga tapi tidak dikembalikan maka divonis 7 tahun, bagi saya itu kelewatan dan tidak masuk akal,” tuturnya.

Padahal lanjut dia, kalau dilihat secara keseluruhan konstruksinya dan kadar hukumnya semua sama, jabatan mereka Dirut dan auditnya tidak dilakukan dan seterusnya.

“Kesalahan ini juga tidak sepenuhnya kesalahan para Dirut ini, tapi kesalahan juga ada pada pihak Pemda Kota selaku pemegang saham dan unsur -unsur lain organ -organ lain dalam perusahaan itu,”tegas dia.

Olehnya itu, ada alasan yang cukup untuk membebaskan Ichsan bukan sekedar meringankan tetapi dibebaskan, karena sejauh bacaan ia, tidak ada yang menguntungkan dirinya (Ichsan) sendiri, dan sekali lagi tindak pidana itu tidak dimaksudkan oleh Ichsan

“Kalau ada prosedur-prosedur perusahaan tadi tidak tepat, itu sebabnya ada pengawasan, komisaris kalau sudah tahu kenapa anda diam, nanti sudah jadi begini baru anda ribut, lalu anda ngapain saja selama ini. Saya mendesak kepada majelis hakim Banding agar mendalami betul syaratil, fakta -faktanya baru dikonstrukstil hukum khusus atas dalam peristiwa ini baru lah memutuskan tidak bisa begitu aja menerima tuduhan,”pungkasnya.(red)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.