RAINI JAUHAR : PEREMPUAN DAN LITERASI

Medianasionsl.id

Dalam kehidupan ini, kita sering kali diberikan berbagai macam pilihan pada titik tertentu kita akan dihadapkan dengan hasil dari setiap keputusan yang kita ambil. Konsekuensi sosial kadang memberikan cara pandang tersendiri terhadap diri kita sebagai manusia yang memiliki jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Banyak para pemikir memiliki cara pandang tersendiri pada setiap konstruksi social yang mengikat suatu identitas mahluk manusia yang diidentifikasikan dengan corak dan ciri khas yang feminim, lemah lembut, cinta kasih dan masih banyak lagi, bahkan hingga pada bahan kajian tentang esensial terhadap diri perempuan dan relasinya terhadap Tuhan.

Apa sebenarnya yang ada dalam diri perempuan? Semisteri itukah, sehingga dalam kajian ilmu pengetahuan lebih mengarah secara konsepsional dan kontekstual kepada perempuan? Dan bahkan banyak yang berbicara tentang ke perempuan dari mahluk lain yang mengedepankan ego maskulinnya dan ketidak tahuan apa-apa tentang perempuan dan sering melibatkan diri pada fase dimana mahluk maskulin tak pernah mengerti apa sebenarnya perempuan itu. Kiranya, itu sebuah kekeliruan yang merata bagi mereka yang maskulin.

Peran perempuan memiliki nilai tersendiri pada ruang lingkup tertentu, baik diri sendiri, teman, saudara, menjadi perempuan gadis, ibu rumah tangga dan sebagai madrasah pertama bagi generasi selanjutnya. Dalam keterlibatan peran, perempuan sering dijadikan sebagai manusia nomor dua yang pada posisinya dibawah laki-laki dan notabenenya setiap peran yang diberlakukan, keterlibatan perempuan masih dijadikan sebagai alasan baik pada peran social, keluarga, masyarakat banyak hingga pada parlemen dan ruang demokrasi. Sehingga perempuan dicap sebagai mahluk yang memperlambat keterlibatan ruang tersebut.

Terlepas dari itu semua, peran kita sebagai mahluk Tuhan dimuka bumi ini, merupakan suatu tanggung jawab yang telah dititipkan kepada kita guna melaksanakan apa yang ada, telah ada hingga pada sebuah ketiadaan yang harus kita kerjakan dan kita ibadah kan.

Didalam agama apapun mewajibkan kita sebagai manusia guna mengedepankan akal sehat dan pemikiran dan jernih untuk mengimplementasikan setiap ilmu pengetahuan yang telah kita dapatkan baik pada pendidikan formal, non formal dan informal. Tuhan secara filosofis merupakan Intelektual pertama yang memancarkan ke-Intelektualnya kepada Makhluknya yang diberi nama manusia guna bisa mengelola dan mempertanggung jawabkan pengetahuannya dengan baik. Misalkan didalam Islam sering kita temukan didalam ayat-ayat Allah dan ayat pertama yang berbunyi “Iqra bismi robbikallazii kholaq” dalam potongan ayat tersebut sang kholiq memberikan sebuah isyarat secara teologis bahwa setiap Intelektual berasal dari Allah.

Dari sini kita lihat bahwa, Ilmu pengetahuan tak menjadi tolak ukur dalam membandingkan antara laki-laki dan perempuan baik dalam menuntut ilmu maupun dalam mengimplementasikan dalam khalayak masyarakat sesuai dengan tanggung jawab kita sebagai mahluk yang berpikir

Pendidikan dewasa ini, baik secara teoritis maupun praktis lebih mengembangkan inovasi dan kreativitas dari berbagai unsur. Unsur yang dimaksud dalam pendidikan yaitu unsur biotik dan unsur abiotik (baca; Mansur Fakih) representasi ini mendorong kita sebagai mahluk yang berpikir terus mengimplementasikan kemajuan pengetahuan dengan menggunakan metode Literasi.

Metode literasi merupakan salah satu metode yang digunakan oleh setiap manusia dalam mempelajari dan mengimplementasikan dari tujuan pendidikan sesuai dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 dan tuntutan secara agamais. Dalam literasi kita berupaya untuk mengimplementasikan kemampuan-kemampuan baik dengan model membaca, menulis, berhitung, menggambar hingga pada membuka ruang imajinasi setiap generasi baik pada rana kanak-kanak hingga dewasa. Literasi dalam pandangan Islam merajuk pada Quran surat Al-Isra ayat 14, dimana Intelektual seutuhnya berasal dari Allah dan manusia sebagai mahluk yang menjalankan wahyu tersebut.

Dalam hal keterlibatan antara perempuan dan literasi sangat memiliki keeratan secara subtansial yang dimana perempuan sudah menjadi guru dan sekolah ketika sosok janin terbentuk didalam rahim seorang perempuan hingga pada fase dan waktu tertentu seorang anak akan menjadi murid dari perempuan yang berperan sebagi guru. Olehnya itu, baik antara pokok sosial, identitas dan keutamaan dalam mengimplementasikan literasi sangat diperlukan peran perempuan didalamnya sebagai wadah ilmu dan pengetahuan secara kontinyu. Jika filsafat dikatakan sebagai The Mother Of Science, maka perempuan adalah The Mother Of Literacy.

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.