Tanoh Lampung dan Penyebaran Kebudayaan Sansekerta

Artikel, Lampung610 Dilihat
Oleh : Diandra Natakembahang (Penggiat budaya & Gamolan Institute Lampung)

Lampung, medianasional.id – Rekam jejak dan tinggalan sejarah pada dataran tinggi Sekala Bekhak mengisahkan tentang keadaban, pola hidup dan proses penyebaran Peradaban dan Kebudayaan Lampung. Beberapa Ilmuwan dan Sejarawan yang menjabarkan tentang awal sejarah peradaban dan kebudayaan Lampung ini adalah seperti Wang Gung Wu dalam Journal Of Malayan Branch Of The Royal Asiatic Society, W.P. Groeneveldt dalam Historical Notes On Malay Civilization From Chines Sources. Kemudian Resident Inggris William Marsden dalam History Of Sumatera, lalu L.C. Westenenk, O.L. Helfrich, O.W. Wolters hingga Lawrence Palmer Briggs dalam The Origin Of Syailendra Dinasty.

Perpindahan Rumpun Suku Bangsa Lampung atau Rumpun Pesagi Seminung dari dataran tinggi Sekala Bekhak terjadi secara periodik dari waktu kewaktu, namun terutama migrasi dan penyebaran secara masif dan signifikan terus terjadi dari abad ke 6 hingga abad ke 14 Masehi. Sebaran entitas atau suku bangsa yang beradat dan berbahasa Lampung ini terutama ada di Provinsi Lampung saat ini, Provinsi Sumatera Selatan, bagian selatan Provinsi Bengkulu, kemudian sebaran dan migrasi terakhir menempati pantai barat Provinsi Banten. Dataran tinggi Sekala Bekhak daerah mana yang dinaungi oleh Gunung Pesagi dan Gunung Seminung ini memiliki rekam jejak pada setiap era, dengan peninggalan dari masa Animis Dinamisme, era Hindu Buddha dan tentunya era Islam.

Situs Purbakala Batu Bekhak di Sumber Jaya. Lokasi penemuan puyang di zaman purba. Situs Suci yang transdental, sekaligus tempat peradilan dan eksekusi.

Pada era Hindu Buddha Peradaban Lampung telah menyerap Budaya Sansekerta yang berkembang dari anak benua India, ini berarti Bahasa Sansekerta beserta Aksara Pallawa tumbuh dan berkembang dalam Kebudayaan Rumpun Suku Bangsa Lampung. Lebih jauh lagi, beragam sumber menyatakan bahwa pertumbuhan Budaya Sansekerta dalam hal ini Bahasa Sansekerta dan Aksara Pallawa dibawa ke Nusantara serta mengalami kebangkitannya dari Rumpun Pesagi Seminung di Svarnadwipa. Tokoh Aji Saka sebagai pembawa Kebudayaan Sansekerta ke Nusantara digambarkan secara gamblang keterkaitannya dengan Tanoh Lampung dalam berbagai sumber literatur.

Literatur yang dimaksud adalah seperti disebutkan dalam Serat Primbon Jayabaya [hal 23-24] Pun Jaka Sengkala anak dari Mpu Anggejali, beliau akhirnya bergelar Aji Saka ditanah Najiran. Aji Saka akhirnya kemudian pergi menuju ke Javadwipa dari Tanah Lampung. Dikatakan bahwa Aji Saka adalah Pun Jaka Sengkala, Pun adalah penisbatan panggilan kehormatan yang hingga saat ini masih digunakan didalam adat Lampung, sementara Jaka Sengkala berarti Pemuda Sekala. Keterangan ini menggambarkan bahwa Aji Saka sebagai salah seorang tokoh pembawa Kebudayaan Sansekerta berasal dari anak benua India [Tanah Najiran] kemudian menuju ke Nusantara ke Tanoh Lampung sebelum akhirnya menuju ke Pulau Jawa. Aji Saka sendiri dalam Budaya Jawa digambarkan sebagai tokoh pembawa Kebudayaan Sansekerta dalm hal ini terutama Aksara Hanacaraka ke Nusantara.

