Kecamatan Rajabasa Menyimpan Sejarah Unik di Masa Silam

Lampung670 Dilihat
Tungku Belanda dan bak mandi yang masih dijaga hingga sekarang.

 

Lampung selatan, redaksimedinas.com –Kecamatan Raja Basa yang banyak menyimpan rahasia wisata seperti pantainya, air terjunnya dan situs peninggalan atau situs pemandian serta tungku Belanda yang masih dipertahankan sampai saat ini dengan di pagar besi masih berbentuk aslinya seperti saat dibuat.

 

Desa Hargo Pancuran, kecamatan Raja basa, merupakan salah satu desa yang berada di lereng Gunung Raja basa, menghadap ke sisi selat sunda dengan udara yang sejuk dan pemandangan gugusan kepulauan Krakatau meliputi Sabesi, Pulau Sebuku, Pulau Panjang, Pulau sertung, Pulau mengkudu dan Gunung Anak Krakatau.

Wardal adalah tokoh masyarakat dan pernah menjabat sebagai kepala desa Hargo Pancuran mengatakan bahwa situs peninggalan Belanda yang mulai diperbaiki dan di dekat situs tersebut dibangun kantor kepala desa agar bisa menjaga situs tersebut.

Desa Hargo Pancuran dijadikan oleh Belanda sebagai lokasi peristirahatan dan wisata untuk memandang laut lepas, serta kapal-kapal yang melintas. Banyak mahasiswa jurusan geologi yang berhubungan dengan Gunung Krakatau atau mahasiswi pertanian yang ingin melihat hasil pertanian desa Hargo Pancuran tersebut berdatangan.

 

Wardal yang kini berusia 54 tahun, di masa kecilnya dia memang sudah tinggal di desa tersebut, generasi sebelumnya, sang ayah Karjo (alm) dan sang kakek merupakan sesepuh dan kepala desa di desa tersebut termasuk dirinya yang pernah menjabat sebagai kepala desa pada tahun 1995-2000.

 

Hak tanah bengkok seluas 1 hektar pada masa kejayaan tanaman kakao dan cengkeh diakuinya tidak lepas dari sejarah kehadiran belanda di wilayah tersebut, termasuk jejak jejak peninggalan jaman Belanda hingga saat ini.

Pada zaman dulu, dikisahkan ada sepasang suami- istri muda yang baru menikah dan tinggal di wilayah desa tersebut. Namun sang istri diwanti-wanti untuk tidak mandi di pancuran tempat suaminya biasa mandi, Rasa penasaran sang istri membuat dirinya memberanikan diri untuk mandi di pancuran tersebut. Sang istri kaget saat diam-diam ke pancuran melihat batu dan benda -benda di dekat pancuran berkilauan seperti emas dan setelah mandi, hendak pulang dirinya berpegangan pada sebuah batu, dan batu tersebut patah.

Patahnya batu tersebut merupakan emas, akhirnya warga berbondong -bondong mendatangi pancuran tempat dua buah batu emas berukuran besar, meski mengalami kesulitan mengambil dengan berbagai peralatan, tidak satu pun yang berhasil.

Dalam satu petunjuk warga bermimpi, disebutkan batu emas bisa diambil dengan syarat mengorbankan satu bayi yang baru lahir untuk dibakar dan emas tersebut bisa digunakan untuk kemakmuran warga.
Warga selanjutnya sepakat memenuhi permintaan tersebut dengan siasat membuat miniatur bayi dari tepung dan mempersembahkannya cara dibakar didekat batu tersebut. Seusai ritual pengorbanan, satu batu bisa diambil meski sulit dipindahkan dan sebagian hanya bisa dibawa pulang dalam ukuran kecil.

Semalam sesudahnya, warga kembali ke lokasi tersebut dan mendapati dua batu besar yang terbuat dari emas sudah tidak ada di lokasi semula dan hanya tersisa berapa batu biasa.

 

Konon yang empunya emas kecewa karena warga berbohong, sehingga dua batu emas besar tersebut menggelinding dan pindah ke kawasan yang dikenal sebagai Tanjung Tua, sehingga bayak disebut wilayah tersebut banyak memiliki harta karun, keterangan beberapa warga desa tersebut.

Saat team redaksimedinas.com mendatangi pos Gunung Krakatau turunlah hujan yang sangat deras akhirnya tidak dapat bertemu dengan petugasnya yang sedang pergi ke kantor kabupaten, meski sebelumnya pernah masuk ke dalam pos yang memiliki fasilitas pengamatan Gunung Krakatau berupa teropong, seismograf termasuk foto-foto sejarah letusanan Gunungan Anak Krakatau sejak 1883 hingga terakhir di 2012. Cuaca berkabut dan berawan membuat Gunung Krakatau yang bisa diamati dengan mata telanjang sama sekali tidak terlihat.

Sebagai situs di desa tersebut kini pemerintahan desa Hargo Pancuran masih mempertahankan berapa peninggalan Belanda sebagai bukti desa tersebut pernah ditinggali oleh Belanda, termasuk pancuran emas yang letaknya di lereng bukit di bawah komplek kantor pemerintahan desa yang sulit diakses saat kondisi hujan, dan sekarang aksesnya sudah bagus, sudah bisa dilalui dan di depan situs tersebut sudah di bangun kantor kepala desa yang baru.

 

Uniknya lagi masih ada pohon sawo yang ditanam pada zaman Belanda dulu dan masih hidup sampai sekarang pohon sawo tersebut. (Amin Padri)

Posting Terkait

ADVERTISEMENT
Konten berikut adalah iklan platform MGID, medianasional.id tidak terkait dengan isi konten.

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.