Harga Diri Bangsa, Ruslan Buton Tolak Disuap Kasus TKA

Muhammad Risman Mantan Aktivis Tambang di Maluku Utara

Sebagaimana yang di muat dalam beberapa pemberitaan media online yang beredar tentang Pemberhentian Ruslan Buton (RB) sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), Akibat menolak berkompromi dalam hal ini adalah masuknya Warga Negara Asing (WNA) asal China yang diduga akan menjadi Tenaga Kerja Asing (TKA) pada perusahaan pertambangan di Pulau Taliabu, Maluku Utara. Oleh karena Itu telah menjadi kekhawatiran bagi kami. Sebab, telah banyak TKA yang membanjiri perusahaan-perusahaan pertambangan disana. Sehingga menjadi permasalahan klasik hampir seluruh daerah Maluku Utara, dan Semoga dugaan itu tidak benar.

Sebaliknya jika dugaan itu benar, Perlu harus diperhatikan terhadap penegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena apa yang disuarakan dalam vidio viralnya RB bahwa telah banyak dan ditemukan Tenaga Kerja asing (TKA) di tempat tugasnya itu idak memiliki paspor sebagai tenaga kerja dan beberapa syarat lain bagi WNA untuk masuk di Indonesia.

Ditambahkan dalam keterangan vidionya, sempat para WN-Asing yang bermasalah itu ditahan. Pada vidionya kemudian dia didatangi beberapa orang. Diantaranya ada oknum TNI dan kepolisian dengan membawakan satu kantong plastik bersi “uang” dengan tujuan memberikan kepadanya agar dapat membebaskan para TKA yang sempat ditahannya namun RB menolak pemberian tersebut. Ini kemudian dapat dibenarkan menjadi kekhawatiran RB terhadap ancaman NKRI.

Selain ancaman NKRI, menerima penyuapan untuk menyelamatkan para WN-Asing yang ditahan itu bagi RB pastinya merupakan penghinaan dan bukan saja dirinya sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) tetapi sebagai anggota TNI.

Diketahui pada saat itu, RB sedang bertugas sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau. Pos Satuan Tugas Daerah Rawan—TNI kerap menyingkatnya ‘Satgas Ops Pamrahwan’—Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau, Lede, Pulau Taliabu, Maluku Utara.

Kekhawatriran RB itu sebenarnya kami yang terhimpun dalam Barisan Pemuda Pelopor (BAPPOR) sudah pernah menyuarakan dan mempresure keterbukaan serta kewaspadaan atas masuknya para TKA di PT Harita Group. Dimana perusahaan pertambangan nikel itu milik pihak investasi asing yang berlokasi di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, dalam kurung waktu pada tahun 2017/2018 lalu.

Lebih aktifnya pada tahun 2018. Berawal dari permasalahan Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu meminta keterbukaan atas kewajiban perusahaan untuk memperhatikan masyarakat lingkar tambang. Di pertengahan perjalanan, munculah permasalahan ketimpangan lain dengan masuknya para TKA asal China. Dengan unsur dugaan ilegal, hal Inilah kemudian menjadi pembahasan pada setiap kali pertemuan bersama teman-teman yang memiliki pemahaman sama untuk berjuang melawan kesewenang-wenangan perusahaan tambang di daerah Maluku Utara Khususnya di Pulau Obi.

Upaya mendapatkan sumber bahwa para WN-Asing tersebut telah sesuai dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang masuk di Indonesia yang akan menjadi TKA di Maluku Utara, Kami telah melakukan beberapa pertemuan berupa audiens bersama pihak perusahaan, kantor Keimigrasian Ternate, dan bahkan pada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Maluku Utara. Namun hal tersebut tidak membuahkan hasil yang maksimal. Padahal harapan kami dalam setiap pergerakan dan audiens bersama pihak-pihak terkait, agar mendapatkan data kepastian kehadiran TKA.

Pada prinsipnya dalam pergerakan presure tidak mempersoalkan para TKA yang masuk di Indonesia jika kedatangan dengan resmi. Karena itu bagian kebijakan Negara dalam menjalin kerjasama dengan pihak investor asing, tetapi menurut RB dengan masuknya para TKA ini akan menjadi ancaman bagi bangsa dan ancaman NKRI. Cuman ia yang ketahui (bagiku)? Karena jangankan RB, kami bahkan merasakan kekhawatiran itu. Jadi, Saya merasakan dengan beberapa pernyataannya terkait kejanggalan para TKA masuk di Indonesia. Terutama yang bekerja pada perusahaan-perusahaan asing di Maluku Utara.

Tetapi jika boleh saya berpendapat tentang apa yang telah dibuat oleh RB ini merupakan penyampaian aspirasi atas kegelisahan dan kecintaan terhadap Bumi Pertiwi serta keutuhan NKRI. Seharusnya RB dilakukan penanganan persuasif. Karena bagi kami, sosok RB sangat sulit ditemukan di Republik ini dengan memiliki jiwa kesatriannya, komitmen terhadap tugas bahkan menolak disuap oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga sosok RB ini jarang kita dengar Abdi Negara di Republik ini yang memiliki loyalitas tinggi terhadap bumi pertiwi dan NKRI, Sehingga perlakukanlah dengan baik.

Semestinya, Negara bersyukur ada putra terbaik seperti seorang RB, Komando Pos Satuan Tugas Daerah Rawan. Dirinya berkorban demi menyelamatkan anggotanya (saat bertugas di Taliabu). Untuk mendapatkan sanksi berat dari putusan atas kasus matinya, seorang preman. Kejadian itu saat empat bulan setelah peristiwa penolakan menerima pemberian “suap” untuk pembebasan TKA. Markas sekaligus asrama TNI yang dimpimpinya diserang oleh seorang pria bernama La Gode. Karena meresahkan kemudian ia ditangkap hingga tewas “yang dibunuh bukan petani. Yang dibunuh ini preman, sudah dua kali keluar masuk penjara karena kasus pembunuhan”, menurut Tonin, pengacara RB dalam pemberitaan beberapa media.

Akibatnya Pengadilan Militer Ambon memutuskan. Hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan pemberhentian dari anggota TNI-AD Kepada RB pada 6 juni 2018. Keterangan dari pengacaranya tersebut, bisa dijadikan pertimbangan. Memang disadari, kematian La Gode menimbulkan pro-kontra. Tetapi kita kembali pertimbangkan dari sisi Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) didaerah itu. Jika tidak ada kejadian penangkapan preman tersebut. Belum tentu masyarakat bisa hidup tentram. pastinya kita semua memiliki pendapat sama? Sekarang kasusnya RB sudah selesai dengan menjalani hukumannya. Namun, kenapa sekarang kembali diangkat..? Setelah viral surat terbuka RB kepada Bapak Jokowi Presiden Republik Indonesia. Yang disampaikan melalui rekaman audio (suara) dan media lainnya, belum lama ini. Memangnya itu salah. Bagiku itu adalah resiko bertugas untuk menjaga Kamtibmas apalagi berada didaerah rawan.

Ditulis di Buton, Sulawesi Tenggara, 2 Juni 2020.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.