KPK Sebut Bupati Jombang Gunakan Uang Suap Untuk Biaya Politik

Jawa Timur54 Dilihat


Jombang, redaksimedinas.com – Kasus suap yang diduga melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko (NSW) berasal dari potongan (kutipan) dana BPJS yang dialokasikan untuk Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Demikian dikatakan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah.

Febri menjelaskan dana yang biasanya dialokasikan BPJS untuk tiap FKTP atagu Puskesmas sebesar Rp 400 juta itu, ternyata dipotong sebesar 7 persen tiap Puskesmas.
Febri menyebut ada 34 Puskesmas yang berada di Jombang, dan dari 30-an fasilitas kesehatan itu, NSW dan sejumlah oknum lainnya memotong sebanyak 7 persen.

“400 juta itu alokasi dari BPJS untuk setiap FKTP atau Puskesmas lah, semacam itu,” ujar Febri, saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/2018).

Tersangka pemberi suap dalam kasus tersebut yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang Inna Silestyowati (IS) memotong dana itu untuk diberikan kepada NSW demi mengamankan posisinya sebagai Kepala Dinas Kesehatan.

“Per tahun untuk BPJS itu alokasinya Rp 400 juta itu, itu yang diambilin untuk mempertahankan posisi atau jabatan definitif dari tersangka IS,” jelas Febri.

Sedangkan NSW, diduga menerima suap dari pemotongan dana tersebut untuk membiayai iklannya pada salah satu media di Jombang terkait pencalonannya sebagai petahana.

“Bagi si tersangka NSW, Bupati nya, itu digunakan salah satunya untuk biaya politik,” kata Febri.

Dana suap terkait perizinan dan pengurusan penempatan jabatan di Pemkab Jombang itu, kata Febri, dikumpulkan melalui Paguyuban. Ada beberapa pihak yang bertugas menghimpun dana kutipan tersebut, hal itu dilihat dari bukti rekening yang disita KPK. Sehingga pemberian uang suap pun dilakukan secara bertahap.

“Lalu pemberiannya bertahap, ada yang ngumpulin, beberapa pihak ya, jadi tidak langsung, tadi kan ada rekening-rekening,” tegas Febri.

Dana Puskesmas itu masing-masing dipotong sebanyak 7 persen, dengan pembagian 5 persen untuk NSW selaku Bupati Jombang, 1 persen untuk Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS), dan 1 persen lainnya untuk Paguyuban Puskesmas se-Jombang.

Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan masyarakat di puskesmas Jombang itu dikumpulkan melalui asosiasi berbentuk Paguyuban.

Kutipan 5 persen tiap Puskesmas itu dihimpun NSW, satu diantaranya untuk membiayai iklan dirinya pada salah satu media di Jombang, terkait pencalonannya sebagai petahana pada Pilkada. Dalam kasus tersebut tidak hanya NSW yang ditetapkan sebagai tersangka, namun juga IS yang diduga sebagai pemberi suap kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sebelumnya, NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang akan membawanya ke Jombang. Ia ditangkap beserta uang sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.

Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama. Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.

Selain mengamankan NSW, IS, S, dan A, KPK juga mengamankan Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), serta Ajudan Bupati Jombang, Munir (M).

Total ke tujuh orang tersebut diamankan dari 3 lokasi berbeda, yakni Jombang, Surabaya dan Solo.

Namun saat ini baru 2 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, NSW dan IS.

Untuk IS sebagai pihak yang diduga memberikan suap, terancam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sedangkan NSW yang diduga sebagai pihak yang menerima suap, terancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. (nrt)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.