Kehadiran PT IWIP, Masyarakat Adat di Hutan Akejira Terancam Punah

Maluku Utara450 Dilihat
Foto bersama pengurus AMAN  dan masyarakat tobelo dalam

Ternate, medianasional.id – Perusahan tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang merupakan salah satu perusahan terbesar di indonesia ini, telah membuka lahan tanah dan hutan untuk mempersiapkan penambangan bagian pesisir Weda Tengah, Kabupaten Hamahera Tengah yang meliputi Desa Lelilef Sawai, Desa Lelilef Woebulen, Desa Gemaf yang dikuasai oleh perusahan tersebut.

Setelah dikuasai sepenuhnya oleh PT IWIP itu kemudian perusahan tersebut melakukan target berikutnya antara lain di Hutan Akejira, dimana hutan itu telah didiami oleh Masyarakat adat atau dengan kata lain Masyarakat Tobelo Dalam.

ADVERTISEMENT

“Kehadiran perusahan, telah mengancam Masyarakat Adat karena telah melaksanakan penggusuran wilayah demi pembukaan jalan menuju Hutan Akejira,” Kata Laurens Guslaw Perwakilan keluarga Tobelo Dalam atau Akejira kepada media ini tepatnya di Sekertariat AMAN Jl Jati Kecil, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate.

Wilayah Tobelo Dalam yang disebut Akejira meliputi wilayah Ma, Kokarebok, Folajawa, Komao, Ngoti-Ngotiri, Sakaulen, Namo, Talen, Ngongodoro, Susu Buru, Kokudoti, Sigi-Sigi, Mein, Tofu Blewen, Lapan, merupakan wilayah adat Tobelo Dalam yang telah hidup ratusan tahun lamanya serta turun-temurun.

Dikatakan Laurens, secara garis besar masalah yang dihadapi masyarakat Tobelo Dalam atau Akejira adalah dibunka sebagai kawasan pertambangan nikel.

“Saat ini perusahan sedang membangun infrastruktur jalan sudah sampai di Akejira, dan kegiatan tersebut tidak pernah dibicarakan dengan kelompok masyarakat adat, padahal kebijakan tersebut berdampak secara serius,”Terangnya.

 

Ia juga menturkan bahwa tempat tersebut terdapat kuburan leluhur Masyarakat Tobelo Dalam atau Akejira di Mein, Talen yang berpotensi digusur untuk kepentingan perluasan jalan maupun aktifitas penambangan, bahkan perusahaan juga menggunakan modus mengunakan kelompok masyarakat agar melakukan penyerobotan wilayah tempat tempat tersebut.

Menyikapi hal tersebut PW Aman Malut menyatakan sikap agar PT IWIP segera menghentikan aktivitas di wilayah adat  Tobelo Dalam Akejira serta seger merehabilitasi kembali kerusakan hutan.

Ketua PW Aman Malut Munadi Kilkoda juga mengatakan bahwa, Masyarakat Tobelo Dalam seringkali diganggu sehingga menuntut mereka untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain yang terdiri dari dua kepala keluarga (8 orang) 3 orang laki-laki (remaja) dan 5 orang perempuan yang seringkali mengalami krisis pangan.

Lanjut dia, atas kebijakan perusahan dan intervensi warga pesisir dalam bentuk penguasaan lahan melalui kaplingan telah menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup Tobelo Dalam Akejira.

Untuk memuluskan rencana penguasaan lahan, perusahan menggunakan 2 orang anggota Tobelo Dalam Akejira, Yakuta dan Elia, seakan-akan kedua orang tersebut telah merepresentasi kepentingan kelompok lainnya yang ada di dalam.

Menurutnya, Istri alm Mustika yang ditemui di daerah Akejira pada tanggal 26 Agustus 2019 menuntut supaya hutan yang menjadi rumah dan tempat hidup mereka jangan dibuka untuk kegiatan pertambangan.

 

“Perusahan PT IWIP juga harus mengembalikan Yakuta dan Elia yang dimanfaatkan perusahan sebagai kaki tangan mereka,”Tegas ketua aman.

Dijelaskan ketua bahwa Bokum, salah satu anggota keluarga Tobelo Dalam Akejira yang ditemui di Lapas Ternate, tanggal 4 September 2019, mendesak supaya tidak ada kegiatan yang merusak wilayah adat mereka/hutan Akejira.

Menghadapi hal tersebut,  Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku Utara menyatakan sikap:

  1. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk menghentikan seluruh aktifitas mereka di wilayah adat Tobelo Dalam Akejira.
  2. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk merehabilitasi kembali kerusakan hutan yang diakibatkan dari pembukaan jalan.
  3. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk mentaati hukum dan perjanjian internasional baik itu Konvensi ILO 169 maupun Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat yang mengharuskan setiap perusahan (tambang) tidak melakukan aktifitas yang dapat mengancam apalagi berakhir pada penghilangan identitas kelompok masyarakat adat.
  4. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk melaksanakan Free, Prior, Informed Consent (FPIC) terhadap segala bentuk kebijakan sebelum melakukan aktifitas yang berdampak pada kelangsungan hidup masyarakat adat.
  5. Mendesak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) untuk mentaati hukum Indonesia terutama Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2019. Putusan ini menegaskan HUTAN ADAT TOBELO DALAM AKEJIRA BUKAN HUTAN NEGARA
  6. Mendesak kepada pemerintah kabupaten Halmahera Tengah untuk mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat Tobelo Dalam Akejira terhadap ancaman dari luar.
  7. Mendesak pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan kaplingan yang dilakukan kelompok masyarakat pesisir yang sudah merambah ke wilayah Tobelo Dalam Akejira.

 

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.