Berbagi Elemen Masyarakat dan Akademisi Menyuarakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera di Sahkan

Semarang47 Dilihat

Semarang, medianasional.id Desakan dari berbagai elemen masyarakat untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual segera dibahas dan disahkan, guna mencegah dan menanggulangi beragam kasus kekerasan seksual yang kini semakin meningkat.

Desakan itu terungkap pada saat dialog interaktif di sebuah stasiun TVKU Semarang, Kamis (6/12) petang. Dialog yang bertajuk “Kongkow Bareng Tokoh Jawa Tengah Membincang Kekerasan Seksual” Narasumber di antaranya, Wakil Gubernur Jawa Tengah H Taj Yasin Maimoen, Krisseptiana Hendrar Prihadi, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Seruni, Kepala Operasional LRC-KJHAM Nur Laila Hafidhoh, dan Guru Besar UNIKA Soegijapranata Prof. Dr. Agnes Widanti, SH., CN.

Dalam kesempatan tersebut H. Taj Yasin Maimoen menuturkan, Pemerintah butuh keterlibatan berbagai elemen masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, legislatif, tokoh masyarakat, dan para akademisi untuk bersama-sama mengatasi persoalan ini. Termasuk pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini masih berhenti di DPR-RI.

“Dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Semua elemen masyarakat, ayo bareng-bareng mendorong DPR RI agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat segera disahkan,” Pinta Taj Yasin.

Lebih lanjut Taj Yasin menuturkan, berdasarkan data kasus kekerasan seksual di Jateng masuk kategori tinggi. Karena wilayah provinsi jawa tengah yang relatif luas serta jumlah penduduk yang besar. Oleh sebab itu berbagai upaya penanggulangan serta pencegahan telah dilakukan Pemprov dan DPRD Jateng, salah satunya penerbitan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.

“Dalam Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga itu, ada beberapa fungsi, yaitu fungi sosial, agama, ekonomi dan lainnya. Fungsi-fungsi ini kita kuatkan guna melindungi keluarga di Jateng,” Jelas Taj Yasin.

Saat ini perlindungan terhafap korban kekerasan seksual tidak hanya fokus terhadap perempuan dan anak, tetapi kaum laki-laki juga harus mendapat perhatian yang sama. Sebab beberapa tahun terakhir, kekerasan seksual dengan korban laki-laki juga marak terjadi. Dahulu kaum perempuan termasuk anak perempuan kerap menjadi korban, sekarang kaum laki-laki juga rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Selain melalui peraturan undang-undang, hal-hal lain yang tidak kalah penting untuk mencegah tindak kekerasan seksual adalah adanya perhatian, cinta kasih keluarga. Perhatian dan cinta kasih orang tua kepada anak dan sebaliknya, termasuk terhadap lingkungan dan pendidikan, pendampingan dan pengawasan kepada anak-anak saat menonton berbagai tayangan di televisi maupun gadget, Ungkap Taj Yasin.

Guru Besar UNIKA Soegijapranata Prof Dr Agnes Widanti SH CN meminta pemerintah dan masyarakat tidak hanya fokus pada persoalan politik, namun masalah sektor lainnya juga harus diperhatikan, termasuk persoalan perempuan dan anak serta berbagai kekerasan yang keral dialaminya.

“Kita banyak yang fokus persoalan politik sementara masalah lainnya terabaikan. Demikian pula DPR lebih konsentrasi ke persoalan politik sedangkan bidang lainnya tidak diperhatikan, bahkan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sampai sekarang seolah terabaikan,” bebernya.

Senada disampaikan
Kepala Operasional LRC-KJHAM Nur Laila
Hafidhoh, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mendesak dibahas kembali dan segera disahkan. Sebab situasi saat ini menurutnya sudah darurat dan tidak bisa ditunda-tunda lagi supaya tidak memakin banyak memakan korban.

“RUU ini mendesak dibahas dan disahkan dengan subtabsi yang benar benar melindungi korban, jangan disahkan tetapi tidak melindungi korban. Pemerintah dan semua pihak harus bersama sama mendesak DPR RI, karena saya maupun warga lainnya bisa menjadi korban,” tegasnya.
Ia menjelaskan, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah perempuan di Indonesia, khusunya di Jawa Tengah. Sejak tahun 2013-2017, LRC-KJHAM mencatat terdapat 2.116 kasus kekerasan terhadap perempuan dan dengan 4.116 perempuan yang menjadi korban, 2.222, atau lebih dari 50% diantaranya mengalami kekerasan seksual.
Kemudian di tahun 2018 sebanyak 311 perempuan mengalami kekerasan dan 246 atau sekitar 79% diantaranya mengalami kekerasan seksual. Kondisi ini menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada saat ini belum cukup melindungi perempuan korban kekerasan seksual.

“Berbagai faktor menjadi penyebab tingginya angka kekerasan seksual. Antara lain ketika ada orang yang ditinggikan maka dia dapat melakukan apapun kepada yang lemah. Selain itu keberadaan handphone dan kemajuan teknologi semakin memperluas aksi. Jika dahulu kekerasan seksual dilakukan secara langsung sekarang bisa dilakukan lewat online,” paparnya.

Kontributor : Puji_Leksono

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.