Dalam Rangka Melaksanakan Ibadah Haji Komandan Kodim Wonosobo Menggelar Acara Tasyakuran dan Pamitan

Wonosobo72 Dilihat

Wonosobo, medianasional.id – Komandan Kodim 0707/Wonosobo Letkol Czi Fauzan Fadli SE, menyelenggarakan acara tasyakuran dan pamitan dihadapan anggota, tokoh masyarakat dan pejabat Pemda dalam rangka untuk melaksanakan ibadah haji bertempat di aula Makodim. (12/7).

Dalam kesempatan tersebut Letkol Czi Fauzan Fadli menyampaikan terima kasih atas kedatangan para undangan yang telah meluangkan waktu untuk menghadiri acara Walimatussafar lil hajj. Tidak lupa dalam kesempatan ini karena sebagai umat manusia tentu tidak lepas dari salah dan khilaf. Untuk sebelum berangkat ke tanah suci mohon keikhlasan dan kerelaanya untuk memaafkan kami.

Kami manusia biasa yang akan melaksanakan ibadah haji menjadi tamunya Allah SWT di tanah suci sana bersama dengan jutaan jamaah yang lain sangat membutuhkan bantuan doa dari para hadirin semuanya. Semoga dengan bantuan doa tersebut kami bisa meringankan dan memudahkan kami dalam melaksanakan ibadah.

Tidak lupa sebagai pejabat meninggalkan wilayah dalam waktu yang cukup lama yaitu 40 hari maka titip wilayah untuk bersama – sama menjaga Wonosobo agar tetap kondusif.

KH Drs Supomo Ibnu Sahid ketua IPHI sekaligus sebagai penceramah dalam tausiahnya menyampaikan bahwa ibadah haji adalah ibadah yang sangat istemewa dan unik. Karena tidak semua orang bisa melaksanakannya, hanya orang – orang yang di panggil oleh Sang Khaliq. Tidak jaminan orang mempunyai banyak uang bisa berangkat. Untuk itu pesannya adalah jangan sia – siakan kesempatan yang telah diperoleh ini.

Lebih lanjut KH Supomo Ibnu Sahid menyampaikan ibadah haji merupakan ajaran dan ritual keagamaan untuk menapaktilasi bapak mono teisme, Ibrahim dimana haji hanyalah sebuah sistem simbol yang tidak terlalu berguna bagi kemanusiaan apabila tidak mampu menangkap makna terdalam dari ritualisme haji itu sendiri.

Disinilah, pentingnya kita mengungkap makna dibalik ritualisme haji, agar para jamaah haji mampu berperan menjadi Ibrahim – ibrahim baru (atau Muhammad baru) dalam menyebarkan risalah tauhid sepert halnya nabi Ibrahim.

Ada beberapa makna filosofi dalam pengamalan ibadah haji bila kita mencermatinya secara mendalam. Antara lain, pertama, ibadah haji dimulai dengan niat sambil meninggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram (putih). Dalam pakaian ihram itulah dapat kita artikan bahwa semua kita adalah sama, tidak ada perbedaan diantara kita, apakah status sosisl, ekonomi, profesi, politik dan sebagainya, sehingga kita semua tidak ada yang paling mulia dan terhormat kecuali kemampuan taqwa kita kepada Allah (Inna akromakum ‘indallahi atqokum).

Dengan pakaian putih juga seseorang akan merasakan kelemahan dan keterbatasannya serta pertanggungjawaban kelak di hadapannya, karena pakaian putih juga menggambarkan “latihan meninggal dunia”, kenapa latihan? Karena memang tidak mati betul. Dengan latihanlah kehidupan akan menjadi matang dan sistematis.

Kedua, dengan pakaian ihram , maka semua larangan harus di indahkan oleh pelaku ibadah haji. Janganlah sakiti binatang, janganlah membunuh, jangan mencabut pepohonan. Mengapa demikian? Karena manusia berfungsi memelihara mahluk tuhan, sesama mahluk harus saling mengasihi, saling toleransi, meniadakan bentuk – bentuk terorisme dan yang paling penting umat islam adalah rahmah bagi seluruh alam. Ketiga, Ka’bah yang dikunjungi merupakan simbol atas nilai -nilai kemanusiaan .

