Kajian PB HIPPMAMORO, PT KAK di Morotai Akan Merusak Lingkungan dan Pariwisata

Maluku Utara76 Dilihat
Ketua bidang Seni, Olahraga dan Pariwisata Zunajar Sibua

Morotai, medianasional.id – PB HIPPMAMORO mengecam keras atas beroperasinya PT Kurnia Arta Kamilin (PT.KAK) di Kabupaten Morotai. Sesuai hasil kajian bahwa persuhaan yang beroperasi dapat merusak lingkungan dan Pariwisata di Morotai. Senin (15/10/2019).

Kepada media ini Ketua bidang Seni, Olahraga dan Pariwisata Zunajar Sibua menyampaikan bahwa Morotai adalah kawasan strategis pengembangan nasional yang terfokus pada sektor perikanan dan pariwisata. Di sector pariwisata sendiri, Morotai menjadi satu-satunya kabupaten/kota di Provinsi. Maluku Utara yang ditetapkan sebagai bagian dari sepuluh destinasi wisata prioritas Nasional atau sepuluh bali baru. Olehnya itu arah kiblat pembangunan dan pengembangan pariwisata Morotai harus didesain secara kritis guna mengantisipasi dampak negatif yang nantinya akan menjadi pemicu konflik sosial. Ucapnya

Morotai punya potensi besar di sektor bahari, letak geografisnya sangat strategis tepat berada di bibir samudera pasifik, yang mana seluruh dunia saat ini sedang mengarah ke arah itu. Kekayaan kelautan dan perikanan ini menjadi aset besar pariwisata Morotai, kita mesti sama-sama menjaga dan merawatnya, jangan sampai dirusakkan. Jika harta yang begitu megah ini rusak, sama halnya dengan kita kehilangan kekayaan anak bangsa Bumi Moro. Tegas Zunajar

“Sumber daya alam (SDA) kita sangat besar, apalagi di sector bahari. Tapi ada hal yang mengganjal dalam kebijakan publik di Kabupaten Pulau Morotai dalam hal ini yang bergerak di sektor bahari sendiri ternyata bukan hanya perikanan dan pariwisata, tapi juga pertambangan yaitu Tambang Pasir Besi yang di kelolah oleh PT. Kurnia Arta Kamilin (PT- KAK)”.

Kita semua jadi bingung dengan regulasi ini, di satu sisi ada kebijakan yang mengupayakan untuk menjaga dan merawat alam, tapi di sisi lain ada juga kebijakan yang mengeksploitasi dan menghancurkan kekayaan alam tersebut. Morotai sebenarnya fokus pada pembangunan dan pengembangan pariwisata atau tidak. Jika memang benar-benar ingin membangun pariwisata, maka pertambangan mesti dilenyapkan.

“Sangat disesali, kebijakan yang diambil oleh Pemkab Morotai kok terkesan tak berkonsep dan asal-asalan. Hal ini mesti dipertanyakan keberadaan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten. Morotai yang kebijakannya begitu semraut. Padahal mereka dibayar untuk berpikir keras dalam menjalankan suatu kebijakan yang mengutamakan kepentingan Masyarakat Morotai.”

Lebih lanjut bahwa Pariwisata itu bersifat multidimensi dan multidisiplin, ia butuh konektifitas dan kordinasi antar instansi. Jika yang satu buat lain dan berkontradiksi dengan yang lainnya tanpa ada kerja sama, tentu itu hanya omong kosong belaka.

Kerena kehadiran PT-KAK yang beroperasi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan. Morotai Utara dan Morotai Jaya bahkan merambat ke Kecamatan. Morotai Timur tersebut sangat berpotensi mengeksploitasi dan menghancurkan segala biota laut yang seharusnya menjadi spot-spot wisata di Morotai.

Bahkan masyarakat pesisir pantai terutama nelayan baik nelayan ikan kerapu maupun ikan tuna pun akan kesusahan dalam menangkap ikan yang menjadi sumber kehidupan mereka. Lebih-lebih disektor pariwisata sendiri sangat dirugikan karena identitas dan karakteristik pariwisata Morotai pun ikut hancur dan lenyap karena digilas oleh tambang pasir besi.

Terlalu murah, kekayaan pariwisata dan perikanan digadaikan dengan tambang pasir besi. “Ayolahh… fokus pada pariwisata yang saat ini dunia sedang gencar-gencar mengembangkannya, yaitu pariwisata berbasis masyarakat. Kita terlalu lambat dan tertinggal dalam persaingan global saat ini jika hanya terkonstruk pada pikiran yang hanya mengutamakan keuntungan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan lingkungan.”

Melihat Morotai masih sangat belia sebagai sebuah destinasi wisata, maka perlu kiranya Pembangunan pariwisata harus bergerak dari bawah, dari masyarakat lokal. Pemkab Morotai harus banyak menyediakan ruang untuk mendidik masyarakat dengan berbagai pelatihan-pelatihan SDM dibidang pariwisata. Juga instansi-instansi terkait, misalkan Dinas Lingkungan Hidup yang juga harus memberikan pendidikan lingkungan terhadap masyarakat Morotai, Dinas Pertanahan juga harus memberikan pendidikan yang baik pula pada masyarakat lokal tentang pentingkan mempertahankan tanah agar tidak diperjualbelikan dengan asal-asalan, sebagaimana kasus Moro Madoto. Tentu yang nantinya dirugikan adalah masyarakat sekitar. Konflik agraria di Morotai begitu besar, mulai dari tapal batas TNI-AU dan Masyarakat, Moro Madoto, bahkan penjualan tanah per-meter seribu rupiah-pun masih kerap kita temui. Kita tidak mau kasus yang serupa dapat terjadi lagi di Morotai.

Dalam kajian pariwisata, hal-hal problem tersebut justru menjadi faktor penghambat dalam pengembangan pariwisata, terutama pariwisata berbasis  masyarakat.(SS)

Safrin

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.