Evaluasi Pajak Air Tanah, Pemkab Lampung Selatan Minta Perusahaan Tak Curangi Laporan Penggunaan

Lampung Selatan190 Dilihat

Kalianda, Medianasional.id – Sejumlah perusahaan di Kabupaten Lampung Selatan disinyalir membuat laporan fiktif atau tidak sesuai fakta terkait penggunaan air bawah tanah. Bahkan ada perusahaan yang membayar Pajak Air Tanah, karena belum melaporkan jumlah penggunaan air tanahnya ke Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD).

ADVERTISEMENT

Hal ini tentu berdampak pada potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lampung Selatan. Lantas, Bupati Nanang Ermato pun tak tinggal diam. Melalui Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan melakukan pemantauan terhadap sejumlah perusahaan.

Hasil pemantauan tim terpadu kemarin, Selasa, 7 September 2021, diketahui PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Bakauheni, memiliki 7 titik sumur bor. Akan tetapi, hanya 5 sumur bor yang digunakan.

Dari sebanyak 5 sumur bor yang digunakan tersebut, hanya ada 3 sumur yang memiliki alat pencatat debit air (flow meter). Padahal, semua penggunaan SIPA (Surat Izin Pengambilan Air Tanah), harus ada flow meter untuk mengukur volume penggunaaan udara.

Selain itu, ada temuan bahwa, volume air yang digunakan olehnya, hanya yang dijual ke kapal, dan bukan jumlah produksi seluruh sumur bor yang dimiliki PT ASDP.

Bahkan, jumlah volume udara yang dilaporkan ke BPPRD Lampung Selatan pun tidak didukung dengan dokumen pendukung, dan hanya laporan saja.

“Jika seperti ini dapat menimbulkan kecurigaan, apa yang dilaporkan tidak akurat. Harusnya disertai dokumen pendukung,” kata Kepala Dinas Kominfo Lampung Selatan M. Sefri Masdian, selaku Ketua Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan.

Tim Terpadu Pengawasan, Penertiban, dan Evaluasi Perizinan Perusahaan Pemkab Lampung Selatan melakukan monitoring ke PT ASDP Cabang Bakauheni, Selasa (7/9/2021) kemarin.

Lebih lanjut Sefri menyampaikan, dokumen pendukung yang dimaksud, yakni bukti yang menunjukkan volume udara pada awal, dan volume udara pada akhir periode pencatatan.

“Dapat berupa foto posisi awal meteran, dan posisi akhir meteran,” jelas Sefri.

Terkait dengan laporan untuk penetapan tagihan Pajak Air Bawah Tanah, Sefri juga meminta kepada pihak perusahaan agar melaporkan penggunaan udara sesuai dengan yang digunakan.

“Kan itu sudah ada meterannya, laporkan apa adanya, jangan di mark-up atau dikurangi. Sebab, jika dikurangi, tentu akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Petugas kami nanti akan melakukan pengecekan secara berkala,” tegasnya.

Sementara itu, hasil monitoring Tim Terpadu di PT Wika Beton Tbk, hari ini, Rabu, 8 September 2021, tim menemukan juga pelanggaran. Tim mendapati bahwa perusahaan tersebut belum membayar Pajak Air Tanah triwulan ke-2, yakni Bulan April, Mei, dan Juni.

Pihak PT Wika Beton berdalih, belum membayar Pajak Air Tanah triwulan ke-2 karena belum ada tagihan dari BPPRD Lampung Selatan. Sementara itu, pihak BPPRD belum menerbitkan tagihan karena memang belum ada laporan pemakaian air tanah dari PT Wika Beton.

“Kami meminta kepada pihak perusahaan agar segera melaporkan penggunaan air tanahnya, sehingga setelah dilaporkan, pihak BPPRD dapat segera menerbitkan surat tagihan. Kami tunggu laporan dari mereka,” tukas Sefri.

Pembayaran Pajak dari perusahaan sangat mempengaruhi PAD, yang nantinya akan mempengaruhi langsung oleh masyarakat.

“Karena pajak itu akan dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk pembangunan,” pungkasnya. (amp/ist)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.