Raden Ronggowarsito dalam Serat Witoradyo menggambarkan, Pada masanya di Tanah Lampung berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya Prabu Isyaka yang berasal dari Tanah Hindu, Sang Prabu Isyaka kemudian turun tahta dan digantikan oleh patihnya bernama Patih Balawan, kemudian dengan keempat orang pengiringnya Sang Isyaka yang telah menjadi Brahmana pergi ketanah Jawa dan tiba di Ujung Kulon. Sementara dalam Legenda Aji Saka dari Gunung Merapi diceritakan Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka, kalangan umum menyebutnya sebagai Aji Saka, sebelum ke Pulau Jawa Sang Resi adalah Raja yang bertahta dikerajaan Sumatri, karena kemenangan Maharaja Kusumawicitra itu maka semua yang berada dalam kekuasaannya diganti namanya disesuaikan dengan Kebudayaan Mamenang. Tanah Hindu yang dimaksud adalah anak benua India, Serat Witoradyo menyebutkan Aji Saka bertahta di Tanah Lampung dikerajaan Sumatri [Sumatra] dan memberikan pengaruh Kebudayaan Sansekerta [Mamenang].

Legenda Aji Saka ini bersesuaian legenda Puyang Rakian/Si Naga Sakti/Aji Saka dari Buway Aji Daya Komering, diketahui bahwa Puyang Rakian adalah seorang Raja dan Penguasa didataran tinggi Sekala Bekhak pada masanya. Tokoh Puyang Rakian yang diidentifikasi sebagai Aji Saka ini memiliki pijakan sejarah dalam literatur Suku Bangsa Lampung, disebutkan dalam Tambo Buway Bejalan Di Way Sekala Bekhak tentang tokoh tokoh yang merupakan Raja dan Penguasa didataran tinggi Sekala Bekhak.

Tambo dan kondifikasi hukum adat lampung yang diyayahkan pada medium kulit kayu.

Puyang Rakian didalam Tambo Buway Bejalan Di Way Ratu Tunggal memiliki tiga orang anak, selanjutnya Kun Tunggal Simbang Negara yang bersaudara dengan Menang Pemuka dan Ratu Di Puncak yang menurunkan Jurai Abung, kemudian Ratu Mengkuda Pahawang, lalu Puyang Rakian yang bersaudara dengan Puyang Naga Berisang yang menurunkan Jurai Way Kanan. Dari manuskrip Tambo Buway Bejalan Di Way ini dapatlah kita hubungkan bahwa Puyang Rakian sebagai penerus dari Kun Tunggal Simbang Negara dan Ratu Mengkuda Pahawang yang merupakan raja raja didataran tinggi Sekala Bekhak adalah Aji Saka itu sendiri.

Sementara itu Tambo dari Pekon Bambang di Pugung Krui mencatat Puyang Rakian Sakti [Si Naga Putih] bersaudara dengan Puyang Naga Berisang, Puyang Naga Berisang berputra Raja Nganggah Anggah, kemudian Raja Nganggah Anggah memiliki beberapa orang putra yang salah satunya adalah Pemuka Sindang Belawan. Menurut Ronggowarsito dalam Serat Witoradyo, Aji Saka menyerahkan kekuasaannya kepada Patih Belawan, ini bersesuaian dengan Tambo dari Pekon Bambang Pugung Pesisir Barat yang menyebutkan tentang Pemuka Sindang Belawan sebagai penerus dari Aji Saka yang merupakan cucu atau anak keponakannya sendiri yang melanjutkan hegemoni Aji Saka di Tanah Lampung.

Terminologi Aji atau Haji hingga kini adalah merupakan salah satu Buway atau Klan Rumpun Suku Bangsa Lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak, sementara Saka mengisyaratkan Bangsa Saka sebagai muasal dari Aji Saka dari Rumpun Ras Arya yang bergerak ke anak benua India hingga mencapai Nusantara. Aji Saka atau Rumpun Ras Arya inilah yang menyebarkan Kebudayaan Sansekerta ke Nusantara termasuk didalamnya Bahasa, Aksara dan Penanggalan [Kalender]. Dalam Rumpun Bahasa Lampung kata Saka atau Sako memiliki arti Lama atau Lampau, kosakata ini menunjukkan pengertian tentang era lampau atau kekunaan dan hubungan Kebudayaan Sansekerta dengan Lampung itu sendiri. **

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.