Sekura Topeng 1000 Wajah

Lampung Barat651 Dilihat

Lampung Barat, medianasional.id – Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung terkenal dengan adat budayanya yang masih terjaga hingga sekarang. Salah satu ciri khas adat Masyarakat Lampung Barat ialah Topeng Sekura. Budaya yang selalu hadir di awal bulan Syawal atau saat Hari Raya Idul Fitri.

Pesta topeng ini digelar sebagai ungkapan rasa syukur sekaligus mempererat tali persaudaraan. Acara dimulai dari pagi hingga siang hari. Warga berkeliling kampung mengenakan topeng beragam ekspresi. Selama berkeliling, warga menari riang dan mengeluarkan suara-suara. Topeng juga dilengkapi aksesori aneka warna.

Tradisi Sekura diperkirakan lahir pada abad ke-9. Pelaksanaan tradisi Sekura juga dimanfatkan warga untuk silaturahmi menyambut hari raya idul fitri biasanya dilaksanakan pada 2 syawal sampai 6 syawal dan dilaksanakan setiap kampung / pekon secara bergantian. Sekura atau dalam ejaan Lampung sekukha, memiliki makna penutup wajah, atau wajah yang tertutup. Sekura sebagai tradisi memiliki sejarah panjang dan filosofi yang mendalam. Sekura dibagi menjadi 2 bagian

1. Sekura betik iyalah topeng sekura yang mengenakan penutup wajah yang bersih,rapih,dan sopan. Biasanya sekura betik menutup wajah menggunakan kain panjang.

Sekura Betik.

2. Sekura kamak iyalah topeng sekura yang mengenakan pakaian kotor dan biasanya dipenuhi oli.

Sekura Kamak. 

Kebudayaan Lampung tidak bisa dipisahkan dari dua hal : keberadaan Suku Tumi di Gunung Pesagi, dan kedatangan penyebar Islam di bawah komando Ratu Ngegalang Paksi beserta keempat putranya, yaitu Umpu Belunguh, Umpu Bejalan Diwai, Umpu Pernong, dan Umpu Nyerupa. Suku Tumi yang beragama Hindu Bhirawa memiliki seperangkat adat dan budaya. Suku Tumi kemudian dikalahkan oleh para Umpu yang juga membawa adat serta budaya yang bersumber dari ajaran Islam. Keempat umpu yang mengalahkan Ratu Sekekhumong, pemimpin terakhir suku Tumi, tidak kemudian membumi hanguskan semua jejak peninggalan kebudayaan dan tradisi lama. Sama seperti para wali di Jawa, penyebaran agama Islam di Lampung dilakukan dengan mengakulturasikan kebudayaan yang telah ada sebelumnya.

Seiring perkembangan bentuk tampilan sekura yang beragam diantaranya bentuk Sekura Pudak Upi (seperti bayi ), Sekura Kebayan ( seperti pengantin ), Sekura Ngandung ( seperti sedang hamil ), Sekura Prajurit / Hulubalang dan Sekura Tuha (seperti orang tua / kakek nenek ). Para sekura melakukan pawai keliling kampung yang sedang menjadi tuan rumah, kemeriahan ditambah dengan atraksi-atraksi seni budaya lainnya, seperti pencak silat, muayak ( seni vocal dengan sastra klasik ), menabuh Hadra, dan juga nyambai (berdendang sambil berpantun).

Ada tiga makna yang bisa dipetik dari tradisi Sekura :

1.Humanisme. Manusia pada dasarnya memiliki sifat baik dan buruk. Dan menjadi tugas sejarah kemanusiaan untuk mengendalikan keburukan dengan kebaikan. Sekura kamak merupakan simbol dari keburukan, dan Sekura Betik simbol kebaikan. Bila dikaitkan dengan waktu pelaksanaannya, yaitu 2-6 syawal, Sekura bermakna digantikannya kebiasaan buruk yang dilakukan sebelum Ramadan, oleh amal kebaikan buah dari tempaan selama berpuasa sebulan penuh. Hal itu selaras dengan makna Idulfitri yang berarti kembali pada kesucian setelah puasa melebur dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya.

Dalam kemeriahan tradisi Sekura, mereka bisa mengungkapkan perasaannya tanpa takut. Hal itu menjadi penanda kebebasan. Tiap orang punya hak untuk mengekspresikan potensi dirinya, tanpa takut dengan ancaman.

2.Egalitarianisme. Tradisi Sekura dilakukan oleh seluruh kalangan, baik tua maupun muda. Dalam kemeriahan Sekura. Peserta Sekura bisa berekspresi sesuai dengan peran yang dijalaninya (Kamak atau Betik). Siapa pun yang menjadi tuan rumah saat Tradisi Sekura digelar, maka ia akan menyambut dengan ramah dan menyediakan makanan bagi sekura yang datang (ngejalang ), saling berbagi tanpa padang kaya dan miskin atau status sosial lainnya, karena Tradisi sekura telah menyatukan. Hilangnya sekat-sekat itu bisa dipahami karena tiap orang telah mengambil peran dalam pesta suka cita bersama. Hal ini menyiratkan semangat egalitarian pada masyarakat Sai Batin.

3.Spiritualisme. Dalam tradisi Sekura. Tiap peserta menggunakan kain warna-warni sebagai ekspresi kegembiraan sekaligus menggambarkan aneka rupa manusia dalam menjalani kehidupannya. Dalam menjalankan kehidupan, manusia memiliki dorongan untuk memilih perilaku baik maupun perilaku buruk. Hanya dirinya dan Tuhan yang mengetahui dengan pasti kebaikan atau keburukan yang sedang dilakoni.

Di bulan Syawal tahun 1441 H / 2020 nampak berbeda, tidak ada pesta atau perayaan Sekura akibat dari pandemi covid 19. Sesuai anjuran pemerintah Masyarakat tidak boleh mengadakan acara apapun yang mengundang keramaian, demi memutus rantai penyebaran virus covid 19. Semoga Bumi ini kembali pulih, dan pesta Sekura dapat kembali digelar oleh Masyarakat Lampung Barat. ***

 

Sumber : Kompasiana

Editor : Dian

ADVERTISEMENT

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.