DPRD Tentang Nama MAK “Baitul Huda” Jika Tak Diganti Bisa Timbul Polemik

M. Toha :“Kami Pertanyakan Kepada Bapak Medi Hartono Mana Icon Umum dan Mana Icon Pribadi, Tolong Bedakan” 

Editor foto : Aris

Penilis   : Rismaidi

Editor   : Aris, Ras, 

Jum’at 8 Maret 2019

Mukomuko, mediananasional.id –  Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mukomuko, Frenky Janas, dia menentang keras soal nama Masjid Agung Kabupaten (MAK), yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mukomuko bernama “Baitul Huda”. Karena kata pria yang akrab dengan sapaan Frenky ini, nama tersebut perlu diganti, tak pantas dilekatkan pada Masjid yang merupakan salah satu Icon daerah. Katanya, “Jika nama itu tidak dikaji atau ditinjau ulang, bisa menimbulkan polemik ditengah masyarakat, tukas pria yang dikenal vokal serta memegang kuat prinsip hidup.

Lanjut Frenky, apalagi informasi berkembang dalam rapat pembahasan nama Masjid, Tokoh Adat (TK) Kabupaten tidak dilibatkan. Ujarnya lagi, secara kelembagaan DPRD juga  tidak dimitai kesepakatan dalam penetapan nama MAK tersebut. Pada intinya keinginan masyarakat, nama Masjid yang telah menghabiskan uang daerah yang tidak sedikit itu, mesti direvisi.

“Apalagi informasi berkembang, tokoh adat Kabupaten tak diikutkan dalam rapat mengenai menyimpulkan nama Masjid yang merupakan Icon daerah, serta telah menghabiskan uang daerah miliar tersebut. Nama itu sesungguhnya tak cocok diberikan kepada Masjid semegah itu, dan nama “Baitul Huda itu adalah nam Masjid yang berada di Desa, misanya seperti “Nurul Huda,” tukas Frenky, via ponsel Jum’at (8/3) kepada awak medianasional.id.

Diakuinya, secara kelembagaan DPRD Kabupaten Mukomuko, menolak nama yang telah diputuskan tersebut.  Dari sekarang saja lanjutnya lagi, telah menuai polemik. Dan pada prinsip masyarakat Kabupaten Mukomuko, taat terhadap pegang pakai adat istiadat tradisi serta budaya setempat, maupun budaya yang datang dari beberapa daerah lain. Karena orangnya mayoritas menjunjung tinggi keragaman suku serta bahasa budaya dengan latar belakang yang berbeda. Ditambahkan Frenky, Pemkab setempat harus segera mengundang tokoh adat, tokoh sara, tokoh agama, untuk menampung aspirasi dari tokoh-tokoh tersebut, dalam bentuk  kebersamaan untuk mencapai kata mufakat.

“Kita harapkan Pemkab dalam hal ini, bijak dalam menyimpulkan suatu keputusan, agar tak menimbulkan polemik. Dan Pemkab harus mengundang berbagai tokoh dalam kebersamaan untuk menentukan nama sebuah Masjid yang dibangun menggunakan uang daerah. Apapun namanya, kalau telah melalui kesepakatan bersama, hal itu tentunya tak bakal menuai polemik,” tukas Frenky Janas.

Terpisah, melaui mesenger akun Facebook, Kepala Bagian (Kabag) Kesra Sekretariat Pemkab Mukomuko, Medi Hartono, mengatakan sebenarnya di dalam mekanisme berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, cukup masukan dari pihak Kementeriaan Agama (Kemenag) sebagai lembaga yang berkompeten dalam bidang Agama.  “Berbeda degan Icon umum lainnya, yang harus melibatkan unsur masyarakat dalam penamaannya,” tulis Medi Hartono.

Dikatakannya, kalau saya secara pribadi inshaa Allah, dia akan senantiasa bersikap obyektif dalam segala hal termasuk dalam bekerja. “Yakinlah, saya bekerja krn Allah dan hanya untk Allah, saya tdk punya kepentingan terhadap makhluk kecuali itu tdk bertentangan dgn perintah Allah, tulis Medi Hartono lagi.

Menurutnya, jika memang dibutuhkan perwakilan adat dari semua Kecamatan se Kabupaten Mukomuko untuk membahas nama Masjid, pihaknya akan mengadakan kegitan pada tanggal 20 bulan Maret ini. Dikarenakan ada Musyawarah Daerah (Musda) Badan Musyawarah Adat (BMA). Dia berjanji akan  mengundang beberapa tokoh selain dari pemerintahan, dalam hal bersama-sama untuk  membahas masalah nama MAK tersebut.

“Dngn catatn semua unsur pribadi adat tersebut harus menguasai bahasa arab, terutama kaidah nahwu dan shorofnya. Dan harus mampu menjabarkan arti dari bahasa arab yg akan digunakan sebagai nama masjid tersebut.” demikian Medi Hartono, sesuai apa yang dituliskannya.

Ditempat terpisah, warga masyarakat Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko, M. Toha, S.Sos, mengatakan yang menjadi pertanyaannya secara pribadi untuk Kabag Kesra itu adalah, harus bisa menjelaskan apa serta bagaimana yang dimasudkan dengan Icon Umum mana pula yang mesti disebut dengan Icon Pribadi. Karena kata M. Toha, MAK itu berdiri diatas tanah milik pemerintah daerah diperutukan demi keperluan orang secara umum dan di bangun pula menggunakan uang daerah.

“Menurut kami selagi keberadaan bangunan tempat ibadah itu berada di tanah rakyat serta pemeritah dan berada di lokasi umum, hal itu merupakan Icon umum. Jadi pertanyaan kami kepada pak Medi Hartono, harus diperjelaskan perbedaan Icon Umum dengan Icon Pribadi dan tolong jelaskan seperti apa itu ? Kalau menurut kami jika Masjid itu, dibangun di perkarangan ruma pribadi itulah yang namanya Icon Pribadi, dan bagi masyarakat umum diperbolehkan datang. Selagi tempat serta keberadaannya pada tempat umum yang didirikan pada tanah milik pemeritah daerah, tentusaja untuk keperluan umum gunanya, hal itu merupakan Icon Umum namanya.  Apapun nama Masjid itu, kami tak menyoalkan, masalahnya yaitu tak melibatkan tokoh masyarakat serta tokoh adat. Kami mengingikan ada kebersamaan dalam berbagai tokoh masyarakat adat serta tokoh agama lainnya, dalam rencana revisi nama MAK itu nanti. Yang kita tuntut sesuai janji diucapkan pak Saikun dan bapak Medi Hartono, waktu itu memanggil kami ke rumah dinas Bupati Mukomuko, dan akan merevisi nama Masjid tersebut. Jelas janji itu sampai sekarang kami tunggu,” tegas M. Toha. (editor : Aris, Ras)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.