SMK Diponegoro Diduga Lakukan Pungutan Kepada Para Siswanya

Jawa Timur504 Dilihat
Drs. Agus Moh Yasin selaku Kepala Sekolah SMK Diponegoro Tumpang.

Malang, medianasional.id – Meski sudah dilarang, ada beberapa sekolah yang masih saja menjual Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa. Larangan sekolah menjual LKS pada siswa itu diatur dalam Pasal 181 Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010 yang menerangkan bahwa, penyelenggara dan tenaga pendidik, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, perlengkapan pelajaran, bahan pelajaran, serta pakaian seragam di tingkat satuan pendidikan.

Aturan tersebut juga tercatat dalam Permendikbud Nomor 8 tahun 2016 tentang buku yang digunakan oleh satuan pendidikan.

Namun tidak semua sekolah mematuhi larangan tersebut. Terbukti dengan sejumlah wali murid yang mengeluhkan mengenai praktek jual beli LKS tersebut.

Seperti halnya yang terjadi di SMK Swasta Diponegoro Jl. Tunggul Ametung, Tumpang yang diduga melakukan pungutan liar dengan cara memperjual belikan LKS kepada para siswanya, Kamis (15/11/2018).

Kepala Sekolah Drs. Agus Moh Yasin saat ditemui di kantornya menyampaiakan “Semua sudah ada kesepakatan dari hasil rapat, dan itupun jika walimurid ada yang tidak mampu bisa langsung menghadap ke saya, dan langsung akan saya beri kebijakan” ucapnya.

“Itupun sudah disepakati waktu rapat. Kalau untuk dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) tidak cukup jika dengan untuk menggaji guru,di sini ada sebanyak 40 guru honorer. Sedangkan gaji guru disini yang paling tinggi sebanyak Rp 1.500.000 dan paling rendah Rp. 600.000 mas, dan dana BOS itu hanya 10% yang digunakan untuk menggaji para guru. Jika wali murid merasa keberatan dengan adanya keputusan tersebut suruh menghadap langsung saja ke saya dan langsung saya survei ke rumahnya dan akan akan saya gratiskan jika memang tidak mampu” imbuhnya.

Diantara wali murid yang enggan disebutkan namanya  saat ditemui dirumahnya menyampaikan bahwa pihak sekolah seharusnya harus bisa mengutamakan dan memanfaatkan dana yang diberikan oleh pemerintah baik itu Dana BOS maupun yang lainnya. Ia juga mengeluhkan uang ujian yang dibebankan kepada para wali murid.

“Terkait uang ujian sebesar Rp 150.000 yang dibebankan kepada wali murid sebetulnya perlu dikaji ulang, toh jika memang pihak sekolah sudah memberi kebijakan seperti itu terus kemana itu dana dari pemerintah/ dinas pendidikan baik itu negeri maupun swasta. Mulai dari LKS yang seharusnya tidak diperjual kenapa pihak sekolah menjualnya. Dan Kita sebagai wali murid diwajibkan untuk tetap membeli dengan harga ratusan ribu rupiah mas” terangnya.

Reporter : TIM

Editor : Sunarto

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.