Warga Wonosobo Berharap Galian C Ilegal Segera Ditutup

Wonosobo136 Dilihat

Wonosobo, medianasional.id – Beberapa hari ini gerakan masyarakat di Wonosobo yang meminta penutupan penambangan galian C di Kabupaten Wonosobo semakin menguat. Kondisi ini dipicu oleh semakin maraknya penggunaan alat berat dalam pengambilan material batu dan pasir di beberapa lokasi penambangan di Wonosobo.

Penambangan pasir dan batu ilegal di beberapa daerah itu telah berdampak pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup di lokasi penambangan dan mengakibatkan matinya ribuan sumber mata air.

Menyikapi hal tersebut, Suwondo Yudhistiro selaku Ketua Komisi I DPRD Wonosobo yang membidangi Pemerintahan dan Hukum meminta agar Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan moratorium penambangan sampai ada kajian mendalam terhadap daerah yang boleh ditambang dan yang tidak boleh ditambang. “Saya minta gubernur untuk turun tangan menangani masalah ini. Saya juga minta agar DPRD Kabupaten Wonosobo bersama eksekutif segera menyiapkan Draf Raperda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah ( Raperda RTRW) yang salah satu substansinya akan mengatur area mana yang boleh dijadikan sebagai lokasi penambangan dan mana yang tidak diperbolehkan.

Saya kira yang bisa dilakukan oleh Pemda Wonosobo dalam waktu dekat adalah membuat Perda RTRW untuk mengatur wilayah mana yang memungkinkan dilakukan penambangan dan wilayah mana yang tidak diperbolehkan untuk ditambang. Perlu saya sampaikan bahwa Raperda RTRW saat ini sudah masuk ke dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah tahun 2020 yang telah disepakati DPRD dengan Bupati pada rapat paripurna hari senin tanggal 14 Oktober 2019 lalu. Kalau Perda galian C sebagaimana diusulkan oleh Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Wonosobo dalam dialog beberapa hari lalu saya rasa kurang tepat, mengingat urusan galian C sudah menjadi kewenangan pemerintah propinsi sesuai amanat UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mengamanahkan adanya pelimpahan kewenangan kabupaten ke propinsi termasuk di dalamnya Ijin Usaha Pertambangan (IUP),” tandasanya.

Dengan Perda RTRW maka Pemda bisa mengarahkan agar lokasi penambangan berada di tempat-tempat yang setelah dilakukan kajian lingkungan dan pemetaan geolistrik dan dinyatakan boleht ditambang. Melalui kajian geolistrik akan dapat diketahui mana daerah yang menjadi daerah aliran mata air dan mana yang bukan daerah aliran mata air sehingga tidak mematikan sumber mata air dalam jangka panjang.

Mengingat tambang galian C sudah menjadi ranah kewenangan pemerintah propinsi maka sebaiknya Saudara Bupati agar bersikap proaktif berkoordinasi dengan bidang ESDM Provinsi Jawa Tengah, supaya bisa diterbitkan larangan penggunaan alat berat yang dapat merusak lingkungan dan perlunya pembatasan agar galian C hanya untuk memenuhi masyarakat Wonosobo dan kebutuhan pembabgunan oleh Pemda Wonosobo saja, jadi jangan sampai ada yang keluar daerah. Selain itu juga perlu didorong agar para penambang mengajukan ijin penambangan di wilayah-wilayah yang diperbolehkan supaya mereka kegiatannya legal.

Suwondo Yudhistiro yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PKB Wonosobo meminta agar para penambang diberikan kewajiban untuk melakukan reklamasi di lahan bekas penambangan. Selama ini mereka sudah menambang secara ilegal, merusak lingkungan, merusak jalan, tidak mau melakukan reklamasi dan tidak membayar pajak pula. Jadi kerugian pemerintah daerah dan masyarakat bertumpuk-tumpuk.

Karena itu, Suwondo meminta agar Pemda bersama-sama masyarakat membuat tol di pintu keluar area pertambangan agart mereka membayar pajak pertambangan sebagaimana sudah di atur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 10t Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Pajak Daerah bahwa pertambangan galian C merupakan obyek pajak yang diwajibakan membayar pajak daerah sebesar 20%.

Penarikan pajak pertambangan ini diperbolehkan oleh Kementerian Keuangan RI, meskipun mereka masih ilegal. Ini bukan berarti Pemda melegalkan pertambangan yang bersifat ilegal, antara rezim perijinan dannpertambangan harus dibedakan, sebagai obyek pajak pertambangan baik legal maupun ilegal tetap harus membayar pajak daerah.

Bayangkan saja apabila misalanya mereka dipaksa bayar pajak, jika setiap kendaraan pengangkut pasir ditarik rata-rata 80 sampai 100 ribu rupiaj dikalikan 300-an kendaraan pengangkut pasir dan batu setiap harinya maka dalam satu tahun akan diperoleh pemasukan pajak daerah puluhan milyar rupiah. Ini adalah potensi pajak yang besar, tapi selama ini dibiarkan begitu saja, akhirnya yang menikmati hasil pertambangan hanya beberapa gelintir pemodal saja dan oknum yang berada dibalik layar.

Sambil menunggu tindakan nyata dari pemerintah Propinsi Jawa Tengah terkait penertiban pertambangan, saya berharap kepada masyarakat untuk turut mengawasi jalannya penambangan agar jangan menggunakan alat berat, syukur-syukur masyarakat bisa mencegah penambangan sampai bisa ditentukan daerah yang boleh ditambang dan daerah yang tidak boleh ditambang berdasarkan hasil kajian,” pungkasnya.

Reporter : Andika

Editor : Drajat

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.