Indonesia Terancam Penyakit Autoimun, Ini Penjelasnnya

Maluku Utara79 Dilihat
Seminar berlangsung di Grand dafan Ternate

Ternate, medianasional.id – Tiga lembaga peduli perempuan dan anak, Clerry Cleffy Institute (CCI), Marisza Cardoba Foundation (MCF), dan Firda Athira Foundation (FAF) mengadakan seminar edukasi tentang penyakit autoimun yang kini menjadi epidemi di berbagai belahan dunia.

Kegiatan yang dikemas dengan bertajuk “Autoimun Berbagi Bahagia (ABB) Weekend Market” ini digelar di 10 kota besar dan dengan harapan dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk mengenal dan menerapkan pola hidup sehat menyeluruh sekaligus memeberikan dukungan kepada ODAI (orang dengan autoimun) agar dapat tetap aktif dan berdaya.

Ternate berkesempatan menjadi tuan rumah ke-4 untuk kegiatan tersebut, seminar dilaksanakan di Dafam Hotel yang berada dikelurahan Jati, Kecamatan Ternate Tengah, Kota Ternate, Maluku Utara. Minggu (25/08/2019)

Menurut Prof.Dr. dr. Aru W. Sudoyo, Sp. PD, KHOM, sebagai dewan pengawas mengatakan Autoimun, adalah sebuah kondisi kesehatan di mana sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benda asing yang membahayakan tubuh dengan bagian tubuh penderitanya, sehingga menyebabkan keluhan kesehatan kronis bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital

“Autoimun memang penyakit yang mematikan namun bisa dikendalikan. Penyebabnya akibat terpapar bahan-bahan kimia atau yang dianggap tidak natural oleh tubuh. Sumber bahan-bahan kimia itu antara lain makanan-makanan yang ada di sekitar kita, yang sangat logis menjadi perangsang rusaknya anti bodi dalam tubuh. Dua generasi lalu,penyakit autoimun sangat langka. Tapi sekarang, jumlahnya meningkat tajam dan kebanyakan generasi muda yang menderitanya,”jelas Prof. Aru.

Lanjutnya, Celakanya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit berbahaya ini masih dirasakan kurang. Pada hal diduga kuat penderitanya di Indonesia bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta orang. Sekitar 80 persen penyintas autoimun adalah perempuan usia produktif, dengan gejala yang mirip dengan penyakit lainnya seperti nyeri sendi, mudah lelah, rambut rontok, sering sariawan, demam yang tidak beraturan, dan sebagainya.

Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetik, namun gaya hidup dan faktor lingkungan memegang peranan jauh lebih penting.Belum ada obat yang dapat memulihkan seseorang dari kondisi autoimun.

Penyakit ini dapat dicegah atau dikontrol dengan penerapan pola hidup sehat menyeluruh. Dua lembaga masyarakat, yakni Firda Athira Foundation (FAF) yang di dirikan seorang anak muda generasi milenial yang amat peduli terhadap penyakit autoimun, Firdha Athira,dan Clerry Cleffy Institute (CCI) yang didirikan psikolog perdamaian Dwi Prihandini, menyatakan dukungannya dan berpartisipasiaktif dalam mewujudkan program nasional senyum Indonesiaku.

“Dengan dukungan teman dan sahabat,penderita autoimun, khususnya sesama anak muda, akan punya daya juang lebih dan menganggap apa yang dideritanya bukan sebuah halangan untuk menggapai masa depan dan meraih cita-citanya,”ujar Firdha Athira.

Senada dengan Firdha, psikolog perdamaian yang juga inisiator kegiatan, Dwi PrihandiniS.Psi,M.Si juga menyoroti pentingnya edukasi tentang autoimun dan melakukan inisiatif agar komunitas autoimun mendapat dukungan dan hak yang sama untuk lebih berdaya dalam kehidupan dimasyarakat.

“Di Indonesia, Autoimun telah menjadi epidemi dengan lonjakan angka penderita yang tajam,” ujiar Dwi Prihandini.

Dibutuhkan edukasi massif agar masyarakat dapat mengenali keberadaan autoimun dan mewaspadainya melalui penerapan pola hidup sehat menyeluruh. “Autoimun adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Orang dengan Autoimun atau ODAI produktivitasnya menurun, hanya mampu beraktivitas 5-6 jam sehari.

Bayangkan bila fenomena ini terus meningkat di Indonesia, pemerintah akan semakin kewalahan menanggung anggaran kesehatan yang begitu besar, apalagi penyakit ini belum dapat disembuhkan. Penderita Autoimun di Amerika Serikat berjumlah 50 juta orang, namunjumlah penderita di Indonesia yang berhasil kami himpun dan berdayakan baru mencapai 5.000 orang, karena kendala data valid dari pemerintah yang belum tersedia.

Hal ini bisa jadi disebabkan. karena gejala autoimun mirip dengan penyakit lainnya dan masyarakat juga enggan memeriksakan penyakitnya secara menyeluruh karena khawatir masalah pembiayaan yang tidak sepenuh nya di tanggung oleh BPJS.

Oleh karena itu langkah terbijak adalah sejak dini masyarakat Indonesia sudah harus menerapkan Lima Dasar Hidup Sehat atau pola hidup sehat menyeluruh yang terbukti telah berhasil meningkatkan kualitas hidup para ODAI hingga dapat kembali beraktivitas normal, yang pastinya juga akan sangat bermanfaat untuk kualitas kesehatan masyarakat luas,” jelas Marisza Cardoba, pendiri Marisza Cardoba Foundation (lembaga masyarakat yang aktif mengedukasi masyarakat tentang autoimun dan Lima Dasar Hidup Sehat,serta pemberdayaan penyintas autoimun). (Red)

Safrin

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.