Terkait Isu Revisi UU No. 22 Tahun 2009, Dua Tokoh Riau Angkat Bicara

Riau148 Dilihat

Pekanbaru, medianasional.id – Salahsatu tokoh masyarakat Riau yang juga pakar hukum dan Rektor Universitas Islam Riau, Prof. DR. H. Syafrinaldi SH, MCL, angkat bicara terkait isu Revisi Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan.

Menurut Rektor UIR ini, terkait angkutan umum online / daring yang berdasarkan pendapat sebagian orang belum terakomodir dalam UU nomor 22 tahun 2009, dijelaskan beliau bahwa transportasi online ini bukanlah bentuk moda angkutan umum yang baru, karena pada prinsipnya sama dengan angkutan umum cara sewa lainnya.

Perbedaan hanya pada pola pemesanannya saja dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang menggunakan aplikasi online dan berharap angkutan online ini untuk menjadi plat kuning dan tergabung pada badan usaha maupun koperasi, sehingga Peraturan Menteri (PM) 108 / 2017 sudah tepat dan tidak perlu merevisi UU nomor 22 tahun 2009.

Lebih lanjut dijelaskan terkait kendaraan roda dua sebagai kendaraan umum, sebaiknya diakomodir melalui Perda sebagai local wisdom, karena apabila dinaikkan dalam perubahan UU nomor 22 / 2009 akan membawa dampak secara nasional.

Selain itu kendaraan ojek daring hanya ada dibeberapa daerah tertentu saja sehingga tidak perlu diatur dalam UU nomor 22 / 2009, dan apabila kendaraan roda dua akan dijadikan kendaraan umum berplat kuning, maka pelaksanaannya bisa mengacu pada penerapan perizinan plat kuning untuk becak motor seperti di Kota Medan Sumatera Utara.

Sehingga apabila ada ojek daring beroperasi di daerahnya yang memang benar-benar dibutuhkan masyarakat, maka sebaiknya Pemerintah Daerah dapat mengakomodir dengan Perda yang mencakup wilayah operasi serta tarifnya tanpa perlu merevisi UU 22 / 2009 yang masih relevan saat ini dalam pelaksanaannya.

Pendapat lainnya oleh Prof. DR. Ir. Sugeng Wiyono, MMT yang juga Guru Besar dan Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama Universitas Islam Riau, yang menyampaikan bahwa penerapan sepeda motor sebagai kendaraan umum sebaiknya diakomodir melalui Perda saja sesuai kebutuhan daerah masing-masing.

Menurutnya angkutan jenis ini hanyalah kendaraan umum sementara yang mengisi kekosongan atau transisional dari misi pengembangan tranportasi massal yang telah disepakati melalui RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan).

Lebih lanjut dijelaskannya, menjadikan sepeda motor sebagai kendaraan umum dengan merevisi UU lalu lintas akan menimbulkan kontra produktif dari target pengembangan transportasi massal yang berkeselamatan, apalagi sepeda motor rentan dengan kecelakaan lalulintas, jelasnya.

Apabila sepeda motor diakomodir melalui Revisi UU lalulintas menjadi kendaraan umum akan membawa dampak luar biasa pada kesepakatan bersama RUNK, sebab pengaturan transportasi merupakan bagian terpenting dalam upaya nasional meningkatkan keselamatan berlalulintas.

Pemerintah pusat sebaiknya mendelegasikan kewenangan ini pada Pemerintah Daerah melalui Perda yang tentu saja pengelolaannya akan lebih sesuai dengan kebutuhannya serta persaingan usaha yang sehat, termasuk penentuan tarif karena tiap daerah memiliki tingkat perekonimian yang berbeda.

Selain itu menyangkut kendaraan taxi online / daring cukup diakomodir pada PM 108 / 2017, yang diperlukan adalah pelaksanaan yang optimal terhadap Peraturan Menteri ini secara konsisten, karena aturan teknis sudah sangat jelas dan detail serta mengakomodir semua kepentingan taxi / angkutan daring.

Ketegasan dalam pelaksanaannya justru sangat dibutuhkan karena merevisi UU nomor 22 / 2009 justru akan menambah kisruhnya wajah transportasi nasional, sebab akan terjadi tarik-menarik kepentingan sehingga melupakan amanat RUNK yang telah disepakati bersama oleh seluruh stakeholder.

Intinya UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan ini masih sangat relevan dan justru harus lebih konsisten untuk dujalankan, ungkapnya.( R. Tambunan / DnY)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.