Disana misalnya ada hijr Ismail (pangkuan Ismail), saat Ismail dipangku oleh Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang bahkan kuburannya pun berada di situ. Namun demikian wanita itu peninggalannya diabadikan Tuhan untuk memberi pelajaran bahwa Allah memberi status seseorang bukan karena keturunan atau status sosial, tetapi karna kedekatannya kepada Allah dan usahanya untuk Hajr (hijrah) dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban. Disini bisa kita ambil pelajaran, walaupun bangsa ini sedang terpuruk baik segi ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya, tetapi kita tidak boleh pesimis, berkecil hati, dan merasa tidak mampu berbuat apa-apa, karena apabila kita berusaha sungguh-sungguh untuk membangun bangsa ini dengan meminta pertolongan Allah untuk kemajuan dan keberadaban bangsa. Insya Allah, krisis yang terjadi akan segera selesai.

Keempat, kita semua menjalani ibadah Thawaf dan Sa’i. Thawaf dalam arti menggambarkan larut dan meleburnya manusia dalam hadirat ilahi sehingga manusia betul-betul mampu menjadikan hatinya bersama dengan Allah, kehusukan hatinya tidak diragukan lagi dan terbentuklah pribadi yang mencintai sesama bukan meneror sesama. Sedangkan sa’i menggambarkan bahwa tugas manusia adalah berusaha semaksimal mungkin dalam kehidupan seperti yang dialami hajar dan putranya Ismail dengan ditemukannya sumur zamzam.

Sa’i merupakan perjalanan Hajar ketika mancari air untuk putranya, dia memulai usahanya dari bukit shafa yang berarti kesucian, sebagai lambang bahwa untuk mulai hidup harus dengan kesucian dan ketegaaran dan diakhiri di marwa yang berarti jadilah manusia yang ideal, bermurah hati, dan memaafkan orang lain sehingga kehidupan penuh dengan kedamaian dan ketentraman.

Kelimat, di Arafah seluruh jamaah berhenti sampai terbenamnya matahari. Disanalah mereka seharusnya menemukan ma’rifat pengetahuan tentang dirinya dan perjalanan kehidupannya. Disini pula kita bisa menarik benang merah agar supaya pemimpin bangsa ini memiliki pengetahuan tinggi, dalam arti pemimpin haruslah berjiwa bijaksana, merasakan penderitaan rakyatnya (seperti ketika merasakan panasnya di Arafah) tidak malah menekan rakyat dengan beban berat padahal mereka hidup dalam kemewahan.

Gerakan moral dan sosial mesti teraplikasi secara baik ketika jemaah kembali ke Tanah Air. Karena hakikat kemabruran haji selain ditentukan oleh pelaksanaan ibadah hajinya sendiri sesuai dengan tuntutan Rasulullah saw, juga sangat ditentukan oleh perilakunya. Imam Hasan Al-Bashri menyatakan, yang dimaksud haji mabrur adalah perubahan perilaku ke arah yang lebih baik dan ia menjadi panutan bagi masyarakat sekitarnya. Pendapat lain mengungkapkan, haji mabrur ialah kesediaan memberikan harta kepada yang membutuhkan. Dan ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan segala ucapan dan tindakannya.

Hal ini seperti ungkapan Ibnu Sina bahwa “Apabila ke’arifan telah menghiasi diri seseorang, maka orang itu akan melihat yang satu saja, melihat yang maha suci. Semua makhluk dipandangnya sama, ia tidak akan melihat kesalahan-kesalahan orang lain tetapi akan selalu peka apabila melihat kemungkaran, karena jiwanya diliputi oleh rahmat dan kasih sayang,”.

Reporter : Andika

Editor : Drajat

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.