Ketua DPRD no “Komen” Soal MAK Caleg PDIP Beri Tanggapan

Maihardi : “RSUD Mukomuko Dibangun Masa Bupati Ickwan Yunus, Nama RS Itu Bukan Nama Beliau”

Armansyah, Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko

Penulis : Rismaidi

Minggu 10 Maret 2019

Mukomuko, medianasional.id – Terkait kontradiksi mengenai persoalan nama Masjid Agung Kabupaten (MAK) Mukomuko, dinamakan “Baitul Huda” oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, tidak mendapat tanggapan dari Ketua Dewan Perwakian Rakyat (DPRD)Mukomuko, Armansyah, ST. Pasalnya, ketika dihubungi via ponsel, Minggu (10/3/2019) Armansyah enggan berbicara banyak. Katanya, “Kalau masalah no Komen saja dulu, ujar Armasyah bebahasa daerah.

Sebagai Ketua DPRD yang diusung Partai Gerindra pada Pemilihan Legislatif (Pileg) Tahun 2014 silam, seyogianya Dewan tersebut mesti bersikap arif dan bijaksana serta menjujung tinggi dalam memberikan informasi. Harusnya,  beragument secara bijak mungkin. Kalau wakil rakyat tak mau bicara banyak, maka patut dipertanyakan, ada apa gerangan yang terjadi. Dan mau dibawa kemana Kabuapaten ini, dan sampai dimana dan mau diapakan negeri ?

Hal itu tentunya mendapa tanggapan dari Sarjono warga SP V Air Manjuto. Pria yang maju pada  pencalonan legislatif DPRD, diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Daerah Pemilihan (Dapil) Mukomuko 1 tetsebut, merespon dengan bijak. Dikemukakan, “Bukankah DPRD itu digaji untuk berbicara, kalau Dewan sudah tak mau bicara lagi, tentang persoalan yang terjadi di Kabupaten ini, saya tidak tahu apa yang akan terjadi dilemudian hari, ujar Sarjono.

Menurut Sarjono, memandang cakap jika hal itu kembali pada zaman prasejarah. Lanjutnya, “Padahal banyak Pahlawan yang tak terorbitkan namanya untuk suatu bangunan untuk umum yang dibangun Pemkab. Entah mengapa, sepertinya kalaukita ditanya di mana makam Sang Pating merupakan pahlawan dimasa kerajaan dahulu, pastinya kita tak tahu keberadaanya. Itu artinya kita telalu cepat melupakan sejarah, papar Sarjono.

“Terkadang masyarakat kalangan muda, mereka disinyalir enggan mencari tentang sejarah. Sehingga dari mana sejarah Islam masuk dan tumbuh serta berkembang di Mukomuko mereka tentu tidak tahu. Saya rasa  banyak orang tidak mengetahui sejarah itu, kecuali para pemuka adat, pegawai Sara dan Kepala Kaum cerdik pandai, dan sebagainya,” paparnya lagi.

Ditambahkan, seharusnya perihal itu mesti diketahui. Katanya, apa salahnya nama MAK itu diambil dari nama-nma tokoh prasejarah yang telah berjuang serta mengobankan jiwanya mengusir penjajah dari negeri ini, “Tentunya, daerah ini pada masa kerajaan dan namanya mungkin bukan Mukomuko. ujarnya.

“Maskot tertinggi didaerah ini, saya rasa bukan berupa barang betuah atau hal yang dikeramatkan, beberapa nama saya pikir bisa dilekatkan. Karena Pluralisme perkembangan sejarah Islam dibawa oleh pendatang dari laur (Orang Asing), yang sering kita dengar dan kini tinggal cerita belaka. Sebaiknya jangan memberi nam yang ada embel-embel dan bisa menimbulkan keruh suasana. Ada baiknya, mencari nam yang cocok untuk Masjid Agung tersebut. Serta hal yang tidak menimbulkan prontal dikalangan masyarakat. Bisa saja yang mengandung histori sejarah tinggi, supaya bisa membawa Mukomuko tidak saja dikenal oleh warga lokal. Ada baiknya mecari nama yang bisa membuat daerah ini terkenal di mata orang luar. Saya tak sepakat dengan nama “Baitul Huda” itu, karena nama itu bagus dan saya fikir biasa timbul yang bukan-bukan dinmasyarakat, serta berdasarkan asumsi mereka masing-masing,” beber Sorjono, jumpa dikediamanya (10/3).

Terpisah, salah seorang Tokoh masyarakat Desa Lubuk Pinang, Kecamatan Lubuk Pinang, Maihardi, SE, pada hari yang sama, mengatakan persoalan nama MAK itu tidak perlu dipersoalakan. Yang menjadi persoalan itu adalah tidak adanya keiikut sertaaan tokoh masyarakat terkait, seperti Kerapatan Adat, alim ulama, orang cerdik pandai (Cendikiawan) tak diajak didalam rapat. Pasalnya MAK itu dibangun di atas tanah milik daerah dan menggunakan uang milik pemerintah.

RSUD Kabupaten Mukomuko

Katanya, “Perlu diketahui nama masjid itu dibuat satu kali, Tahun depan tak mungkin berubah. Sampai kepada anak cucuk kita nanti, sampai kita mati mungkin itulah nama-nya. Tiba-tiba kita mendengar pada HUT Kabupaten, Masjid Agung  itu diresmikan, sekaligus pengumuman nama. Enggak membut hal timbul kegaduahan, seolah-olah hal itu dipaksakan. Sebenarnya tidak harus kemarin (Pada moment HUT Kabupaten ke 16), apa salahnya pada bulan depan, apa salahnya pada bulan puasa nanti, dan apa satelah lebaran,” tukasnya.

Dalam Tahun ini kata Maihardi, “Sebentar lagi kita akan menyambut MTQ, untuk sementara tidak masalah dibikin aja namanya Masjid Agung Mukomuko dulu, sebelum hal itu menemui kata sepakat, kan demikian. Kalau Tentu masalah nama bukan persoalan yang berarti. Duduk bersama dulu untuk memutuskan sebuah nama, berikan kesempatan orang selain forum rapat yang belum lama tersebut dilakukan MUI dan Kemenag. Saya sebagai orang asli Mukumuko dan masyarakat tentunya, juga punya hak mengeluarkan pendapat serta aspirasi, ungkapnya.

Menanggapi salah satu anggota DPRD setempat, yakni Frenky Janas, yang tak setuju dengan nama “Baitu Huda” Maihardi megatakan,”Saya berikan salah satu contoh, Rumah Sakit Umum (RSUD) Mukomuko, belum dibuatkan namanya menjadi Ichwan Yunus. Sebenarnya, dulu digadang-gadangkan nama RSUD itu Rumah Sakit Ichkwan Yunus, karena pada zaman Ichwan Yunus lah RSUD tersebut baru dibangun, enggak ada salahnya nama beliau di posisi itu. Maaf cakap mungkin menunggu beliau tak ada didunia ini lagi, bisa saja dan mungkin saja itu terjadi,” pungkas Maihardi di kediamannya.(editor : Aris, Ras)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.