Candi Badut Kini Naik Peringkat, Begini Deskripsi dan Sejarahnya

Jawa Timur516 Dilihat
Candi Badut yang konon namanya berasal dari nama Raja Gajayana yang juga disebut Liswa.

Malang, medianasional.id – Anak komedi atau dalam bahasa Jawa diartikan badut telah naik peringkat. Setelah ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cagar Budaya sebagai peringkat kabupaten tahun 2017 Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) menetapkannya menjadi peringkat provinsi.

Naiknya peringkat anak komedi yang menurut Poerbatjaraka dalam kamus Sanskerta disebut Liswa, sebutan lain Raja Gajayana sebelum menggantikan ayahnya yang bernama Raja Dewasimha. Hal itu juga terdapat dalam Prasasti Dinoyo berangka tahun 682 Caka atau 760 Masehi, didasarkan pada identitas, deskripsi dan sejarah pembangunan candi yang dinamakan sama dengan nama Raja Gajayana oleh tim ahli cagar budaya (TACB).

ADVERTISEMENT

Naiknya peringkat Candi Badut yang terletak di Desa Karangbesuki, Kecamatan Dau, yang ditemukan oleh pakar arkeologi tahun 1923 tersebut secara identitas memuat luas lahan, bangunan candi, lokasi , kewenangan pengelola serta status kepemilikan. Teregistrasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai bagian dari cagar budaya nasional, statusnya yang dulu bernaung dalam Perda Kabupaten Malang mengalami perubahan.

Hal ini dibenarkan oleh Bupati Malang Dr H Rendra Kresna yang menerima Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 188/734/KPTS/013/2017 yang menetapkan Candi Badut sebagai cagar budaya peringkat provinsi. “Surat keputusan sudah diterima Pemerintah Kabupaten Malang tentang hal ini. Dengan adanya peningkatan peringkat, kami berharap banyak pelestariaan cagar budaya semakin lebih baik ke depannya, baik untuk menunjang sektor pariwisata maupun sebagai wadah pembelajaran sejarah kepada generasi sekarang,” kata Rendra, Minggu (29/04/2018).

Deskripsi dalam lampiran surat keputusan gubernur Jatim tertanggal 21 Desember 2017 menuliskan bahwa Candi Badut yang juga disebut Candi Liswa merupakan candi yang berlatar belakang agama Hindu-Siwa. Keutuhan candi dan isinya saat ini memang telah mengalami perubahan dari asalnya. Misalnya yang terlihat pada atap tangga masuk dengan tulisan kala-makara yang kondisinya sekarang telah rusak. Di bagian kepala kala-makara, rahang bawahnya telah tidak ada alias hilang.

Di bagian tubuh candi pun kondisinya sama. Relung-relung tubuh candi sebagai tempat arca tidak lengkap dan hanya tersisa satu arca Durga Mahasasuramardini di relung sebelah utara. Untuk relung bagian selatan yang seharusnya diisi arca Syiwa Guru dan timur arca ganesha sudah tidak ditemukan lagi. Pun pada bilik candi, lingga-yoni yang biasanya menjadi kesatuan hanya menyisakan lingganya saja. Sedangkan yoninya telah mengalami kerusakan. Sedangkan bagian atap candi tidak bisa lagi dilakukan rekonstruksi secara bentuknya.

Dari sisi sejarah, keberadaan Candi Badut yang menurut sebagian ahli purbakala dibangun atas perintah Raja Gajayana dari Kerajaan Kanjuruhan terbilang unik. Dari tulisan Prasasti Dinoyo, diceritakan tentang masa keemasan pemerintahan Raja Dewasimha dan putranya, Gajayana atau Liswa, di Kanjuruhan. Sikap adil dan bijaksana kedua raja tersebut membuat mereka dicintai rakyatnya. Kebijakan dua raja tersebut diperkuat dengan Liswa yang konon sangat senang melucu (mbadhut, red). Kesukaannya melucu Liswa inilah yang akhirnya saat dirinya memerintahkan pembangunan candi dinamakan Candi Badut.

Dari sisi fisik serta ornamen, Candi Badut juga berbeda dengan kebanyakan candi yang berada di wilayah Jatim. Terutama pada pahatan di pintu masuk candi yang terdapat kala-makara sebagai hiasannya yang dibuat tanpa rahang bawah. Hal ini berbeda dengan candi-candi di Jatim lainnya. Candi Badut lebih mirip dengan candi-candi di Jawa Tengah (Jateng). Ini diperkuat dengan tubuh candi yang tambun dengan kemiripan yang hampir serupa dengan Candi Dieng dalam hal bentuk dan reliefnya yang simetris.

Berbagai hiasan di dinding candi berupa relief burung berkepala manusia dan peniup seruling. Serta di keempat sisi tubuh candi yang berhiaskan bunga dan burung berkepala manusia, semakin melengkapi candi badut sebagai bagian dari cagar budaya yang patut untuk dijaga dan dilestarikan.

“Kita memiliki banyak candi peninggalan sejarah yang sangat penting dalam perkembangan Indonesia sampai kini. Dan beberapa candi tersebut juga telah teregistrasi oleh Kemendikbud sebagai cagar budaya nasional. Tentunya dengan harapan yang sama, bahwa peninggalan penting masa lalu ini terjaga dengan baik,” ujar Rendra, yang juga ketua DPW Partai NasDem Jatim.

Maka, lanjut Rendra, peningkatan Candi Badut menjadi cagar budaya peringkat provinsi menjadi keniscayaan. “Harapan besarnya semua candi tersebut bisa menjadi ruang belajar bagi masyarakat serta bentuk kejayaan kita sejak zaman kerajaan,” imbuhnya.

Seperti diketahui, sejak tahun 2016, beberapa candi yang ada di Kabupaten Malang, seperti Candi Badut, Jago, Kidal dan Singosari telah dilakukan kajian naskah rekomendasinya oleh tim ahli cagar budaya nasional. Nantinya, dari hasil kajian tersebut, candi-candi yang tumbuh di Kabupaten Malang direkomendasikan menjadi cagar budaya peringkat nasional.(nrt)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.